Catatan Kritis di Balik Peringatan Hari Anak Nasional - Tinta Media

Rabu, 07 Agustus 2024

Catatan Kritis di Balik Peringatan Hari Anak Nasional

Tinta Media - Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli berdasarkan keputusan Presiden No. 44/1984 bertepatan dengan tanggal pengesahan undang-undang tentang Kesejahteraan Anak. Tahun ini merupakan peringatan Hari Anak Nasional yang ke-40. Setiap tahun, ada tema berbeda yang dipilih agar peringatan bisa difokuskan ke sejumlah tujuan dan persoalan. 

Mengutip dari situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), tema Hari Anak Nasional 2024 ini sama seperti tahun lalu, yakni “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. 

Apabila kita perhatikan, peringatan  Hari Anak Nasional yang diselenggarakan tiap tahun tersebut hanyalah formalitas semata. Faktanya, permasalahan anak makin lama makin banyak dan rumit. Masalah-masalah anak yang hingga kini belum terselesaikan terdiri dari banyak aspek, misalnya kesehatan, kemiskinan, kekerasan terhadap anak, pendidikan, pekerja anak, pernikahan anak, anak jalanan, dll.

Dari segi kesehatan, menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2022, stunting di Indonesia masih sangat tinggi, mencapai 24,4%. 

Angka kematian anak di bawah usia 5 tahun masih tinggi, yaitu 24,9 per 1.000 kelahiran hidup. Belum lagi masalah kesehatan anak yang viral akhir-akhir ini, yakni tentang maraknya anak-anak yang mengalami gagal ginjal sehingga harus melakukan cuci darah.

Kasus kekerasan pada anak, terutama kekerasan seksual, saat ini juga mengalami peningkatan yang signifikan. Data KPAI menunjukkan bahwa kasus ini meningkat 60% dari jumlah seluruh anak yang membutuhkan perlindungan khusus. 

Masalah lain yang tak kalah viral sepanjang tahun 2024 yaitu sebanyak 1.160 anak usia di bawah 11 tahun bermain judi online. Nilai transaksinya sudah menyentuh Rp3 miliar. Hal ini disampaikan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Gedung KPAI Jakarta Pusat. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa anak usia 11 hingga 16 tahun yang terlibat judi online mencapai 4.514. Nilai transaksinya mencapai Rp7,9 miliar, sedangkan anak rentang usia 17-19 tahun merupakan yang terbanyak main judi online. Jumlahnya mencapai 191.380 orang dengan nilai transaksi mencapai Rp282 miliar. 

Pemerintah memang tidak tinggal diam melihat berbagai permasalahan yang dialami anak ini. Banyak program yang telah dijalankan dengan dana yang tidak sedikit. Misalnya, pemerintah membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga). Pemerintah juga melakukan pengoptimalan dan pembinaan peran Tim Pendamping Keluarga. 

Melalui Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA), pemerintah menjalankan program Sekolah Ramah Anak dan lain sebagainya. Namun, nyatanya  permasalahan-permasamalahan yang dialami anak semakin hari semakin bertambah. 

Anak semakin jauh dari kesehatan, kesejahteraan, keamanan, dan keimanan pada Allah Swt.

Hal ini membuktikan bahwa pemerintah telah gagal karena solusi yang dijalankan tidak menyentuh akar permasalahan. 

Akar permasalahan anak ini sebenarnya karena diterapkannya sistem kapitalisme sekuler liberal yang memisahkan agama dari kehidupan. Aturan yang dipakai selama ini adalah aturan rusak buatan manusia yang sangat jauh dari aturan Tuhan.

Aturan sekuler buatan manusia ini telah menghilangkan peran dan fungsi keluarga. Peran keluarga sebagai pilar utama penjaga generasi telah tereduksi dari berbagai sisi. 

Orang tua sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam melindungi, mendidik, dan membina anak hanya berfokus pada tanggung jawab finansial. Bahkan, kasus-kasus pada anak seperti kekerasan fisik dan seksual justru banyak dilakukan oleh keluarga sendiri.
 
Ini adalah gambaran lemahnya peran pendidikan dalam keluarga. Hal ini menunjukan semakin jauhnya mayoritas keluarga muslim Indonesia dari aturan agamanya sendiri. Terlebih sistem pendidikan hari ini bersumber dari sekulerisme.

Sistem ekonomi kapitalisme membuat persoalan anak semakin kompleks.
Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Hanya penerapan Islam kaffah yang bisa mewujudkan anak bahagia dan sejahtera. 

Dalam Islam, negara wajib menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat, termasuk anak-anak. Islam juga memiliki sistem ekonomi yang mengatur kepemilikan dan mewajibkan pengelolaan kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat. 

Tidak hanya itu, negara juga menjamin keamanan dan keselamatan anak-anak. Negara wajib memerintahkan setiap individu untuk melindungi pihak yang lemah, termasuk anak-anak. 

Islam pun memiliki sistem sanksi yang selain mampu membuat jera pelaku kejahatan terhadap anak, juga mampu mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. 

Pada saat yang sama, Islam membangun keimanan kepada Allah sebagai asas kehidupan, baik pada individu, masyarakat, maupun negara. 

Dengan asas akidah Islam, semua pihak menyadari adanya pertanggungjawaban di akhirat atas semua perilaku di dunia. Kesadaran ini akan mencegah seseorang untuk melakukan tindak kejahatan atau melindungi perilaku jahat. 

Islam juga memerintahkan setiap individu untuk peduli pada nasib sesamanya di dunia dan menjanjikan keberuntungan yang besar di akhirat kelak. 

Sungguh, perlindungan anak secara sempurna hanya akan terwujud ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan, yaitu dalam bangunan Khilafah Islamiah. Wallahualam bissawab.

Oleh: Maulida, Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :