Tinta Media - Tawuran memakan korban lagi, seakan-akan nyawa begitu tidak berharga. Korban tawuran mati sia-sia meninggalkan duka mendalam bagi keluarga. Inilah yang dialami oleh keluarga Almarhum M Arief, remaja yang tewas dalam tawuran yang terjadi di Kota Palembang, Sumatra Selatan (Senin, 24/06/2024) sekitar pukul 03:00 dini hari. Menurut Kanit Reskrim Polsek Kalidoni Iptu Cepi Aminuddin, aksi tawuran remaja terjadi di depan Indomaret simpang Celentang Palembang.(Kompas com)
Aksi-aksi tidak terpuji para remaja ini kian meresahkan dan nyaris terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Tidakkah umat dan para penguasa mengambil pelajaran berharga serta menggores benaknya untuk bertanya, apa yang menjadi penyebab utama terjadinya praktik-praktik tawuran kalangan remaja? Solusi tunas apakah yang harus diambil oleh negara untuk mewujudkan Indonesia emas di masa depan kalau perilaku generasi mudanya dihabiskan hanya untuk rebahan atau tawuran saja?
Korban Arief tewas dengan luka-luka akibat sabetan senjata tajam. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit Bom Baru usai kejadian. Namun, tidak berselang lama korban dinyatakan meninggal dunia. Teman-teman korban telah dipanggil untuk dimintai keterangan perihal aksi tawuran tersebut.
Atas seringnya terjadi aksi tawuran remaja yang kian meresahkan ini, Kepala Kepolisian Resort Kota Besar Palembang Kombes pol Harryo Sugihartono mengimbau warga agar melarang anak remajanya keluar rumah sampai larut malam dan perlu meningkatkan lagi pengawasan terhadap anak-anak remajanya guna antisipasi agar tidak terlibat aksi tawuran yang bisa membahayakan dan memakan korban.
Antisipasi sangatlah diperlukan. Lebih lanjut dari itu semua, diperlukan kerja sama antara penegak hukum, dalam hal ini negara, orang tua, dan lingkungan masyarakat. Pencegahan ini tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada orang tua semata. Faktor lainnya seperti lingkungan yang abai, pergaulan bebas atas nama hak asasi manusia, serta tontonan tanpa saringan atau filter dari negara juga berindikasi besar membangun perilaku remaja yang kian meresahkan.
Belum lagi kita bicara tentang pendidikan yang didapatkan. Apakah kurikulum pendidikan sudah terbukti mampu mencetak generasi yang takwa, berakhlak mulia, sehat jiwa raganya? Semua pihak harus terlibat langsung dan sepenuh hati menjaga generasi bangsa ini agar tidak semakin rusak dan jauh dari syariat agama Islam yang kaffah.
Negara harus hadir sebagai bentuk tanggung jawab sebagai junnah, pengurus, pelindung masyarakat. Saat ini pemerintah hanya hadir separuh hati. Terbukti dengan kurang tegasnya pemerintah dalam memberikan hukuman atau solusi tuntas untuk menyelesaikan akar masalah yang terus bertambah di kalangan remaja khususnya, dan problematika kehidupan umat pada umumnya.
Kehadiran negara akan sepenuh hati ketika syariat Islam di pahami dan amalkan oleh pemimpin suatu daerah. Di tangan merekalah segala kebajikan dilahirkan. Kebijakan harus diambil sesuai kebutuhan, bukan keinginan, apalagi pesanan.
Buruknya sistem buatan manusia peninggalan kaum penjajah sudah terbukti nyata membuat kehidupan remaja kian bebas tanpa arah dan batasan. Masihkah sistem gagal, rusak, dan merusakkan ini mau dipertahankan? Wallahu alam biswaab.
Oleh: Yeni Aryani, Sahabat Tinta Media