Jerat Ribawi Perumahan Subsidi - Tinta Media

Sabtu, 03 Agustus 2024

Jerat Ribawi Perumahan Subsidi

Tinta Media - PT. Kreasi Prima Nusantara (KPN) telah meluncurkan Perumahan Subsidi baru. Proyek ke-8 ini bertajuk Pesona Prima 8 Banjaran, yang menghadirkan 497 unit rumah. Target penjualan seluruh unit rumah selesai dalam satu tahun. Pengembang menjalin kerja sama dengan BTN Syariah dan Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk memberi kemudahan kepada konsumen. Penyerahan unit rumah akan diberikan kepada konsumen beserta Sertifikasi Hak Milik (SHM ). (Kompas.com)

Siapa yang tidak ingin mempunyai hunian yang bagus nan indah? Apalagi di dalamnya bisa menjadi tempat ternyaman untuk melakukan aktivitas keluarga, tempat berlindung dari panas dan hujan, juga tempat melepas lelah sehabis bekerja. 

Namun sayangnya, di tengah-tengan kemajuan zaman, rumah adalah kebutuhan yang paling sulit untuk dimiliki oleh sebagian masyarakat. Kenapa demikian? Karena terjadi ketimpangan sosial dan ekonomi yang terjadi di tengah masyarakat negeri ini. 

Tidak meratanya kesejahteraan masyarakat mengakibatkan backlog perumahan (jumlah kekurangan rumah) terus meningkat hingga mencapai 12,17 juta. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan papan, sebagian masyarakat ada yang menyewa rumah kontrakan, ada yang menumpang di rumah sanak saudara, ada yang tinggal di dalam rumah yang tak layak huni, sebagian lagi terpaksa memilih mencicil perumahan bersubsidi demi memenuhi tuntutan kebutuhan pokok tersebut walau terasa berat.

Perumahan subsidi yang bertujuan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar memiliki rumah, nyatanya malah membebani masyarakat. Sebab, sudahlah berpenghasilan rendah, ditambah lagi harus mencicil rumah setiap bulan.

Apakah hadirnya perumahan subsidi ini benar-benar menjadi solusi untuk mewujudkan pemerataan dalam pemenuhan kebutuhan papan rakyat?

Inilah bukti dari lepas tangannya negara dalam meriayah masyarakat. Negara memberikan solusi untuk keluar dari masalah dengan menghadirkan masalah baru. Pantas saja setiap problematika yang terjadi di tengah masyarakat tidak pernah terselesaikan.

Alih-alih bertanggung jawab jawab kepada masyarakat, negara malah memberikan tugasnya kepada pihak swasta untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat.

Pihak swasta (para pengembang perumahan) menawarkan rumah subsisdi dengan menggaet bank pemerintah dan bank syariah untuk menarik perhatian konsumen. Iming-iming label 'subsidi', kenyamanan lokasi perumahan, Sertifikasi Hak Milik (SHM), dan kemudahan dalam pembiayaan, merupakan strategi marketing para pengembang perumahan. 

Alhasil, karana terdesak kebutuhan pokok, banyak masyarakat yang kemudian memilih perumahan subsidi dan berujung pada utang cicilan dan riba.

Padahal, seharusnya pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan dibebankan kepada negara, bukan pada individu masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah. 

Negara harus memberikan fasilitas secara maksimal untuk menyediakan perumahan bagi rakyat, bukan malah menggandeng pihak swasta, kemudian menawarkan perumahan dengan istilah 'subsidi'.

Dalam sistem sekulerisme kapitalisme, negara lepas tangan dan membiarkan masyarakat terjebak dalam kubangan utang riba yang jelas-jelas hukumnya haram dalam Islam. 

Penguasa dalam sistem ini berselingkuh dengan para pengusaha dan oligarki demi meraup keuntungan besar dari bisnis perumahan subsidi ini.

Ini berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam (Khilafah). Islam mempunyai mekanisme dalam memenuhi kebutuhan pokok tanpa merugikan dan menzalimi masyarakat.

Sistem Islam memosisikan penguasa (imam) sebagai periayah (pelayan) urusan rakyat. Dengan berlandaskan hukum syara', penguasa dilarang menyimpang dari hukum syara' apa pun alasannya. 

Rasulullah saw. bersabda, "Imam adalah pelayan dan ia bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya."

Oleh karena itu, penguasa akan berusaha dengan maksimal dalam melayani rakyat, semata-mata mengharap rida Allah Swt. 

Termasuk dalam memenuhi kebutuhan rumah rakyatnya, negara tidak boleh mengalihkan tanggung jawab kepada pihak swasta (pengembang perumahan, bank-bank, dan badan usaha).

Apalagi jika rakyat termasuk masyarakat berekonomi rendah, yang jelas-jelas tidak mempunyai kemampuan untuk membeli, bahkan mencicil rumah. 

Negara harus memberikan lahan milik negara untuk dibangun rumah oleh rakyat. Negara juga boleh membangun rumah di lahan milik negara untuk rakyat yang tidak mampu. 

Begitu juga jika terdapat rutilahu (rumah tidak layak huni), kewajiban negaralah untuk merenovasi rumah tersebut tanpa melalui perantara atau pihak swasta.

Penerapan sistem ekonomi Islam berdampak pada kemapanan negara dalam memenuhi seluruh kebutuhan sandang, pangan, dan papan rakyat. 

Baitul mal merupakan tempat sekaligus lembaga pengatur keuangan negara. Sumber pendapatannya berasal dari hasil pengelolaan SDA yang dikelola oleh negara, bukan oleh pihak asing atau oligarki yang gemar menzalimi rakyat.

Aturan tegas pun akan diterapkan negara untuk mencegah penguasaan lahan oleh pihak korporasi, yang akan menghalangi negara dalam proses penjaminan ketersedian lahan untuk perumahan rakyat.

Maka dari itu, hanya negara yang menerapakan syariah Islam secara kaffah, yang mampu menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk menyediakan perumahan yang layak untuk di huni tanpa embel-embel 'subsidi'. Wallahualam bisshawab.

Oleh: Neng Mae, Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :