Menyikapi Darurat Sampah di Indonesia dengan Solusi Islam - Tinta Media

Minggu, 21 Juli 2024

Menyikapi Darurat Sampah di Indonesia dengan Solusi Islam

Tinta Media - Di tengah kemiskinan yang masih merajalela di Indonesia, ironisnya, kita juga menghadapi masalah besar berupa sampah makanan. Data menunjukkan bahwa negara kita mengalami kerugian hingga Rp155 triliun per tahun akibat makanan yang terbuang sia-sia dari suara.com(3 Juli 2024). Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga tentang moral dan keadilan sosial.

Menurut data dari UNNES (15 Mei 2023), 1/3 dari makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia di dunia dibuang sebagai sampah. Jika dihitung, jumlahnya mencapai 1,3 miliar ton per tahun. Padahal, sebanyak 795 juta manusia di dunia menderita kelaparan. Total sampah yang dihasilkan tiap tahunnya sebenarnya dapat menghidupi 2 miliar orang.

Pada tahun 2020, Indonesia sudah memasuki sinyal darurat sampah makanan. Bahkan, pada tahun 2019, telah ditunjukkan bahwa Indonesia merupakan penghasil sampah makanan terbesar nomor 2 di dunia setelah Saudi Arabia. Pada tahun 2021, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional mencatat bahwa sampah sisa makanan Indonesia mencapai 46,35 juta ton dalam skala nasional. Jumlah ini menduduki komposisi terbesar dari total sampah yang dihasilkan, bahkan melebihi sampah plastik yang mencapai 26,27 juta ton.

Besarnya sampah makanan bisa disebabkan oleh dua hal. Pertama, pemborosan makanan mencerminkan pola konsumsi yang berlebihan dalam budaya yang sering mengedepankan konsumerisme. Makanan dipandang sebagai barang komoditas yang bisa dibeli dan dibuang tanpa berpikir panjang. Kita perlu menyadari bahwa setiap makanan yang terbuang adalah kesempatan yang hilang bagi mereka yang kelaparan.

Kedua, mismanajemen dalam distribusi pangan berkontribusi pada masalah ini. Praktik penumpukan sembako yang kadang terjadi, serta pembuangan makanan untuk menjaga stabilitas harga, adalah contoh bagaimana kebijakan yang tidak efektif dapat menjelaskan pemborosan. Reformasi kebijakan yang lebih baik diperlukan untuk memastikan bahwa pangan dapat didistribusikan secara merata.

Budaya konsumerisme ini dipicu oleh sistem kapitalisme yang sering mengarah pada perilaku pemborosan. Dalam hal ini, makanan tidak lagi dipandang sebagai makanan pokok, melainkan sebagai komoditas yang bisa dibeli dan dibuang tanpa berpikir panjang. Ini adalah gambaran yang jauh dari prinsip-prinsip moral dan etika yang seharusnya menjadi landasan dalam pengelolaan sumber daya.

Dalam Islam, terdapat aturan yang jelas tentang pentingnya menghargai makanan dan hidup hemat, yang bisa menjadi solusi efektif dalam mengatasi masalah ini. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, "Dan makanlah dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan" (QS. Al-A'raf: 31). Hadis Rasulullah SAW juga mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam makan dan minum, menghargai makanan, makan secukupnya, menghormati berkahnya makanan, dan tidak membuang-buang makanan. Memberi kepada yang membutuhkan jika memiliki kelebihan makanan juga dianjurkan.

Islam juga memiliki solusi dari perspektif pemerintahan Islam. Pertama, distribusi yang adil melalui zakat, sedekah, dan dari Baitul Mal. Kedua, memberikan edukasi dan kesadaran masyarakat melalui kampanye publik dan pendidikan di sekolah. Ketiga, pengelolaan sumber daya alam dengan penggunaan teknologi dan infrastruktur penyimpanan. Keempat, kebijakan pengelolaan limbah dengan regulasi pembuangan dan pemanfaatan sisa makanan. Kelima, penegakan hukum dengan memberikan sanksi bagi pemborosan dan insentif untuk donasi.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam pengelolaan makanan dan distribusi yang adil, kita dapat mengurangi pemborosan makanan dan menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera. Ajaran Islam tentang menghargai makanan dan hidup hemat bukan hanya relevan secara moral, tetapi juga praktis dalam mengatasi salah satu masalah terbesar dunia saat ini. Mari kita mulai dari diri kita sendiri dan mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang sejalan dengan nilai-nilai ini. Namun, jika sistemnya masih kapitalisme, solusi ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sekarang. Hanya dengan menerapkan sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah, kita bisa menyelesaikan masalah yang terjadi sekarang.

Oleh: Dzakiyyah Kholishotun Nuha, Sahabat Tinta Media 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :