Tinta Media - Berbagai skandal perselingkuhan di dunia pendidikan membuat hati teriris seluruh orang tua dan murid. Salah satu yang sedang hangat dibincangkan adalah hubungan tak terpuji antara kepala SMAN 13 Kota Bekasi yang berlokasi Rawalumbu dengan bendahara komite. Sebagai buntutnya, siswa SMAN 13 mengekspresikan kekecewaannya dengan berunjuk rasa di lapangan sekolah tanggal 25 Juli lalu. Tak hanya perilaku amoral yang diprotes namun para murid juga menyuarakan penolakan atas penggelapan setoran uang dari orang tua mereka dipakai untuk kepentingan pribadi.
Tak hanya di Bekasi, skandal perselingkuhan juga terungkap dilakukan oleh seorang guru SMPN PNS dan P3K di salah satu SMP di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Parahnya hubungan terlarang ini sampai membuahkan anak padahal masing-masing pelaku perzinaan telah memiliki suami dan istri. Kasus semacam ini tak hanya satu dua. Sudah banyak kejadian perselingkuhan kepala sekolah dan guru yang terungkap mencoreng wajah dunia pendidikan.
Rupanya masyarakat telah berlepas dari norma-norma moral, etika, apalagi agama. Perselingkuhan mencerminkan moral pelaku yang bobrok. Jelas-jelas perbuatan perselingkuhan ini adalah perbuatan yang melanggar aturan agama. Awal mula maraknya tindakan bejat ini adalah menggejalanya pemahaman sekularisme di tengah masyarakat. Sekularisme tidak menjadikan agama sebagai tuntunan hidup dan memilih untuk mengikuti hawa nafsu dan kepentingan.
Ditambah dengan ide liberalisme yang memperparahnya. Ide kebebasan ini memberi ruang manusia berperilaku sesukanya. Asal senang teruskanlah, melanggar larangan agama tak masalah. Liberalisme memberi kebebasan pada semua hal termasuk pergaulan lelaki dan Perempuan. Menurut paham ini, tidak ada batasan dalam pergaulan antara laki-laki dan wanita, sehingga membolehkan hubungan kebablasan antara lawan jenis.
Kedua paham sekularisme dan liberalisme ini berbahaya. Sekarang kontrol masyarakat masih membentengi sehingga memberikan sanksi pada pihak yang melakukan perselingkuhan. Namun lama-kelamaan bila ide ini terus merasuk tak terkendali ke tengah masyarakat kita, perselingkuhan bisa jadi akan dianggap normal. Lihat saja, lingkungan pendidikan yang seharusnya tempat moral dan etika dijunjung sudah jebol juga teracuni oleh ide ini. Bahkan ide kebebasan ini telah menjangkiti oknum kepala sekolah sebagai kepala para pendidik.
Kerusakan pergaulan ini harus dicegah. Tak hanya di dunia pendidikan. Islam memiliki aturan yang lengkap mengenai sistem pergaulan. Islam memisahkan ruang laki-laki dan perempuan kecuali pada empat kepentingan saja, yaitu belajar-mengajar, muamalah jual-beli, pengobatan, dan dakwah. Islam pun memisahkan kehidupan khusus dan kehidupan umum. Pengklasifikasian ini untuk memberikan perempuan ruang yang membolehkan dirinya menampakkan aurat. Di kehidupan umum perempuan berkewajiban mengenakan jilbab dan kerudung sebagai penutup aurat dan menjaga diri dari tabaruj. Aturan-aturan ini dipraktikkan oleh negara untuk menjaga masyarakat dari dorongan syahwat yang menjerumuskan manusia pada tindakan asusila. Negara juga dengan tegas akan memberikan sanksi bagi pelanggarnya.
Islam juga menerapkan aturan yang menumbuhkan keimanan pada tiap individu dan mendidik umat berlandaskan akidah Islam sehingga menciptakan individu-individu yang berkepribadian Islam. Di sinilah pentingnya Islam dijadikan dasar falsafah membangun sistem pendidikan untuk mencetak generasi unggul yang jauh dari ide sekularisme dan liberalisme. Islam mendorong seleksi yang ketat pada rekrutmen tenaga kependidikan karena merekalah ujung tombak pendidikan. Merekalah yang berhadapan langsung dengan siswa. Teladan berjalan dalam merancang masa depan.
Oleh: Rayhana Radhwa, Ibu Rumah Tangga tinggal di Bekasi