Sanksi bagi Pemain dan Bandar Judi dan Bagaimana Memberantas Judi Online - Tinta Media

Sabtu, 06 Juli 2024

Sanksi bagi Pemain dan Bandar Judi dan Bagaimana Memberantas Judi Online

Tanya :
Menurut hukum Islam, apa sanksi bagi pemain judi dan bagaimana pula hukuman bagi bandar judi? Bagaimana Islam memberantas perjudian apalagi judi online yang hari ini merebak? Terima kasih. (Hamba Allah) 

Jawab 

Sanksi Pidana Syariah Bagi Pemain dan Bandar Judi

Tinta Media - Sanksi pidana syariah bagi pemain judi dan bandar judi adalah sanksi yang dinamakan ta’zīr. Apa itu ta’zīr? Ta’zīr adalah pidana syariah untuk pelanggaran syariah yang tidak ada nash khusus mengenai jenis sanksi-nya dan tidak ada kaffarah (tebusan)-nya. (‘Abdurrahmān Al-Mālikī, Nizhām Al-‘Uqūbāt, [Beirut : Dârul Ummah], Cetakan II, 1990, hlm. 17-22).

Pelanggaran syariah yang dijatuhi sanksi ta’zīr pada prinsipnya adalah setiap perbuatan pidana atau kriminal (al-jarīmah, criminal act) sesuai standar syariah Islam (Al-Qur`an dan As-Sunnah), namun tidak ada sanksinya secara khusus dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Secara garis besar, yang termasuk perbuatan pidana (al-jarīmah) dalam Islam ada dua; yaitu tarkul fardhi dan irtikābul harām. Tarkul fardhi adalah meninggalkan yang diwajibkan syariah; sedangkan irtikābul harām adalah melakukan yang diharamkan syariah. (‘Abdurrahmān Al-Mālikī, Nizhām Al-‘Uqūbāt, hlm.15).

Contoh tarkul fardhi : (1), meninggalkan sholat wajib; (2) tidak berpuasa Ramadhan; (3) tidak membayar zakat, baik zakat fitrah maupun zakat māl; (4) tidak menutup aurat bagi wanita muslimah dalam kehidupan umum, yaitu mengenakan kerudung (khimār) dan jilbāb (busana gamis longgar terusan); (5) tidak membayar utang, dan sebagainya.

Contoh irtikābul harām : (1) bertransaksi riba; (2) suap menyuap (risywah); (3) memberikan gratifikasi bagi pejabat; (4) berkhalwat (bersepi-sepi) secara berdua antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahramnya; (5) melakukan ikhtilāth (campur baur) antara laki-laki dan Wanita non mahram, misalnya ikhtilāth di jalan umum, di kendaraan umum, di sekolah dan kampus, dan ikhtilath di walimah nikah; (6) minum khamr; (7) berzina; (8) LGBT; (9) berjudi (qimār/maysir), dsb.

Lalu sanksi ta’zīr seperti apa yang dapat dijatuhkan oleh Qadhi (hakim syariah) bagi pemain dan bandar judi? Jawabannya, Qadhi (hakim syariah) akan menentukan jenis dan/atau kadar hukuman ta’zīr, dari macam-macam ta’zīr yang telah ditetapkan syariah, yang jumlahnya ada 14 (empat belas) jenis sanksi ta’zīr, sebagaimana yang diuraikan secara rinci oleh Syekh ‘Abdurrahmân Al-Mâlikî dalam kitabnya Nizhām Al-‘Uqūbāt, hlm. 157-175.

Berikut contoh-contoh ta’zīr. Ta’zīr itu dapat berupa : (1) hukuman mati (al-qatl), (2) penyaliban (ash-shalb), tapi penyaliban ini dilakukan setelah terpidana dihukum mati; (3) penjara (al-habs), (4) pengucilan (al-hajr), yakni larangan hakim syariah kepada publik untuk berbicara dengan terpidana, (5) pengasingan (an-nafyu), (6) hukuman cambuk (al-jild) maksimal sepuluh kali cambukan, (7) denda finansial (al-gharāmah), (8) pemusnahan barang bukti kejahatan (itlâful mâl), misalnya pemusnahan narkoba, mesin atau alat perjudian, dsb (9) publikasi pelaku kejahatan (at-tasyhîr) di media massa, (10) nasehat (al-wa’zhu), (11) celaan (al-taubīkh), yaitu merendahkan terpidana dengan ucapan dari hakim (Qadhi), dan sebagainya. (‘Abdurrahmān Al-Mālikī, Nizhām Al-‘Uqūbāt, hlm. 157-175).

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa sanksi pidana syariah bagi bagi pemain dan bandar judi adalah ta’zīr, yaitu satu jenis pidana syariah untuk pelanggaran syariah yang tidak ada nash khusus mengenai jenis sanksi-nya dan tidak ada kaffarah (tebusan)-nya. Qadhi (hakim syariah) adalah pihak yang akan mengadili pemain dan bandar judi dalam mahkamah syariah (sidang peradilan syariah), dan akan menentukan jenis dan/atau kadar hukuman ta’zīr, dari macam-macam ta’zīr yang telah ditetapkan syariah, yang jumlahnya ada 14 (empat belas) jenis sanksi ta’zīr, dan bahkan dapat sampai kepada hukuman mati (al-qatl), misalnya bagi bandar judi online dengan jaringan yang luas dan besar. 

Berjudi merupakan aqad batil dan harta yang dihasilkan tidak boleh dimiliki oleh seorang muslim. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām Al-Iqtishādi fī Al-Islām, hlm. 190). Hal ini sesuai larangan berjudi yang tegas oleh Allah SWT dalam QS Al-Ma`idah : 90 :

يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah najis termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah segala najis itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Ma`idah : 90).

Syekh ‘Abdurrahmān Al-Mālikī menjelaskan secara khusus jenis sanksi ta’zir yang terkait judi, baik bagi pemain maupun bandar judi, dengan redaksi umum sebagai berikut :

كُلُّ مَنْ مَلَكَ ماَلاً بِعَقْدٍ مِنَ الْعُقُوْدِ الْباَطِلَةِ وَهُوَ يَعْلَمُ، يُعاَقَبُ بِالْجِلْدِ وَالسِّجْنِ حَتىَّ سَنَتَيْنِ

“Setiap orang yang memiliki harta dengan satu akad dari berbagai akad yang batil, sedangkan dia mengetahui, maka dia dihukum dengan hukuman cambuk (maksimal sepuluh kali cambukan) dan dipenjara hingga 2 (dua) tahun.” (‘Abdurrahmān Al-Mālikī, _Nizhām Al-‘Uqūbāt,_ hlm. 99).

Pemberantasan Judi Online

Kami meyakini pemberantasan judi online secara khusus yang merebak saat ini, ataupun pemberantasan judi secara umum, tidak akan pernah tuntas, kecuali dalam sistem hukum Islam yang dijalankan dengan baik oleh seorang Imam (Khalifah) yang memimpin negara Khilafah. 

Pemberantasan judi online yang dilaksanakan oleh sistem hukum sekuler sekarang, sebaik apapun pelaksanaannya, kami yakini hanya akan seperti memberantas gejala suatu penyakit, namun tidak akan pernah memberantas sumber penyakitnya itu sendiri, yang sesungguhnya berpangkal secara mendalam pada pandangan hidup sekuler-kapitalisme dari Barat, utamanya paham naf’iyyah (utilitarianisme) dan mut’ah jasadiyah (hedonisme). Kedua paham ini berpangkal pada dasar ideologi Barat, yaitu sekulerisme (fashlud dīn ‘an al-hayāh). (Taqiyuddin An-Nabhani, Nizhām Al-Islām, hlm. 65).

Utilitarianisme adalah paham yang memandang baik buruknya suatu perbuatan itu diukur berdasarkan manfaat yang dihasilkan dari suatu perbuatan. Sedang hedonisme adalah paham yang menganggap bahwa kebahagiaan manusia itu didapatkan dengan memenuhi kesenangan atau kepuasan secara pribadi, khususnya kesenangan yang bersifat jasadiyah (fisik), seperti kepuasan seksual, kepuasan harta, kepuasan jabatan, dsb.

Jika Khilafah berdiri, Khalifah akan memimpin secara langsung pemberantasan segala kemaksiatan dan kejahatan, apa pun bentuknya, termasuk judi. Khalifah akan membentuk sistem hukum Islam yang kokoh, dengan mengokohkan 3 (tiga) unsur yang ada dalam suatu sistem hukum (legal system) (Friedman, 1975); (1) menerapkan Syariah Islam sebagai substansi hukumnya (termasuk sanksi pidana syariah); (2) membentuk struktur APH (aparat penegak hukumnya) Syariah-nya, seperti mengangkat para hakim syaraih (Qadhi), polisi (syurthah), tentara (al-jaisy), dan APH (aparat penegak hukum) lainnya; dan (3) membentuk culture of law (budaya hukum) yang kuat di masyarakat, dengan menumbuhkan budaya amar ma’ruf nahi mungkar di masyarakat. (Lihat : Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, New York: Russell Sage Foundation, 1975).

Sistem hukum Islam tersebut, dengan penegakan hukum yang disertai dakwah fikriyyah (misalnya lewat durusul masajid, sistem pendidikan Islam formal, media massa, social media, dsb) yang dilakukan secara massif kepada masyarakat, kami yakini akan mampu memberantas judi tidak hanya gejala penyakitnya, tapi juga sumber penyakitnya yang terdalam. Jadi, sistem hukum Islam itu tidak hanya menindak tegas para pemain dan bandar judi online, dengan menangkap dan menyeret mereka ke peradilan syariah, serta memberi sanksi pidana syariah yang tegas dan terukur bagi mereka, tetapi juga akan memberantas paham-paham pendukung judi itu hingga ke akar-akarnya, yaitu memberantas paham-paham dari Barat yang kafir, seperti utilitarianisme dan hedonisme yang bercokol dalam pikiran dan jiwa umat Islam. Wallahu a'lam.

Yogyakarta, 3 Juli 2024

Oleh: KH Muhammad Shiddiq Al-Jawi, Pakar Fikih Muamalah

www.fissilmi-kaffah.com
www.shiddiqaljawi.com
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :