Tinta Media - Aktivis Muslimah, Ety Sudarti Adillah menyebut induk dari segala kemaksiatan adalah sekularisme.
“Kemaksiatan yang paling besar atau bisa dikatakan bahwa itu adalah pangkal segala kemaksiatan, induk dari segala kemaksiatan adalah sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan,” ujarnya dalam Liqo Muharam Mubaligah 1446 H bertajuk Perubahan Hakiki: Tinggalkan Demokrasi, Ittiba’ pada Nabi Saw, di Palembang, Ahad (28/7/2024)
Ia menjelaskan, memisahkan agama dari kehidupan maksudnya adalah saat mengurusi berbagai urusan, maka tidak berpedoman kepada aturan Allah Swt. Misalnya saat berekonomi, maka mengikuti ekonomi dari Barat.
“Buktinya apa? Buktinya kita pakai ekonomi ribawi. Nah, itu adalah kemaksiatan yang diakibatkan oleh sekularisme, memisahkan agama dengan kehidupan, seakan-akan kita menjalani hidup di dunia ini tidak perlu pakai Al-Quran dan Hadis,” paparnya.
Sementara itu, lanjutnya, yang menyebabkan sekularisme terus ada sehingga kerusakan terus langgeng adalah demokrasi.
“Inti dari demokrasi adalah manusia dibebaskan untuk membuat hukum. Apakah itu sesuai dengan Islam? Tidak. Kata Allah innil hukmu ilalilLah, hukum itu dari Allah. Demokrasi hukumnya oleh manusia. Ini satu hal yang menyebabkan kerusakan itu terus langgeng. Karena manusia diizinkan untuk membuat hukum,” ungkapnya.
Ety menilai, sistem kehidupan yang menjauhkan agama dari kehidupan harus diganti dengan kehidupan yang menjadikan agama sebagai sumber aturan dan sumber hukum bagi kehidupan. Sebab, inilah yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.
“Jadi Allah dan Rasul-Nya itu memerintahkan kita berhukum itu kepada hukum Allah, bukan hukum buatan PBB, bukan hukum buatan Amerika, bukan hukum pesanan Inggris, bukan undang-undang pesanan China. Bukan. Kita diminta Allah untuk menerapkan hukum Allah, yaitu syariah Islam,” terangnya.
Karena itu, lanjutnya, sejatinya sebuah perubahan bukan sekadar mengganti pemimpinnya, tetapi juga mengganti aturan yang dipakainya.
“Karena kalaupun pemimpinnya baik, tapi aturannya buatan Amerika yang tidak mengizinkan Islam mengatur negara, tetap saja yang dilaksanakan oleh pemimpin itu adalah aturan-aturan yang bukan berasal dari Allah, aturan buatan manusia,” jelasnya.
Ety mengutip perkataan Imam Al Ghazali, bahwa agama itu bagaikan fondasi, sementara kekuasaan (negara) adalah penjaganya. Maka, sesuatu yang tidak memiliki fondasi pasti akan roboh. Sebaliknya, sesuatu yang tidak memiliki penjaga pasti akan hilang.
“Kalau kita agama Islam, seharusnya kehidupan itu kehidupan yang rahmatan lil ‘alamin. Tapi karena tidak ada penjaga, negaranya tidak ada, maka akhirnya Islam hilang, syariat Islam ditinggalkan, Allah dan Rasul-Nya dilupakan oleh umatnya sendiri,” sesalnya.
Menurutnya, satu-satunya negara yang menegakkan hukum-hukum syariat Islam hanyalah Khilafah. “Tidak ada negara lain yang diciptakan dalam rangka menerapkan syariat Islam, tidak republik, tidak kekaisaran, tidak kerajaan, tidak parlementer, juga tidak demokrasi. Bahkan, demokrasi ini telah menjadikan syariat Islam ini hilang dari muka bumi,” tegasnya.
Dikutip dari Syekh Abdul Qadim Zallum, Ety mengatakan khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh umat Islam di dunia yang tugasnya menegakkan hukum-hukum syariat Islam.
“Khilafah inilah sistem pemerintahan atau negara yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dicontohkan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, para Khalifah Bani Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah sampai 1924 mereka menerapkan ini. Para ulama waktu itu, para sahabat, tidak pernah berpikir untuk mengganti sistem, karena ini adalah perintah Allah dan Rasul,” pungkasnya.[] Mia