Tinta Media - "Saya lihat ajaran Mama Ghufron di YouTube isinya sesat," kata aktivis Islam Farid Idris dalam sebuah pernyataan yang dikirimkan kepada redaksi www.suaranasional.com pada hari Rabu (19/6/2024). Mama Ghufron, yang mengaku seorang wali dan telah menulis 500 kitab berbahasa Suryani serta bisa berbicara dengan semut, telah menyebarkan kebodohan.
Selain kasus tersebut tentunya kita masih ingat deretan kasus penistaan terhadap agama. Di antaranya adalah yang dilakukan oleh pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang. Kemudian kasus aktivis media sosial Permadi Arya atau yang dikenal sebagai Abu Janda dilaporkan atas dugaan penistaan agama dalam cuitannya yang dinilai merendahkan agama Islam.
Pada November 2019, Sukmawati Soekarnoputri, putri Presiden pertama Indonesia Soekarno, didakwa atas tuduhan penistaan agama karena puisinya, yang dianggap merendahkan agama Islam, membandingkan Presiden Sukarno dengan Nabi Muhammad SAW. Dan ada banyak lagi kasus serupa.
Mengapa Terus Berulang?
Kalau kita cermati kasus penistaan agama ini seakan tidak ada hentinya. Hal ini disebabkan karena tidak ada sanksi hukum yang tegas dan membuat pelaku penistaan jera. Hukum saat ini hanya formalitas semata. Ada pihak yang melaporkan, kemudian penegak hukum akan meminta keterangan kepada tersangka. Setelah itu dijatuhi hukuman ringan. Apalagi kalau masyarakat tidak mengawal kasusnya. Pasti kasusnya akan menguap begitu saja.
Padahal kasus penistaan terhadap agama ini kalau di biarkan justru bisa merusak akidah umat. Bagaimana tidak? Mama Ghufron ini mengajarkan kesesatan. Apa yang mereka yakini telah keluar dari akidah Islam yang lurus. Menyatakan bahwa semua agama bisa masuk surga karena ada gardu masing-masing. Jelas ini bertentangan dengan Islam. Allah SWT berfirman:
اِÙ†َّ الدِّÙŠْÙ†َ عِÙ†ْدَ اللّٰÙ‡ِ الْاِسْÙ„َامُ ۗ
Artinya: "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam." Ajaran mama Ghufron adalah pluralisme yaitu menganggap bahwa semua agama benar. Termasuk pernyataannya bahwa dia penjaga neraka. Mengklaim bisa berbahasa jin dan semut. Tentu semua ini adalah kebohongan.
Hal serupa tentunya akan mudah terjadi, mengingat kebebasan berpendapat diakui dalam sistem hidup hari ini. Yaitu sistem demokrasi sekuler. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya boleh mengatur manusia di ruang privat. Diruang publik agama tidak boleh turut campur. Inilah yang menjadikan penistaan itu tumbuh subur dengan mengatasnamakan kebebasan berpendapat dan berperilaku.
Bagaimana Solusi Islam
Islam menjadikan negara sebagai penjaga akidah umat. Sebagaimana yang termaktub di dalam maqasid syariah. Bahwa negara akan membentengi umatnya dari hal-hal yang dapat merusak akidah. Penjagaan akidah dilakukan negara Khilafah dengan melalui mekanisme sebagai berikut.
Pertama, Khilafah akan menancapkan dasar-dasar akidah islamiah melalui pendidikan dan pembinaan umum.
Kedua, Khilafah akan melarang dakwah atau penyebaran ajaran non-Islam, baik secara langsung maupun melalui media massa. menghentikan akses ke materi ajaran yang tidak benar, seperti film, selebaran, majalah, dan lainnya, dan menetapkan hukuman keras bagi mereka yang melanggarnya.
Ketiga, Khilafah akan menerapkan sanksi tegas kepada orang yang melakukan penistaan terhadap agama. Sanksi yang tegas ini akan membuat efek jera kepada pelaku dan mencegah orang lain untuk melakukan kejahatan yang serupa. Sejarah telah mencatat bagaimana sikap tegas yang ditunjukkan oleh Khilafah Utsmaniyah.
Khalifah Abdul Hamid II bertindak tegas terhadap sebuah pementasan teater yang akan menistakan kemuliaan Nabi SAW. Dia langsung meminta Kerajaan Inggris untuk menghentikan pementasan teater tersebut. "Saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita!" tegas Khalifah. Saya akan mengobarkan jihad akbar! "Kemudian Inggris menghentikan pertunjukan."
Begitulah seharusnya sikap yang harus diambil oleh negara. Yang memiliki pandangan bahwa setiap pelanggaran terhadap syariat adalah kemaksiatan yang harus diberikan sanksi tegas dan menjerakan.
Oleh : Hj. Imas Heniyati, Komunitas Peduli Umat