Tinta Media - Berita mengenai prostitusi tak ada habisnya. Temuan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) mengenai prostitusi dan pornografi yang melibatkan anak-anak sungguh mengejutkan. Bahkan, dugaan atas transaksi maksiat ini nilainya menyentuh angka ratusan miliar. Ada lebih dari 130.000 transaksi dan dua puluh ribuan anak berusia belasan tahun yang terlibat praktik tersebut.
Penemuan ini menjadi alarm atau tanda bahaya bagi orang tua, masyarakat, dan pemerintah terhadap keberlangsungan generasi penerus bangsa.
Penandatanganan nota kesepahaman dan kesepakatan (MoU) antara PPATK dan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dilakukan sebagai pencegahan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan anak- anak. MoU tersebut merupakan wujud komitmen dan kolaborasi dua lembaga negara untuk mencegah dan memberantas aksi kejahatan di atas.
Anak-anak yang menjadi korban kejahatan pornografi dari dunia maya sering kali menjadi korban prostitusi online sehingga mereka dimanfatkan untuk menghasilkan uang dan juga pemuas seksual.
Terkait pornografi, PPATK mencatat transaksi sebesar Rp4,9 miliar dan Rp127, 371 miliar untuk prostitusi yang melibatkan 24.049 anak usia 10-18 tahun.
Anak adalah generasi penerus dari suatu bangsa. Jika di usia belia sudah terpapar berbagai kejahatan dan kemaksiatan seperti judi online, pencurian, pembunuhan, pornografi, pornoaksi hingga prostitusi, maka akan seperti apa nasib bangsa tersebut?
Berbagai kejahatan dan kemaksiatan tersebut harus menjadi perhatian pemerintah, tidak hanya sebatas membuat kesepakatan antarlembaga yang terkait.
Negara harus menindak tegas pelaku pornografi dan prostitusi yang melibatkan anak karena kedua tindakan maksiat ini mempunyai efek luar biasa.
Pornografi bisa mengakibatkan kecanduan yang mampu merusak otak secara serius. Sedangkan prostitusi bisa mengakibatkan generasi penerus bangsa mengalami berbagai penyakit kelamin, misalnya terinfeksi HIV/AIDS.
Tak peduli seberapa besar putaran uang pada bisnis kejahatan di atas, para pelakunya harus segera ditangkap dan diadili.
Dalam sudut pandang syariat Islam, prostitusi dan pornografi adalah tindakan yang menghasilkan dosa dan haram untuk dilakukan. Negara akan mencegah terjadinya kemaksiatan tersebut, baik melibatkan orang dewasa maupun anak.
Hukuman yang diberikan harus menimbulkan efek jera sehingga pelaku akan kapok dan tidak mengulangi tindakannya.
Hukuman atas kemaksiatan di atas antara lain ta’zir, cambuk 100 kali, diasingkan atau rajam.
Islam memerintahkan para pengelola negara untuk tidak membiarkan rakyat terjebak ke dalam bisnis maksiat, atau menghasilkan uang dari bisnis maksiat walau nominalnya menggiurkan.
Islam akan mendorong pemerintah untuk memberikan pendidikan yang berdasar akidah Islam, sehingga masyarakat paham, mana perbuatan yang mendatangkan pahala dan mana perbuatan yang mendatangkan dosa, serta konsekuensi di akhirat nanti.
Negara juga harus menjamin mudahnya masyarakat mendapat akses pekerjaan sehingga mereka bisa hidup layak dan sejahtera tanpa melakukan transaksi ekonomi yang berbau maksiat.
Nabi Muhammad saw. dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari mengatakan bahwa pemimpin adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyat. .
Berdasarkan hadis ini, pemerintah harus mengurus rakyat dengan benar. Aroma cuan yang tinggi dari bisnis prostitusi dan pornografi yang melibatkan anak harus ditindak segera dengan melibatkan seluruh komponen lembaga negara terkait.
Akan tetapi, dengan penerapan ideologi kapitalisme di negeri ini yang asasnya adalah materi, rasanya mustahil menindak hingga ke akar-akarnya. Hanya negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffahlah yang mampu memberantas bisnis pornografi dan prostitusi yang melibatkan anak.
Kaum muslimin dan ulamanya harus ingat bahwa Nabi saw. sudah memberi peringatan,
“Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah. (Hr. Al-Hakim)
Bukankah azab Allah lebih menakutkan dibanding uang yang didapat dari bisnis penuh dosa seperti di atas? Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Ummu Haura, Pemerhati Masalah Anak & Remaja