Tinta Media - Baru setengah tahun berlalu dari tahun 2024, aksi tawuran sudah pecah di beberapa tempat. Aksi ini melibatkan banyak warga, terutama generasi muda.
Di Cipinang Besar Utara diduga terjadi tawuran yang sengaja dilakukan untuk mencari cuan dari media sosial.
Selain itu, terjadi juga aksi tawuran antar genk motor di wilayah Ciomas. Sebanyak 8 pelaku yang masih usia remaja kini ditangkap beserta barang bukti di Polsek Ciomas.
Hal serupa terjadi juga di kawasan Sidotopo Dipo Surabaya, 6 remaja anggota genk motor yang menamai diri Pasukan Angin Malam diringkus polisi. Para remaja tersebut mengaku ikut grup yang ada dan berjanji akan melaksanakan tawuran di sekitar Sidotopo Dipo Surabaya.
Kebanyakan tawuran yang terjadi di kalangan remaja adalah karena saling ejek ataupun ada dendam yang belum terselesaikan, juga saling provokasi antarkelompok sehingga memicu kemarahan yang mengakibatkan terjadinya tawuran.
Selain itu, ada dugaan bahwa tawuran tersebut dijadikan sebagai bahan konten karena aktivitas masyarakat saat ini erat kaitannya dengan media sosial.
Terungkap juga bahwa pelaku tawuran sudah janjian melakukan aksi lewat media sosial. Saat terjadi tawuran, mereka melakukan aktivitas live camera. Ketika ditelusuri oleh pihak berwajib, pelaku mengatakan bahwa ini dilakukan hanya untuk mencari konten, mencari followers, dan keuntungan lain di media sosial.
Banyaknya peristiwa tawuran yang terjadi tentu saja membuat kita miris, terlebih hal tersebut dilakukan oleh pelajar yang seharusnya memanfaatkan waktu atau masa muda untuk belajar, menimba ilmu sedalam-dalamnya.
Tingkah anak muda yang melakukan tawuran sudah seperti gangster di film-film. Saat tawuran, mereka membawa senjata tajam dan saling serang. Tak jarang korban pun berjatuhan menghilangkan nyawa. Mirisnya, budaya tawuran ini seolah diwariskan dari generasi ke generasi.
Banyaknya tawuran bukan hanya karena jiwa muda mereka yang sedang menyala-nyala. Terbukti saat diamankan polisi dan dihadirkan orang tua, banyak dari mereka yang menangis seperti anak kecil.
Banyak dari mereka yang tampak seperti dewasa, padahal tingkah mereka masih seperti anak kecil. Mereka belum memahami konsekuensi dari apa yang mereka lakukan sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan ketenaran, memperbanyak followers, atau ingin terkenal karena konten di media sosial untuk mendapatkan cuan.
Ini merupakan bukti bahwa generasi saat ini sudah rusak. Sangat jelas bahwa kebahagiaan yang ingin diraih hanya berdasarkan materi semata, sehingga mereka rela melakukan hal apa pun demi mendapatkan kebahagiaan maupun cuan (uang). Di sisi lain, hal ini juga menggambarkan bahwa sistem pendidikan yang ada saat ini telah gagal mencetak generasi berkualitas.
Gagalnya sistem pendidikan yang dibuktikan dengan banyaknya kasus tawuran, mestinya membuat kita berpikir ulang tentang kelayakan sistem yang ada saat ini dalam menyelesaikan.
Sementara, Islam memiliki konsep yang jelas dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan, termasuk tawuran di kalangan pelajar.
Hal yang paling mendasar adalah menjadikan akidah Islam sebagai dasar dalam kehidupan. Hal ini menjadikan setiap aktivitas dan perilaku warga negara termasuk generasi muda terikat dengan pemahaman Islam. Mereka menyadari bahwa setiap individu akan dihisab atas amal perbuatannya, sehingga tidak ada yang bisa berbuat seenaknya. Dengan menggunakan aturan Islam, akan lahir generasi-generasi gagah yang berani maju ke medan perang untuk meninggikan agama Allah. Hati mereka akan dipenuhi dengan keimanan dan ketakwaan yang akan menebarkan kebaikan dan menyebarkan Islam dan menghapuskan segala kemaksiatan. Wallahualam bissawab.
Oleh: Yuri Ayu Lestari, S. Pd., Sahabat Tinta Media