Dulu Tomboy, Kini Aktivis Dakwah (Nur Aliyah, Warga Jagakarsa) - Tinta Media

Senin, 26 Agustus 2024

Dulu Tomboy, Kini Aktivis Dakwah (Nur Aliyah, Warga Jagakarsa)

Tinta Media - Meski sudah melahirkan tiga orang anak, penampilannya masih tomboy: pakai kaos, celana 𝑗𝑒𝑎𝑛𝑠 dan sepatu sket bila bepergian. Bila sekadar berada di sekitar rumah atau ke warung, celana pendek dan kaos menjadi favoritnya.

“Malu pakai baju perempuan, apalagi pakai kerudung,” ujar Nur Aliyah, warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, kepada 𝐴𝑙-𝑊𝑎’𝑖𝑒, akhir Juni 2011.

Namun, tidak lama sejak mengikuti tabligh akbar dai mantan artis Hari Moekti awal Februari 2009 di Masjid Al-Birru, Jagakarsa, penampilannya berubah 180 derajat: kerudung dan jilbab selalu dia kenakan tiap kali ke luar rumah.

Bahkan perempuan kelahiran Jakarta 46 tahun lalu itu kini menjadi seorang aktivis dakwah. Suami, ketiga anaknya, kedua orang tuanya, saudara-saudaranya, serta tetangganya, semua dia ajak memahami Islam kaffah.

𝐊𝐨𝐫𝐛𝐚𝐧 𝐒𝐞𝐤𝐮𝐥𝐚𝐫𝐢𝐬𝐦𝐞

Aliyah mulai benar-benar melepaskan kerudung sejak duduk di bangku SMP. Sebelumnya, semasa SD ia rajin mengaji dan mengenakan karebo (sebutan untuk pakaian Muslimah saat itu), namun pulang ngaji karebo-nya kembali dilepas.

“Terus sudah selesai 𝑑𝑖𝑔𝑎𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑖𝑛. Pakai celana pendek lagi. Kalau keluar, baru pakai celana panjang,” kenangnya.

Aliyah merasa tidak bersalah dengan caranya berpakaian. Ia pun memiliki karakter yang tidak mau diam bila melihat hal-hal yang dia anggap tidak benar. Celakanya, nilai yang dianggap benar olehnya saat itu adalah nilai sekularisme, nilai yang memisahkan kehidupan sehari-hari dengan agama.

Makanya ketika duduk di bangku SMA dan melihat ada temannya mengenakan kerudung dan rok yang lebih panjang dari anak sekolah lainnya, ia langsung angkat bicara.

“Ini sekolahan. Kamu jangan pakai kerudung begitu. Kalau pakai kerudung itu di pengajian!” ketusnya saat itu.

𝐌𝐞𝐧𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐳𝐚𝐥𝐢𝐦𝐚𝐧

Meski demikian, Aliyah pun termasuk orang yang peduli. Ia tidak suka bila melihat ada orang yang dizalimi. Ia langsung melabrak teman-temannya yang mengejek teman sekelasnya yang terkena penyakit kulit eksim.

Ia pun muak dengan pemerintahan yang korup yang dipertontonkan di televisi. Ia senang sekali ketika melihat ada suara-suara lantang di televisi menentang kezaliman pemerintah. Apalagi melihat ormas Islam tersebut di televisi yang mengibarkan bendera hitam dan putih demo menentang kenaikan harga BBM, menentang kezaliman lain yang dilakukan pemerintah.

Makanya, ketika melihat ada pamflet tablig akbar yang diselenggarakan oleh ormas Islam Jagakarsa, ia dan salah satu anak perempuannya datang. Ia mendengar ceramah Kang Hari Moekti dengan saksama dan mengisi angket kesediaan mengenal ormas Islam tersebut lebih lanjut.

Dua pekan setelah ia melingkari opsi bersedia, kemudian datanglah seorang aktivis Muslimah  Jagakarsa yang diutus mengontak dirinya. Usai mendengar aktivis itu menjelaskan visi, misi dan aksinya, Aliyah langsung berkomentar, “Ih, ini mah 𝑛𝑔𝑎𝑗𝑎𝑘𝑖𝑛 mendirikan negara Islam.”

Dengan enteng sang aktivis menjawab, “𝐸𝑚𝑎𝑛𝑔 iya.”

Sejenak Aliyah tertegun memikirkan jawaban aktivis tersebut. “Apa iya, jangan-jangan nanti aku jadi pemberontak? Tapi ya sudah deh, ikutin saja dulu,” ujarnya menceritakan jalan pikirannya saat itu.

Ia pun menyangka nantinya dirinya akan disuruh melakukan bom bunuh diri. Namun, sangkaan itu sirna setelah dijelaskan bahwa metode mendirikan negara Islam itu dengan dakwah bukan dengan bom.

Setelah dijelaskan tentang akidah Islam dan kewajiban terikat terhadap syariah, maka dua bulan setelah pertemuan itu, tanpa membantah ia pun langsung bersedia mengamalkan Al-Qur’an surah an-Nur Ayat 31, yakni mengenakan kerudung (𝑘ℎ𝑖𝑚𝑎𝑟) hingga menutup dada, serta menggunakan baju terusan tanpa terpotong (𝑗𝑖𝑙𝑏𝑎𝑏) hingga di bawah mata kaki (𝑖𝑟𝑘ℎ𝑎), sesuai dengan Al-Qur’an surah al-Ahzab Ayat 59.

Ia selalu mengenakan keduanya setiap kali ke luar rumah atau ketika menemui laki-laki yang bukan mahram di dalam rumah sesuai perintah Nabi Muhammad SAW di dalam berbagai haditsnya.

Ilmu yang dia dapat dari pertemuan rutin sepekan sekali, ia sampaikan kembali kepada teman-teman, tetangga dan keluarganya. Teman dan keluarganya tidak semua tinggal di Jagakarsa. Ada yang di kecamatan lain, bahkan di luar Jakarta.

Karena itu, pada hari ini ia bisa di Lenteng Agung, esoknya ke Pondok Labu, di hari lain ke Bogor. Semua dia ajak untuk mengkaji Islam lebih dalam. Selain itu ia pun memberikan oleh-oleh bacaan buat mereka.

“Waktu aku kontak-kontak itu, ngasih Media Umat, al-Wa’ie dan al-Islam. Pokoknya, itu tas penuh. Biar kata 𝑔𝑎 ada duit, 𝑏𝑖𝑎𝑟𝑖𝑛 saya beli, nanti rezekinya Allah beri lagi,” ujar wanita yang berlangganan lima eksemplar tabloid Media Umat itu.

𝐏𝐞𝐧𝐮𝐡 𝐁𝐞𝐫𝐤𝐚𝐡

“Ibu Aliyah itu orangnya mau berpikir, mau berubah ke arah yang lebih baik, banyak ibu-ibu yang dikontak, meski sudah dijelaskan tentang akidah Islam, keterikatan terhadap syariah dan dibacakan dalil-dalilnya tetap saja tidak berubah,” ujar aktivis yang mengontak Aliyah kepada 𝐴𝑙-𝑊𝑎’𝑖𝑒.

Hari Moekti dalam tablig akbarnya di Al-Birru dua tahun lalu, dengan tegas mengatakan semoga yang hadir dalam majelisnya saat itu mendapatkan berkah dari Allah SWT.

“Berkah artinya 𝑧𝑖𝑦𝑎𝑑𝑎𝑡𝑢𝑙 𝑘ℎ𝑎𝑖𝑟 (bertambahnya kebaikan)!” lantangnya di depan Aliyah dan ratusan warga Jagakarsa lainnya.

Masyaallah, rupanya Aliyah mendapat keberkahan itu. “Yang istiqamah, ya Bu!” 𝐴𝑎𝑚𝑖𝑖𝑛. []

Oleh: 𝐉𝐨𝐤𝐨 𝐏𝐫𝐚𝐬𝐞𝐭𝐲𝐨

𝐷𝑖𝑚𝑢𝑎𝑡 𝑑𝑖 𝑚𝑎𝑗𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑙-𝑊𝑎’𝑖𝑒 𝐸𝑑𝑖𝑠𝑖 𝐾ℎ𝑢𝑠𝑢𝑠 𝑁𝑜. 131: 𝐺𝑒𝑚𝑝𝑖𝑡𝑎 𝐾𝑜𝑛𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑅𝑎𝑗𝑎𝑏 1432 𝐻 (𝐽𝑢𝑙𝑖 2011).


Assalaamu'alakum Wr. Wb.

Telah wafat sdr. Nur Aliyah M.Pd/Alumni Program Studi MPI STAI ALHIKMAH Jakarta Angkatan 2020. Semoga beliau termasuk من اهل الخير و اهل الجنة...🤲🤲, dan marilah sejenah kita membacakan Al-Fatihah kepada Almarhumah...الفاتحة...

Wassalaamu'alaikum Wr. Wb.

(Suhada)

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :