Tinta Media - Ulang tahun (ultah) didefinisikan sebagai suatu peristiwa untuk memperingati kelahiran seseorang. Peristiwa ini selalu dinantikan oleh setiap orang, terutama para remaja. Biasanya para remaja tersebut akan merayakannya dengan berbagai keseruan, seperti memberikan hadiah, tiup lilin, mengadakan pesta, dan juga memberikan surprise yang tidak terduga dengan perbuatan - perbuatan yang dianggap seru. Namun, tanpa mereka sadari, perbuatan yang mereka lakukan itu justru bisa membawa petaka bagi yang berulang tahun.
Seperti yang terjadi pada seorang siswa SMA Negeri 1 Cawas Kabupaten Klaten yang bernama Fajar Nugroho yang meninggal dunia saat ulang tahunnya pada Senin, (08/072024). Pada hari itu, korban disiram tepung, lalu dibopong dan kemudian langsung diceburkan ke kolam sekolah oleh teman - temannya. Saat korban akan berusaha naik ke atas, korban tidak sengaja menginjak kabel listrik yang ada di kolam sekolah tersebut dan tersengat arus listrik sampai meninggal dunia (Tempo.co, 09/7/2024).
Senada juga yang dialami seorang siswi SMP yang berinisial F (13) meninggal dunia pada saat ulang tahunnya akibat di-prank temen-temannya dengan dituduh mencuri ponsel dan uang yang diselipkan ke dalam tasnya. Akibat dari kejadian itu, dia mengalami trauma dan depresi berat yang pada akhirnya meninggal dunia. (TIMESUMUT.com, 8/2/2024).
Kejadian ini hanyalah secuil contoh yang banyak terjadi dan menimpa para remaja akibat tradisi ulang tahun yang berujung kematian. Beberapa Kejadian serupa ini dianggap oleh keluarga sebagai musibah yang tidak terduga. Maka, keluarga tidak mengambil jalur hukum. Walaupun demikian, perbuatan-perbuatan canda tawa dan kejahilan remaja janganlah sampai merugikan orang lain.
Tren Masa Kini
Merayakan ulang tahun dengan kejutan ataupun prank-prank sudah menjadi tren di kalangan remaja. Padahal, perbuatan semacam ini sama saja seperti perundungan. Ini menunjukkan bahwa para remaja semakin jauh dari generasi yang baik.
Perbuatan itu merupakan tradisi dan budaya sebagai eksistensi diri para remaja untuk mengekspresikan tingkah laku dan perbuatan yang ada di batas kenormalan dan salah kaprah.
Miris memang, perbuatan yang dilakukan para remaja ini sering kali secara spontan, tanpa memikirkan akibat dan risiko yang akan ditimbulkan. Bahkan, perbuatan yang dilakukan itu hanya mengedepankan perasaan saja. Mereka tidak mempunyai pemikiran serta pemahaman yang mendalam dan matang.
Kejadian ini membuka mata kita bahwa ada banyak bahaya yang tidak disadari dengan tradisi yang dianggap menyenangkan. Sudah saatnya kita mengevaluasi kebiasaan ini dan mempertimbangkan alternatif yang lebih aman dan bermakna dengan mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat.
Perspektif dalam Islam
Merayakan ulang tahun merupakan tradisi yang tidak ada dalam ajaran Islam. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sendiri, begitu juga dengan para sahabat lainnya tidak pernah merayakan ulang tahun. Sehingga, sebagai pengikut-Nya, kita tidak menjadikan aktivitas tersebut sebagai tradis yang harus dirayakan setiap tahun.
Alasan Islam melarang perayaan ulang tahun adalah bahwa di dalam perayaan ulang tahun terdapat unsur menyerupai orang-orang kafir yang merupakan ciri khas dari mereka, yaitu melakukan suatu perbuatan yang tidak pernah disyariatkan.
Syariat Islam melarang untuk menyerupai dengan orang kafir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
”Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud).
Maka dari itu, kita sebagai umat Islam harus mengetahui dan memiliki kaidah berpikir yang benar dan mendalam tentang perbuatan yang disyariatkan dan yang tidak dalam Islam.
Kaidah berpikir yang mendalam dan benar itu harus dimiliki oleh setiap individu. Artinya, kita tidak gegabah, selalu waspada, dan berhati-hati sebelum berbuat. Perbuatan yang akan kita lakukan harus selalu sesuai dengan syariat Islam.
Islam membentuknya dengan menitikberatkan pada sistem pendidikan. Ini karena pendidikan merupakan jalan paling penting untuk mencetak generasi yang handal dan berkualitas.
Adapun faktor-faktor terbentuknya kaidah berpikir yang benar dalam sistem pendidikan Islam pada setiap Individu yaitu:
Pertama, kurikulum yang berasaskan akidah Islam, sehingga akan terbentuk pola pikir dan pola sikap sesuai dengan Islam.
Kedua, mengarahkan kepada keimanan dan ketakwaan sehingga tidak akan ada lagi generasi yang berbuat ceroboh karena standar perbuatannya adalah halal dan haram sesuai dengan hukum syara'.
Ketiga, mengarahkan potensi yang dimiliki sesuai dengan fitrah manusia.
Maka dari itu, hanya dengan sistem pendidikan Islamlah kita dapat memiliki generasi muda yang berkepribadian baik dan kuat serta berkarakter. Terbukti pada saat diterapkan, sistem pendidikan Islam berhasil menciptakan peradaban agung yang melahirkan banyak generasi hebat dengan segenap prestasi, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Waallahualam bishawab.
Oleh : Noviyanti, Sahabat Tinta Media