Judol Menjalar ke Wakil Rakyat, Akankah Legalisasi Terjadi? - Tinta Media

Kamis, 15 Agustus 2024

Judol Menjalar ke Wakil Rakyat, Akankah Legalisasi Terjadi?

Tinta Media - Lebih dari 1000 orang wakil rakyat baik di lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ataupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terlibat judi online. Hal tersebut diungkapkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 26 Juni 2024. (news.republika.co.id)

Ivan mengatakan bahwa jumlah yang digambarkan PPATK terdiri dari anggota legislatif dan karyawan Sekretariat Jenderal DPR dan DPRD. Jumlah uang dan transaksi yang terjadi di situs judi online di DPR dan DPRD tersebut sangat besar, mencapai lebih dari 63.000 transaksi dengan total uang hingga 25 miliar. (news.republika.co.id)

Sungguh memalukan jika pejabat terpilih terlibat dalam perjudian online, meskipun hal itu bisa dihentikan. Namun nyatanya, mereka sendiri juga pelaku. Realitas seperti ini jelas mencerminkan betapa buruknya kualitas wakil rakyat, mulai dari integritas yang lemah, tidak amanah, dan kredibilitas yang rendah.

Di sisi lain, banyak wakil rakyat yang terjebak dalam perjudian online juga menyatakan bahwa masalah ini merupakan masalah sistem, bukan individu. Masyarakat harus menyadari bahwa kapitalisme adalah sistem batil yang mengatur mereka saat ini. 

Sistem dari Barat ini meniscayakan orang-orang yang memiliki kekuasaan menjadi serakah, karena notabenenya sistem kapitalisme berasaskan materi. Selama ada kesempatan untuk meraup keuntungan besar, kesempatan itu harus digunakan. Jadi tidak heran, sekalipun para pejabat sudah digaji sangat tinggi dari uang rakyat, mereka tetap terlibat judi online. 

Selain itu, sistem demokrasi yang digunakan oleh kapitalisme sebagai sistem pemerintahan meningkatkan kepentingan oligarki dan penguasa di antara anggota dewan. Hal ini terbukti dengan undang-undang yang dirancang, dibahas, dan disahkan oleh mereka sama sekali tidak berpihak pada masyarakat. 

Jadi, slogan wakil rakyat bekerja untuk rakyat hanyalah slogan kosong. Ini adalah contoh wakil rakyat dalam demokrasi kapitalisme. Mereka yang dipekerjakan tidak mengutamakan kredibilitas dan representasi masyarakat. Akibatnya, para wakil rakyat bekerja untuk kepentingan pribadi dan perusahaan daripada mewakili rakyat. 

Di dalam sistem Islam, anggota wakil rakyat dikenal sebagai majelis umat. Menurut kitab Ajhizah ad Daulah al Khilafah, majelis umat adalah majelis yang beranggotakan orang-orang yang mewakili kaum muslimin dan memberikan pendapat mereka. Mereka berkumpul di sana untuk diminta pendapat atau nasihat oleh Khalifah tentang berbagai masalah. Mereka bertugas sebagai perwakilan rakyat dalam mengevaluasi dan mengoreksi pejabat pemerintah. 

Majelis ini ada karena tindakan Rasulullah saw. yang sering meminta pendapat atau berbicara dengan anggota kaum Muhajirin dan Ansar yang mewakili kaum mereka. Ini juga didasarkan pada cara khusus Rasulullah saw. memperlakukan beberapa sahabat untuk meminta masukan dari mereka. Beliau lebih sering merujuk kepada mereka yang diperlakukan khusus dalam mengambil pendapat dibandingkan dengan merujuk kepada sahabat-sahabat lainnya.

Di antara mereka ada Abu Bakar ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Hamzah bin Abdul Muthalib, Bilal bin Rabbah, Abu Dzar al-Ghifari, Sa'ad bin Muadz, Sa'ad bin Ubadah, Usaid bin Hudair, al-Miqdad ibn al-Aswad, Hudzaifah bin al-Yaman, dan Salman al-Farisi.

Oleh karena itu, majelis umat berfungsi sebagai wakil rakyat dan bukannya untuk melakukan legalisasi seperti yang dilakukan oleh sistem demokrasi. Namun, majelis umat menjadi pengimbang kekuasaan eksekutif khalifah, sebab Allah Taala membolehkan untuk bersyura atau diskusi terkait perkara yang bisa didiskusikan, bukan diskusi terhadap hukum syariat. 

Allah Taala berfirman, "Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." QS. Ali Imran ayat 159. 

Wewenang dari majelis syura adalah memberikan usulan dan juga pendapat di setiap urusan di dalam negeri, seperti kesehatan, pendidikan, usulan membuat sekolah, membuat jalan, hingga membangun rumah sakit.

Selanjutnya, majelis umat juga mengoreksi para penguasa dan khalifah tentang berbagai hal yang mereka anggap sebagai kekeliruan. Jika pendapat mayoritas bersifat mengikat, maka pendapat majelis juga bersifat mengikat. Jika ada perselisihan dengan khalifah, perkara itu dibawa ke mahkamah mazalim.

Perihal judi, telah jelas Allah mengharamkannya. Allah Taala berfirman dalam QS Al Maidah ayat 90:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُوَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِالشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."

Dari ayat ini jelas terlihat bahwa perjudian diharamkan karena merupakan penghukuman terhadap suatu perbuatan, meskipun dinyatakan dengan kata "kekejian" dan termasuk perbuatan setan. Ini menunjukkan bahwa perbuatan itu haram secara pasti. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini.

Dengan demikian, tidak ada solusi yang bisa menuntaskan kemaksiatan judi online, selain penerapan hukum Islam oleh negara Khilafah Islam. Khilafah tidak akan pernah mengizinkan praktik perjudian, termasuk perjudian online, dan akan memastikan bahwa setiap orang memahami hukum haram perjudian dan sanksi tegas terhadap pelakunya.

Khilafah memberlakukan hukum ta'ziir (bisa berupa hukuman cambuk) terhadap pelaku judi. Khalifah sebagai kepala negara bertanggung jawab untuk menjaga kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi warganya dan mencegah mereka terjebak dalam perjudian.
Wallahualam bishawwab.

Oleh: Amellia Putri, Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :