Ketaatan Mutlak - Tinta Media

Selasa, 13 Agustus 2024

Ketaatan Mutlak

Tinta Media - "Mana celanamu?" Tanya salah seorang guru piket kepada siswa.

"Ini, Pak," jawab siswa sambil menunjuk celana sebagian, yang terbalut rok hitam, yang sebenarnya juga bukan rok, melainkan jilbab (pakaian terusan, bukan potongan). Kaos olahraga yang telah tersambung dengan kain hitam. Sehingga sejauh mata memandang terlihat seperti atasan dan bawahan. Celana yang   biasanya dipakai di luar, ini dipakai sebagai mihnah (dalaman).

"Kenapa kamu pakai rok?" Tanya guru piket

"Malu, Pak," jawab siswa.

"Malu sama siapa? Kan sudah menutup aurat," kata guru piket. 

"Malu kepada Allah Swt., Pak. Karena celana adalah pakaian laki-laki. Sedangkan untuk muslimah Allah Swt. berfirman dalam Surah al-Ahzab ayat 59, yakni ketika seorang muslimah keluar rumah harus menutup aurat dengan jilbab dan kerudung," jawab siswa itu sembari membacakan dalil yang telah dihafalkan beserta artinya.

"Tapi kenapa setahun kemarin kamu tetap pakai celana?" Tanya guru piket.

"Baru tahu, Pak," jawab siswa tersebut. 

"Berarti kamu melanggar peraturan sekolah. Bukankah kamu telah membuat surat pernyataan untuk menaati seluruh peraturan di sekolah ini," jelas guru piket. 

"Benar Pak. Waktu wawancara kala itu saya juga menyampaikan bahwa saya akan menaati segala peraturan sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan aturan yang Allah Swt. tetapkan," jawaban siswa tersebut penuh keyakinan.

                                  *****

"Bunda, Kakak deg-degan lo. Kakak takut. Besok pokoknya Bunda yang ngantar ya! Besok aja lo Bun," pinta gadis salehah itu dengan sejuta rasa gundah.

Wajar. Keesokan harinya (Selasa) adalah jadwal memakai pakaian olahraga. Kaos dipadu dengan celana. Namun, gadis ini telah mengubah profil kaos menjadi jilbab sempurna. Jelas ini bukan perkara yang mudah. Yang terbayang dalam benaknya adalah amarah dari guru sampai disidang kepala sekolah. Belum lagi ratusan mata tertuju kepadanya.

"Kenapa lagi, Kak? Bukankah kita tadi sudah simulasi? Dah mantab kok jawaban Kakak. Kalau ada pertanyaan dari guru piket atau kakak OSIM, tinggal jawab seperti yang kita latihan tadi," jawaban Bunda berusaha menenangkan. Meski lubuk hati yang terdalam juga ada sedikit cemas. Tapi sang Bunda berserah diri kepada Allah dan terus berdoa untuk putrinya.

"Nanti kalau pertanyaan dari guru piket ternyata gak sama dengan Bunda gimana? Ich kenapa harus melewati Hari Selasa sih?" Celoteh gadis itu yang hatinya diselimuti berbagai macam perasaan. Rasa takut, khawatir, malu dan sebagainya. Pokoknya nano-nano.

"Sudah lah. Gak apa-apa itu. Buk Kamad (kepala madrasah) itu orangnya hanif. Kakak juga berprestasi. Selalu juara literasi. Kakak juga satu-satunya kandidat putri, untuk olimpiade Bahasa Arab. Insya Allah dengan segala predikat Kakak gak akan dikeluarkan dari sekolah," jawaban sang Bunda terus berusaha menguatkan.

"Hati Bunda tenang dan tidak ada firasat apa-apa. Insya Allah aman. Kalau pun ditegur paling-paling kena poin. Suruh bawa sembako. Gampang. Oke!" Gaya Bunda sambil tersenyum usil dan bercanda.

"Dah, tidurlah dulu. Tenangkan hati Kakak. Jangan lupa berdoa dan berserah diri kepada Allah Swt.. Semoga Allah Swt. berikan kekuatan dan dimudahkan jalan menuju ketaatan ini," bujuk Bunda kepada anak pertamanya itu.

Malam itu begitu gerah bagi gadis salehah yang aktif di sebuah komunitas Hij-up (Hijrah level Up).  Mata yang biasanya terlelap setelah Salat Isya'. Kini serasa sulit untuk terpejam. Bayang-bayang interogasi dari guru piket menghantui perasaannya.

Keesokan harinya. Seperti biasa anak pertama dari 5 bersaudara itu terbiasa bangun lebih awal dibandingkan orang tua dan adik-adiknya. Pukul 06.00 waktu Batam, ia telah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah dengan mengenakan jilbab olahraga sempurna. Namun bibir itu masih monyong dan terus merengek manja kepada Bundanya.

"Ayolah Bun, Bunda aja yang antar! Sekali ini saja lo. Pertama kali lo Bun. Nanti seterusnya gak apa-apa diantar Ayah," pintanya penuh manja kepada sang Bunda.

"Kenapa to kalau Ayah yang antar? Apa bedanya?" Tanya sang Bunda

"Beda lah. Pokoknya Bunda yang antar. Gak enak kalau sama Ayah," pintanya sedikit memaksa.

Bundanya sebenarnya sangat memahami apa yang ada dalam perasaan anak gadisnya. Tapi ada hal lain yang harus diperhatikan, yakni adiknya yang juga baru memasuki jenjang Sekolah Dasar. Dia tidak mau diurus ayahnya. Semua harus sama Bunda. Mulai mandi, pakai baju sampai antar sekolah. Kalau Bunda harus antar kakaknya jelas tidak terkejar untuk memandikan dan menyiapkan segala macam perbekalan adiknya.

"Sudah... gak akan ada apa-apa itu. Yakinlah! Doa Bunda menyertai Kakak. Deg-degan itu manusiawi dan sangat wajar. Inilah bentuk ujian. Manusia yang beriman dan taat akan diuji dengan sedikit rasa takut dan khawatir. Yang namanya surga itu Kak, harus ditempuh dengan ketaatan. Sedangkan ketaatan itu butuh perjuangan. Bukan perjuangan jika tak ada pengorbanan. Pengorbanan adalah identik dengan segala sesuatu yang tidak mengenakkan bahkan sangat menyakitkan. Tapi yakinlah, "Bersamaan dengan kesulitan akan banyak kemudahan," nasihat dan motivasi Bunda panjang lebar bak seorang motivator.

Dengan sejuta rasa gundah gadis itu melangkah beriringan dengan sang Ayah. Peluk dan cium Bunda menguatkan tekadnya.

"Dah, berangkatlah, Sayang! Fii amanilah...," pesan Bunda.

Tak ada jawaban apa pun dari putrinya.

Dengan rasa debar-debar cemas ia membiarkan gadis itu pergi, dengan tidak lupa melangitkan doa.

Rutinitas pagi yang luar biasa menguras energi dan emosi. Mulai membangunkan anak-anak, memandikan, menyiapkan bekal dan segala bentuk drama yang menyertai. Seperti itulah kira-kira aktivitas ummun warabatun bait (ibu sebagai pengurus rumah tangga suaminya). Wajar jika pahalanya setara dengan jihad di medan perang. Karena ini tidak mudah. Butuh ilmu untuk tetap menjaga kewarasan.

Tak terasa, matahari telah terik, sinarnya menembus celah-celah ruangan. Bunda tak sabar ingin menanyakan apa yang terjadi di hari pertama memakai jilbab olahraga. Diambilnya gadget, di tekan aplikasi warna hijau.

"Tahu gak Bun? Tadi itu Buk Lisma (wakasis) yang piket. Kakak langsung Salim, Buk Lisma senyum. Iya sudah Kakak langsung masuk aja. Gak ada ditanya apa-apa. Ntah beliau gak memperhatikan ntah gimana. Terus pas disuruh baris untuk senam, di situ ada Buk Kamad, Pak Jova dan yang lain. Kakak malah disuruh ke depan. Tapi mereka gak ada komentar terkait rok ini. Padahal Kakak dah jantungan," celoteh gadis itu lewat pesan voice.

"Ada sih beberapa kawan yang nanya. Salah satunya Nabilah," gadis itu melanjutkan cerita lewat pesan WhatsApp.

"Terus Kakak jawab apa?" jawaban Bunda merespon.

"Ya sudah Kakak jelaskan. Kalau ini perintah Allah Swt. Andaikan ditegur atau mendapatkan pertentangan, ya harus siap. Karena ketaatan kepada Allah Swt. itu mutlak," gadis itu melanjutkan cerita.

Ada juga beberapa temannya yang terkesima dengan ketaatan dan keunikan gadis yang berani tampil beda tersebut.

Setelah melewati hari pertama mengenakan jilbab olahraga, hati gadis itu terasa agak plong. Meskipun tetap saja ada semacam rasa khawatir. Bukankah hal demikian itu wajar dan sangat manusiawi. Sampai tulisan ini dibuat belum ada semacam pertentangan yang berarti. Namun harus tetap yakin bahwa Allah Swt. tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya sendirian. Ketaatan adalah kunci kebahagiaan.

Taat bahagia, maksiat sengsara.

Selesai. 

Oleh: L. Nur Salamah, Sahabat Feature News

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

1 komentar

  1. Masya Allah suka dengan cerita dari Mbak Nur salamah.. penyampaian dakwahnya dengan cerita

    BalasHapus

Artikel Menarik Lainnya :