Muharam Bulan Muhasabah - Tinta Media

Selasa, 23 Juli 2024

Muharam Bulan Muhasabah


Tinta Media - Muhasabah adalah instropeksi diri, yakni menghitung dan mengevaluasi diri atas perbuatan yang telah lalu dan masa kini. Ini penting bagi seorang mukmin yang percaya akan kehidupan akhirat yang abadi, pada saat seseorang memperoleh balasan setiap perbuatan yang dia lakukan semasa di dunia. Taat berakhir bahagia, maksiat bermuara pada penderitaan tiada tara.

Umar bin Khattab mengingatkan, "Hisablah perbuatan kalian sebelum perbuatan kalian dihisab, hal itu akan meringankan hisab kalian di akhirat. Timbanglah amal prrbuatan kalian sebelum ditimbang nanti di akhirat. Ingat keadaan yang sangat berat kelak di hari kiamat.”

Bulan Perubahan

Muharam momentum hijrah. Hijrah memiliki dua makna, hijrah makan yakni berpindah dari wilayah kufur menuju wilayah Islam, seperti yang dilakukan Rasulullah saat berpindah dari Makkah ke Madinah. 

Makna kedua adalah berpindah dari kehidupan jahiliyah menuju kehidupan Islam, dari kemaksiatan pada ketaatan.

Hidup adalah pilihan. Allah telah memberi hidayah bagi manusia dengan diutusnya Rasulullah saw. membawa petunjuk sekaligus teladan. Allah juga memberi manusia potensi akal dan panca indera untuk memahami kebenaran (Islam). 

Bagi yang menginginkan kemuliaan, maka wahyu akan dijadikan imam, sementara nafsu menjadi makmum. Pun sebaliknya, bagi yang menghendaki kesesatan, ia akan menjadikan nafsu di atas wahyu.

Hidayah telah Allah turunkan, saatnya manusia menyambut kebenaran. Manusia harus mengimani Islam sepenuh hati, terikat dengan seluruh syariat sebagai wujud keimanan. Manusia harus bersegera dalam kebaikan dan ketaatan, mau mengubah dan memperbaiki diri, meninggalkan segala bentuk aktivitas yang dilarang Allah dan konsisten dalam ketaatan. 

Allah Swt. berfirman didalam Surat Ar-ra'du ayat 11 yang artinya:

"Allah tidak pernah mengubah kondisi yang ada pada kaum hingga mereka mengubah kondisi yang ada pada mereka sendiri.” 

Butuh Support Sistem

Tidak mudah mempertahankan ketaatan di tengah kehidupan sekuler. Memegang syariat Islam bak menggenggam bara, bahkan seperti 'ghuraba' asing di tengah budaya individualis, materialis dan hedonis. 

Namun, keimanan yang telah menancap kuat di dada merupakan kekuatan. Satu keyakinan, kesulitan dalam ketaatan menghantarkan kemuliaan dan kebahagiaan abadi. 

Manisnya kemaksiatan hanya sesaat, berakhir pada kehinaan dan penderitaan abadi. Allah Swt. berfirman, 

"Dan siapa pun yang tidak menerima peringatan dari-Ku (Allah), maka sesungguhnya dia akan mendapati kehidupan yang sulit (sempit), dan Kami akan menghimpun mereka pada hari akhir dengan keadaan buta.” (TQS Thaha 124).

Tidak bisa dimungkiri bahwa keadaan umat Islam hari ini tidak sedang baik-baik saja. Umat terpuruk di semua lini kehidupan, tertindas, dan terhinakan. Ini karena umat mencampakkan sistem kehidupan yang benar dari Sang Pencipta. Padahal, Allah menciptakan umat Islam sebagai umat terbaik, dan pernah terwujud dalam kancah kehidupan selama 13 abad, yakni ketika berpegang teguh pada agamanya.

Tidak mudah bertahan dalam ketaatan di tengah sistem kehidupan yang serba permisif, hedonis, dan individualis. Agar senantiasa dalam ketaatan dan meraih kemuliaan, hingga bisa pulang menghadap Allah dengan bahagia, maka beberapa langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

Pertama, mengingat kematian sebagaimana pesan Rasulullah saw.

"... Orang beriman seperti apa yang paling cerdas? Rasul menjawab; mukmin yang terbanyak ingat kematian dan terbaik persiapannya untuk kematian, maka orang-orang yang paling pandai." (HR. Ibnu Majah)

Kedua, istikamah dalam kebaikan. Amal yang baik adalah amal yang senantiasa dilakukan meski hanya kecil. Nabi saw. bersabda,

"Amal yang sangat dicintai Allah Swt. adalah amal yang kontinu meskipun hanya sedikit.” Bunda ’Aisyah ketika melakukan suatu amal, beliau selalu berusaha sungguh-sungguh untuk mendawamkannya (HR Muslim no 783).

Ketiga, mencari teman dan lingkungan yang baik. Dengan siapa bergaul akan sangat berpengaruh terhadap kita, karena manusia adalah makhluk sosial. Akan ada saling interaksi dan saling memengaruhi. 

Teman dan lingkungan yang baik akan mengingatkan dan menyuasanakan ketaatan, pun sebaliknya. Teman yang punya kebiasaan tidak baik akan berpengaruh. 

Nabi saw. menggabarkan dengan bagus permisalan seorang teman. Berteman dengan orang saleh ibaratnya seperti berteman dengan penjual minyak wangi. Andai kita tidak membeli, mungkin saja dia akan memberi. Jika tidak, maka kita bisa mendapat bau harumnya.

Berteman dengan orang ahli maksiat seperti berteman dengan pandai besi. Kita bisa terciprat bunga apinya, atau paling tidak kita akan terkena bau asapnya. 

Bahkan, di hadis lain Rasulullah saw. menegaskan bahwa jika ingin mengetahui seseorang, maka lihatlah siapa temannya. Maka, penting mencari teman yang saleh yang senantiasa mengingatkan dalam ketaatan dan mencegah kita dari perbuatan maksiat.

Keempat, bergabung bersama jemaah yang memperjuangkan kembalinya kehidupan Islam. Kerusakan yang tampak hari ini, dari kasus bunuh diri, maraknya judol dan pinjol, korupsi yang menggurita, lg6t, pergaulan bebas, kesenjangan ekonomi hingga Palestina yang masih terjajah adalah penderitaan dan kerusakan sistemik akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme demokrasi. Maka, Muharam adalah waktu yang tepat untuk melakukan perubahan, meninggalkan sistem sekuler yang rusak dan merusak menuju sistem sahih berbasis wahyu. Sistem Islamlah yang akan menerapkan syariah Islam secara kafah, yang akan membebaskan penghambaan manusia dari selain Allah hanya kepada Allah Swt. Aktivitas inu hanya bisa dilakukan secara berjemaah bersama kelompok dakwah ideologis.

 *Khatimah*

Islam dan kaum muslimin akan kembali meraih kemuliaan, menjadi umat terbaik ketika umat kembali pada tatanan kehidupan yang tegak di atas asas akidah Islam. 

Umar bin Khattab r.a. pernah berpesan,

"Kita dahulu merupakan bangsa yang paling hina, lantas Allah menjadikan kita mulia dengan Islam. Ketika kita menginginkan kemuliaan dengan bukan dari Islam, maka Allah justru akan menghinakan kita." (Al-mustadrak 'ala al- sahihain, Juz 1 hal 130).

Ketika saat ini sistem Islam belum tegak, maka fardhu kifayah melekat di setiap pundak kaum muslimin, hingga kewajiban ini terlaksana sempurna. 

Tegaknya kehidupan Islam merupakan kewajiban dari Allah agar kaum muslimin bisa melaksanakan Islam secara kafah sekaligus bukti keimanan dan ketundukan hamba pada Khalik-nya. Wallahu a'lam.

Oleh: Ida Nurchayati, Kontributor Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :