Mafia Akademisi dalam Sistem Sekuler, kok Bisa? - Tinta Media

Senin, 29 Juli 2024

Mafia Akademisi dalam Sistem Sekuler, kok Bisa?

Tinta Media - Menyoroti kembali dunia akademisi dengan adanya dugaan praktik jual beli gelar akademi, sejumlah pekerja media melakukan investigasi. Tujuannya adalah menguatkan dugaan adanya praktik jual beli gelar dan adanya lingkaran mafia guru besar yang terendus ke publik. 

Sementara, Kemendikbudristek juga melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran akademik dalam pengajuan sebelas guru besar Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. 

Dalam sistem sekuler, deretan administrasi yang panjang akan segera menjadi ringkas dengan adanya pelicin. Kerap kali kita berhadapan dengan keculasan oknum yang memanfaatkan situasi untuk peningkatan jenjang karier. 

Sudah menjadi rahasia umum, jika gelar profesor maupun jenjang karier dosen menjadi lahan basah untuk memetik cuan. Jangankan manipulasi gelar, jual beli ijazah juga tidak kalah marak. 

Semua praktik kotor ini menjauhkan dunia pendidikan dari visi mulianya. Hal ini tentu mencoreng muka kaum cendekia.

Meskipun suara kritis dari berbagai pihak yang menolak sudah lama terdengar, tetapi hal itu tak digubris hingga praktik kotor ini dianggap biasa. 

Seharusnya para akademisi juga bersikap kritis, bukan memilih bungkam. Mereka mengambil pilihan untuk mengikuti arus dan hidup layaknya budak korporat. 

Jenjang karir dosen menjadi prestise untuk meningkatkan taraf hidup.
Mengapa semua bisa terjadi? Apakah permasalahan ini terjadi pada individu ataukah kegagalan sistem pendidikan dalam membentuk manusia yang berkarakter, lekat dengan kultur cendekia dengan moralitas yang tinggi? 

Tentu ini bukanlah kondisi ideal. Kondisi ini menjadi lingkaran setan yang tak berujung. Ironisnya, praktik kotor ini terjadi secara sistematis.

Dalam sistem sekuler, moralitas dan ketakwaan menjadi ranah pribadi dan hanya ada di rumah-rumah ibadah. Di ranah publik, manusia bebas untuk berbuat apa pun sesuai kehendaknya. 

Prinsip kebebasan menjadikan manusia menghalalkan segala cara demi meraih standar kebahagiaan dalam masyarakat sekuler.

Dalam Islam justru berbeda. Manusia terbaik dinilai semata karena ketakwaannya. Keimanan adalah fondasinya. 

Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk kepribadian Islam dengan cara menanamkan pengetahuan Islam berupa akidah, pemikiran, dan perilaku islami. 

Sistem pendidikan dalam Islam mengajarkan kesadaran hubungan manusia dengan Allah. Hal ini menjadi kontrol terbaik untuk semua perbuatan manusia karena kelak akan dimintai pertanggungjawaban. 

Ilmu yang dimiliki berguna untuk kemaslahatan umat. Dengan begitu, setinggi apa pun ilmu seseorang dan sebanyak apa pun gelar yang mereka miliki, orientasinya adalah untuk kehidupan akhirat, bukan semata-mata demi tujuan individu yang bersifat duniawi.

Oleh: Ummu Hagia, Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :