Tinta Media - Managing Direktur Political Economy and Policy Studies
(PEPS) Anthony Budiawan menyatakan bahwa jebolnya pusat data nasional merupakan
kegagalan pemerintah dalam melindungi data rakyat.
"Oleh karena itu, jebolnya pusat data nasional
sementara merupakan kegagalan pemerintah, dalam hal ini Menkominfo dan Presiden
Jokowi, dalam melindungi data dan diri pribadi penduduk Indonesia, yang
merupakan perintah langsung konstitusi," tuturnya kepada Tinta Media, Ahad
(11/7/2024).
Menurutnya, sengaja atau tidak, jebolnya data nasional ini
menunjukkan pemerintah telah gagal melindungi data pribadi penduduk Indonesia.
Sebagai konsekuensi, pemerintah secara nyata telah melanggar UU Pelindungan
Data Pribadi, yang juga berarti melanggar Konstitusi Pasal 28G ayat (1), Pasal
28H ayat (4) dan Pasal 28J, tentang HAM.
"Secara spesifik, pemerintah melanggar Pasal 39 ayat
(1) dan ayat (2) UU Pelindungan Data Pribadi (UU No 27 Tahun 2022), yang
berbunyi, (1) Pengendali Data Pribadi wajib mencegah Data Pribadi diakses
secara tidak sah," ujarnya.
"(2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan menggunakan sistem keamanan terhadap Data Pribadi yang
diproses dan/atau memproses Data Pribadi menggunakan sistem elektronik secara
andal, aman, dan bertanggung jawab," imbuhnya.
Ia menjelaskan bahwa UU Pelindungan Data Pribadi merupakan
bagian dari perintah konstitusi untuk perlindungan diri penduduk Indonesia,
sebagai bagian dari perlindungan Hak Asasi Manusia. "Pasal 28G ayat (1)
UUD berbunyi: Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
……., serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi," paparnya.
Ia membeberkan bahwa belakangan terungkap, kemungkinan
besar, Pusat Data Nasional Sementara bukan kebobolan, tetapi sengaja dijebol,
melalui orang dalam. Berita di Kompas mengatakan, password akses salah satu
server yang menyimpan data sensitif tersebut, antara lain data pribadi penduduk
Indonesia, tergolong sangat sederhana: Admin#1234.
"Password sangat sederhana ini dapat dianggap sebagai
bentuk “kelalaian” (dan kesengajaan) yang menyebabkan Pusat Data Nasional
Sementara dapat dijebol dengan mudah, sehingga membahayakan kepentingan
nasional," terangnya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah wajib bertanggung jawab atas
jebolnya data nasional tersebut. Dalam hal ini, pihak yang harus bertanggung
jawab bukan saja Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) yang menangani
Pusat Data Nasional Sementara. "Tetapi, Presiden Jokowi juga harus
bertanggung jawab penuh atas skandal penjebolan data nasional ini,"
ungkapnya.
"Oleh karena itu, Menteri Kominfo dan Presiden harus
bertanggung jawab penuh atas kegagalan dan pelanggaran konstitusi ini. Artinya,
tuntutan mundur bukan hanya ditujukan kepada Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi,
tetapi juga kepada Presiden Jokowi atas pelanggaran konstitusi ini,"
tegasnya
Ia juga menyayangkan bahwa menurut informasi, pemerintah
tidak mempunyai back up data nasional yang dijebol tersebut. Dalam hal ini,
pemerintah, yaitu Menteri Kominfo dan Presiden Jokowi, dapat disangkakan telah
dengan sengaja membahayakan keamanan nasional dan diri pribadi penduduk
Indonesia, dan karena itu bisa dikenakan sanksi pidana seperti diatur dalam UU
PDP, Bab XIV, Pasal 67 sampai dengan Pasal 73, mengenai Ketentuan Pidana.
"Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) kebobolan secara masif,
ugal-ugalan, dan tidak bisa diterima menurut ukuran apa pun," tandasnya.[]
Ajira
Minggu, 21 Juli 2024
Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.