Wakil Rakyat Terlibat Judol, kok Bisa? - Tinta Media

Sabtu, 06 Juli 2024

Wakil Rakyat Terlibat Judol, kok Bisa?

Tinta Media - Miris judol tidak hanya diminati oleh masyarakat biasa saja. Tapi telah menjangkiti para wakil rakyat. Diduga lebih dari 1.000 orang anggota DPR dan DPRD, terlibat judi online. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana telah melaporkan hal ini dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 26 Juni 2024. (Pikiran Rakyat.com)

Sangat memprihatinkan, Wakil Rakyat lebih fokus pada judol daripada kondisi rakyatnya. Padahal mereka adalah wakil rakyat yang menyuarakan suara rakyat kok malah terlibat judi online. Tentunya ini mencerminkan buruknya kinerja wakil rakyat. Telah terbukti nyata lemahnya integritas, tidak Amanah, kredibilitas rendah.

Maraknya judol di kalangan anggota dewan, menambah panjang angka pejabat yang melakukan kemaksiatan. Bukankah seharusnya mereka teladan bagi rakyat? Kenapa hal demikian kerap terjadi, ada apa dengan hukum negeri ini?

 

Padahal larangan judi online telah dijelaskan dalam Al-Qur'an sebagai berikut;

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat maka tidakkah kamu mau berhenti?” (TQS. Al-Maidah 90—91)

Judi online di kalangan wakil rakyat tentu sangat membahayakan, karena bisa mempengaruhi keberpihakan mereka terhadap regulasi judi online. Apa pun bisa mereka lakukan demi kelancaran judol. Bisa jadi demi kelancaran anggota dewan, mereka bisa melegalisasi hukum tersebut demi mengamankan aktivitasnya. Hal ini menggambarkan keserakahan manusia akibat kapitalisme.

Anggota Dewan hari ini lebih banyak melegalisasikan kepentingan penguasa dan oligarki dan tidak berpihak pada rakyat banyak. Hal ini menggambarkan adanya perekrutan yang bermasalah karena tidak mengutamakan kredibilitas, dan juga representasi masyarakat.

Hm, ya beginilah kinerja sistem kapitalis sekuler. Aturan kehidupannya tidak mau diatur dengan aturan agama. Sebab sistem ini berdiri atas asas sekuler kebahagiaan bagi mereka adalah materi. Hukum negeri ini asas manfaat, bisa diatur jika ada uang. Sementara orang miskin harus menerima hukuman atas penyimpangan atau pelanggaran hukum.

Dalam sistem kapitalis sekuler  termaktub hukum larangan judol tertuang dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. Adapun larangan spesifik judi online terdapat dalam UU ITE Pasal 27 ayat (2) dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. (MN)

Sangat tampak perbedaan hukum judol negeri ini dengan Islam

Sekularisme melahirkan manusia-manusia serakah,  mengabaikan aturan agama dalam mengatur kehidupan. Akibatnya, judi yang jelas-jelas keharamannya dijelaskan dalam dalil di atas malah dilegalkan (halalkan) oleh mereka. Halal/haram bukan lagi rujukan, tapi manfaat.

Sangat tampak kerusakan sistem demokrasi kapitalis sekuler, tidak bisa mengatur rakyat dengan aturan Allah. Sebab mereka, di satu sisi mengakui diciptakan oleh Allah. Tapi untuk aturan kehidupan jangan sekali-kali diatur dengan Islam. Miris, akidah dijauhkan dari umat muslim khususnya generasi. Tidak ada sanksi tegas yang menjerakan rakyat. Semakin hari judi online kian subur menjangkiti tubuh umat dan generasi, khususnya anggota dewan yang seharusnya panutan rakyat, malah mencontohkan kemaksiatan.

Hanya sistem Islam (Khilafah) yang bisa memberantas judol dan lain sebagainya

Negara sebagai pemimpin, penjaga, periayah dan yang memberlakukan hukuman tegas bagi pelaku judol. Baik online maupun offline. Negara menutup celah perjudian tanpa meninggalkan jejak digital sedikit pun agar tidak bisa diakses.

 

Semua ini bisa berjalan tentunya, negara harus memperbaiki akidah umat yang rusak tadi, dengan dakwah Islam kaffah. Memastikan rakyatnya melaksanakan aturan Islam dan taat pada aturan Allah secara totalitas.

Dalam Islam Majelis Umat adalah representasi umat,  berperan penting dalam menjaga penerapan hukum syara' oleh pejabat negara dan menyalurkan aspirasi rakyat.

Islam mampu melahirkan individu anggota majelis umat yang amanah bertanggungjawab dan peduli pada kondisi Masyarakat. Wallahua'lam bishshawab.

Oleh: Ina Ariani, Aktivis Muslimah Pekanbaru

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :