Bunuh Diri, Benarkah Solusi? - Tinta Media

Kamis, 01 Agustus 2024

Bunuh Diri, Benarkah Solusi?

Tinta Media - Kasus bunuh diri di Indonesia kian hari kian meningkat. Provinsi Bali pada tahun 2023 terdapat 135 kasus bunuh diri yang tercatat di data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri. Padahal jumlah penduduk Bali di kisaran 4,3 juta jiwa. Jadi angka tersebut tergolong tinggi, dibandingkan dengan provinsi lainnya.

Kasus lainnya adalah kecamatan Karimun, Kabupaten Karimun. Pada awal tahun 2024, juga terdapat empat kasus bunuh diri dalam kurun waktu satu bulan. Selain dua provinsi di atas, sebenarnya masih banyak lagi kasus yang bunuh diri yang terjadi (CCN Indonesia, 2/07/2024).

Pemerintah menyadari bahwa ini adalah persoalan yang cukup serius. Karena kasus yang terjadi sudah mencapai angka ratusan. Maka dari itu, Pemerintah Provinsi Bali melakukan ajakan kepada masyarakatnya untuk mencari solusi agar angka bunuh diri di Bali menurun. Tetapi ternyata fakta bunuh diri masih tetap ada.

Beban hidup yang makin bertambah berat, ditambah depresi yang dirasakan, apalagi tipisnya iman menjadikan bunuh diri sebagai solusi cepat. Fenomena ini menunjukkan lemahnya mental masyarakat saat ini.

Kegagalan Sistem

Fenomena ini adalah buah dari kegagalan sistem saat ini yang tidak mampu mencetak generasi yang bermental kuat, bersyukur dan bersabar dalam menghadapi masalah. Akibatnya, mental masyarakat menjadi lemah dan mudah mengambil jalan pintas. Ini semua karena pandangan hidup yang meraka ambil, yaitu sekuler -memisahkan agama dari kehidupan-. Imbasnya, masyarakat mengalami krisis identitas sebagai seorang hamba dan krisis keimanan.

Sekularisme yang terlahir dari ideologi kapitalisme, memandang bahwa kehidupan hanya berlandaskan materi dan manfaat semata. Maka, ini akan mendorong seseorang untuk mencapai segala sesuatu yang bersifat materi, dan akan menggunakan segala macam cara untuk mendapatkannya tanpa melihat halal dan haram.

Sampai-sampai masyarakat memilih untuk melakukan pinjaman online atau bahkan judi online hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mereka melakukan hal tersebut hanya untuk sekadar memenuhi gaya hidupnya yang suka pamer, flexing atau hedon.

Sangat disayangkan, di sini negara seakan - akan berlepas tangan ketika mengetahui rakyatnya mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Karena banyak sekali kebijakan negara yang tidak memihak kepada rakyat, seperti bahan pangan mahal, biaya pendidikan mahal, pajak naik dan masih banyak lagi kebijakan yang tidak pro dengan rakyat.

Pendidikan yang berlandaskan sekuler hanya mampu mencetak generasi yang bermental lemah, individualis, hedonis dan jauh dari kata generasi bermental baja.

Islam memiliki sistem kenegaraan. Sistem pemerintahan Islam (khilafah) bertugas untuk melayani dan mengurusi kepentingan rakyatnya. Salah satunya dengan menyediakan pendidikan gratis yang berlandaskan akidah Islam. Tujuannya adalah mencetak generasi yang berpola pikir Islam dan berpola sikap Islam, yaitu berkepribadian Islam.

Maka dari sini, generasi ini akan terbentuk menjadi generasi yang kuat, yang mampu menghadapi serta menyelesaikan masalah pribadi dan masyarakat.

Dalam masalah ekonomi, negara juga akan mengatur perekonomian sedemikian rupa. Seperti akan mengondisikan harga pangan di pasaran. Supaya harga tetap stabil dan tidak ada permainan harga. Negara juga melarang adanya praktik pinjaman online dan judi online.

Islam menjadikan negara sebagai ra’in yang akan mengurusi dan memberikan kehidupan yang terbaik untuk rakyatnya. Kebutuhan terjamin, kesehatan mental terjaga dan masih banyak lagi. Semua itu hanya akan terwujud dengan penerapan Islam kafah di dalam negara Islam.

Oleh: Annisa, Komunitas Setajam Pena

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :