Tinta Media - Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum, maka sebagai rakyat Indonesia kita semua akan terikat dengan hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu undang–undang dan di mata hukum semua rakyat Indonesia sama sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-IV : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Inilah janji Negara Republik Indonesia yang menganut sistem demokrasi dalam pemerintahannya kepada seluruh rakyat Indonesia.
Nyatanya banyak sekali kita lihat tindak kejahatan, yang tidak mampu diselesaikan secara tuntas oleh penegak hukum. Kasus Vina Cirebon misalnya, pembunuhan tersebut sudah terjadi sejak tahun 2016, namun belum menemukan titik terang pelaku pembunuhan sampai sekarang, malah terjadi salah tangkap tersangka yang dilakukan oleh aparat kepolisian. (nasional.kompas.com/13/06/2024)
Kasus lain yang beredar di masyarakat yaitu kasus penganiayaan kepada Dini Sera Afrianti menyebabkan kematian korban. Penganiayaan ini dilakukan oleh kekasihnya yaitu Ronald Danur. Kasus ini menambah amarah publik kepada penegak hukum, dikarenakan vonis bebas yang diputuskan hakim kepada Ronald Danur dengan alasan tidak terbukti secara sah. Dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau Pasal 259 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP. Padahal dari bukti yang di serahkan oleh pengacara keluarga korban yaitu rekaman CCTV dan juga hasil visum tubuh korban menyatakan adanya penganiayaan. (m.jpnn.com 8/07/2024)
Sebenarnya jika kita kulik lebih dalam, banyak sekali terjadi kasus kejahatan yang tidak ditangani secara tuntas oleh aparat penegak hukum. Bahkan kita sendiri bisa merasakan bahwa hukum yang ada di negara ini, semakin tumpul ke atas namun sangat tajam ke bawah. Para pelaku jika memiliki harta, jabatan atau bahkan kekuasaan akan mampu terbebas dari hukuman atau mendapatkan hukuman yang ringan tidak sesuai dengan kejahatannya. Hal ini semakin memperjelas bahwa hukum dalam sistem demokrasi jauh dari ideologi Negara yaitu Pancasila, tepatnya sila ke 5 yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Ditambah lagi asas kehidupan manusia yang berlaku adalah asas kapitalis atau keuntungan, maka tak heran, jika kita akan temukan hukum yang akan menguntungkan sebahagian pihak. Baik keuntungan untuk individu atau kelompok. Bahkan akan sangat jarang kita temukan hukum yang dibuat demi kepentingan kesejahteraan rakyat. Seperti yang kita rasakan hari ini.
Dalam Sistem Demokrasi akan kita temukan celah demi celah ketidakadilan, Tak jarang menimbulkan kezaliman. Inilah dampaknya jika hukum di buat oleh manusia, maka hasilnya bukanlah demi kemaslahatan umat namun kemaslahatan sebahagian golongan serta kerusakan dan kehancuran bagi yang lainnya. Karena pada dasarnya siapa yang menciptakan dialah yang mampu membuat peraturan terbaik untuk hasil ciptaannya. Sebagaimana seorang pembuat ponsel mengeluarkan ponsel beserta dengan aturan yang harus di gunakan oleh pengguna ponsel tersebut, jika penggunaannya tidak sesuai dengan peraturannya. Contohnya ponsel tidak tahan air tapi ponsel itu kita gunakan untuk berenang maka jelas ponsel itu akan rusak dan padam.
Begitu pun kita sebenarnya, manusia adalah makhluk ciptaan Allah, dan Allah bukan hanya menciptakan kita saja namun Allah menciptakan kita sepaket dengan aturan kehidupan manusia. Yang mana itu tertuang dalam Al-Qur’an dan sunnahnya Rasulullah. Maka kita seharusnya sebagai manusia juga menggunakan aturan Allah dalam kehidupan, sebagaimana perintah untuk masuk ke dalam Islam secara sempurna yang tertera dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 208 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208).
Maka dari itu dalam Islam tidak boleh hanya mengambil sebahagian hukum dan meninggalkan yang lain, sebagai contoh kita beriman kepada Allah dengan shalat dan zakat namun di satu sisi kita menghalalkan perbuatan riba dan zina. Hal ini tidaklah diperbolehkan, sebagai manusia yang mengimani Allah maka kita haruslah beriman secara keseluruhan. Sebagai konsekuensi keimanan kita kepada Allah maka kita juga harus beriman dengan apa yang Allah katakan di dalam Al-Qur’an, kita terikat kepada aturan yang tertera di dalam Al-Qur’an.
Islam bukanlah sebuah agama yang hanya mengajarkan tentang ibadah kepada sang maha pencipta saja, namun Islam juga memiliki segala solusi atas permasalahan yang terjadi hari ini. Baik dalam hubungan manusia dengan dirinya ataupun manusia dengan manusia lainnya. Islam bukan hanya difokuskan kepada perbaikan ketakwaan individu tetapi juga 2 pilar lainnya yang harus di bangun yaitu adanya kontrol masyarakat sebagai pelaksana dari pada ketakwaan itu sendiri untuk menjalankan maar ma’ruf nahi mungkar. Serta dengan adanya sebuah negara yang akan menjadi pelindung dan pelaksana aturan-aturan Islam. Sebagaimana firman Alllah, yang terkandung dalam surah Al-Maidah ayat 44, “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”
Negara nantinya yang akan menjadi pelaksana dari aturan Allah baik dari segi pelaksanaan hak untuk diri sendiri maupun pelaksanaan yang menyangkut hidup masyarakat luas. Di bidang hukum sendiri negara tidak akan lagi membedakan pengadilan untuk kejahatan dan pengadilan agama. Semua kasus yang terjadi di bawah institusi negara Islam yaitu Khilafah akan diadili dalam pengadilan yang sama dan dihukumi sesuai dengan kejahatan yang dilakukan. Pengadilan akan menjalankan fungsi hukuman yaitu memberikan efek jera bagi pelaku. Memberikan rasa takut untuk yang melihatnya dan sebagai penggugur dosa di dunia. Begitu pun dengan orang–orang yang akan menjalankan amanah sebagai hakim atau Qodi akan menjalankan peraturan sesuai dengan hukum yang berlaku atas dasar ketakwaan kepada Allah. Sehingga tidak terjadi celah ketidakadilan di masyarakat dan tidak ada perbedaan hukuman antara lapisan masyarakat termasuk pemimpin atau Khalifah akan mendapatkan hukuman sesuai dengan kesalahan yang di lakukan. Sehingga dengan begitu maka akan terwujudlah kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Wallahu a’lam.
Oleh : Zayyin Afifah, A.Md., S.Ak., Pengajar dan Aktivis Dakwah