Tinta Media - Pendidikan yang merupakan kebutuhan asasi setiap warga negara adalah tanggung jawab negara. Sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Negara wajib memberikan aksesbilitas di semua jenjang pendidikan bagi seluruh masyarakat.
Jika melihat fakta yang terjadi saat ini, dunia pendidikan negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang terjadi disebabkan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang diterapkan. Beranekaragam persoalan dunia pendidikan semakin menggurita, mulai dari kasus manipulasi data kependudukan, praktik jual beli kursi sekolah hingga praktik jasa titipan orang dalam.
Modus baru 'cuci rapor' pun terjadi di Bandung, Cileunyi di Kabupaten Bandung dan Bogor. Ketua Ombudsman Jawa Barat, Dan Satriana meminta Dinas Pendidikan tegas dalam menanggulangi kecurangan PPDB. Seharusnya pemerintah tidak segan menganulir siswa yang terbukti memanipulasi nilai rapor, kemudian menyalurkan siswa tersebut ke sekolah negeri atau swasta yang masih memiliki kouta, untuk meminimalisir dampak psikologis siswa tersebut.
Menurut Dan, Kemendikbud belum terlihat menemukan solusi baru terkait sistem pendidikan, selain memperketat persyaratan PPDB.
Sebetulnya, ambisi orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri atau favorit adalah haknya. Seharusnya pemerintah sebagai penanggung jawab menyediakan sarana dan prasarana sekolah yang memadai, agar seluruh siswa bisa mendapatkan pendidikan yang adil dan merata.
Namun sayang, persoalan kecurangan dalam PPDB ini diselesaikan pemerintah dengan cara yang pragmatis. Negara membiarkan persoalan ini berlarut-larut. Akhirnya, para orang tua mengambil caranya sendiri, yaitu berkolusi dengan pihak sekolah.
Fenomena menumpuknya problematika pendidikan adalah cermin dari karut-marutnya dunia pendidikan negeri ini. Ditambah isu penghapusan pendidikan agama dari kurikulum nasional, semakin memperjelas bahwa pendidikan negeri ini berlandaskan sekulerisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan.
Bahkan, hasil penelitian Vit Machacek dan Martin Shrolec menyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua dalam hal ketidakjujuran akademik. Mereka meneliti artikel para akademikus yang terbit di berbagai jurnal predator sepanjang 2015-2017. Inilah bukti kegagalan sistemik pendidikan ala sekuler kapitalisme.
Target menjadikan Indonesia Emas 2045 jauh panggang dari api jika sistem pendidikan sekular kapitalisme ini masih menjadi landasannya. Bukannya menjadi Indonesia emas, tetapi Indonesia cemas.
Berbeda dengan pendidikan dalam sistem Islam yang mampu menjadikan individu-individu peserta didik yang bertakwa. Mereka tahu tujuan menuntut ilmu untuk apa, visi misi kehidupan ini untuk apa. Sehingga, mereka tidak akan tergoda untuk melakukan kecurangan-kecurangan seperti memanipulasi nilai rapor yang akan menjerumuskan pada kejahatan.
Pendidikan sistem Islam menempatkan lembaga (sekolah, perguruan tinggi dan masyarakat) untuk mengawasi dan mengawal agar tidak terjadi persoalan tersebut. Selain itu, dalam sistem pendidikan Islam, semua sekolah berstatus favorit karena biaya pendidikan dijamin negara, sistem pendidikan berbasis akidah Islam, kurikulum jelas dan terarah, sarana dan prasarana pendidikan tersedia, adil dan merata.
Oleh karena itu, sangat kecil kemungkinan terjadi kecurangan-kecurangan seperti praktik jual beli kursi sekolah, manipulasi data dan nilai rapor dan sebagainya. Kalaupun terjadi pelanggaran aturan, maka akan diberikan sanksi oleh hakim sesuai dengan kadar kesalahannya, bisa berupa hukuman ta'zir yang sangat keras karena termasuk kejahatan.
Rasulullah saw. bersabda,
"Hendaklah kamu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang jujur. Jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa pada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong." (HR. Muslim).
Maka dari itu, hanya sistem pendidikan Islam dalam naungan Daulah Islamiyyah yang mampu mewujudkan pemerataan pendidikan. Ideologi Islam mampu mencetak masyarakat yang mempunyai pemahaman Islam secara kaffah.
Wallahualam bisshawab.
Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media