Tinta Media - Rumah adalah salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Namun, harga rumah yang semakin mahal membuat masyarakat berekonomi rendah kesulitan untuk dapat memiliki rumah yang layak untuk dihuni.
Seperti yang terjadi di Kabupaten Bandung, sebanyak 37 ribu rutilahu (rumah tidak layak huni) tengah menjadi perhatian Bupati Bandung Dadang Supriatna. Beliau mengklaim selama menjabat dari 2021, program perbaikan rutilahu telah berhasil dilaksanakan melebihi target, yakni 7000 unit per tahunnya. Menurutnya, 37 ribu rutilahu tidak akan tuntas di kepemimpinan periode ini, baru bisa tuntas jika kepemimpinannya dilanjutkan periode berikutnya.
Kondisi masyarakat kian hari semakin kesulitan untuk memiliki rumah impian. Jangankan berharap punya rumah, sudah bisa makan pun sudah bersyukur. Persoalan yang tak kunjung usai ini tak lantas mendapat solusi pasti dari pemerintah. Harusnya negara hadir membawa solusi yang menenangkan, bukan malah memberi solusi yang memberatkan rakyat, seperti program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), misalnya.
Negara adalah pihak yang bertanggung jawab langsung atas pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan, khususnya bagi masyarakat miskin yang jelas-jelas tidak punya kemampuan ekonomi.
Menurut Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur, Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna, backlog perumahan (jumlah kekurangan rumah) di Indonesia masih tinggi, mencapai 12,71 juta. Padahal, APBN telah menyisihkan sebanyak Rp175,36 triliun untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar memiliki rumah layak.
Sayangnya, anggaran sebesar itu tidak langsung sampai ke tangan masyarakat miskin. Alih-alih membantu masyarakat, pemerintah malah menjalin kerja sama dengan pihak swasta (bank-bank, lembaga pembiayaan, dan para pengembang properti). Pemerintah hanya berperan sebagai regulator saja, sedangkan pihak swasta mendapatkan keuntungan besar dari proyek pembangunan tersebut.
Penerapan sistem batil kapitalisme adalah sumber dari segala problematika kehidupan, termasuk masalah rutilahu. Tata kelola yang salah mengakibatkan perekonomian rakyat semakin terpuruk. Dalam sistem ini, penguasa menjadi materialistis terhadap urusan rakyat. Akibatnya, harga rumah semakin tidak terjangkau. Dikarenakan penguasa lepas tangan dan menyerahkan urusan rakyat kepada para korporat, akhirnya mereka seenaknya mematok harga perumahan.
Inilah konsekuensi yang harus dirasakan dalam sistem kapitalisme. Hubungan penguasa dan rakyat bagaikan majikan dan buruh, apa-apa dibisniskan. Alih-alih memberikan rumah layak dan gratis, penguasa malah mempersulit akses rakyat untuk memiliki rumah yang layak huni, dengan membuat kebijakan-kebijakan yang memberatkan.
Berbeda dengan sistem Islam yang jelas-jelas sudah terbukti dalam sejarah mampu menyejahterakan umat selama hampir 14 abad. Islam memosisikan negara sebagai raa'in (pengurus rakyat). Negara wajib memenuhi segala kebutuhan rakyat. Salah satunya adalah kebutuhan papan (rumah).
Mekanisme yang diatur oleh syariat Islam memungkinkan rakyat memiliki rumah yang layak dan nyaman untuk ditempati. Salah satunya dengan cara memberi akses kepada setiap laki-laki dewasa (kepala keluarga) untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak sesuai dengan apa yang dikerjakan, sehingga secara ekonomi mereka mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan keluarga.
Kalaupun ada masyarakat yang tidak mampu, maka negara akan memberikan lahan milik negara kepada rakyat untuk dibangun rumah atau membuatkan rumah di lahan milik negara. Khalifah sebagai pemimpin dan pelayan umat akan turun langsung dalam proses perencanaan, skema pembiayaan, hingga pelaksanaan pembangunannya. Jelas, khalifah tidak akan menyerahkan urusan tersebut kepada pihak swasta yang hanya memikirkan profit, tanpa merasa iba terhadap kondisi rakyat kecil.
Rasulullah saw. bersabda,
"Imam (khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya." (HR. Bukhari)
Negara tidak hanya berperan sebagai regulator saja, tetapi juga memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam tata kelola perumahan. Negara sadar betul bahwa bumi ini adalah milik Allah Ta'ala. Maka, pemanfaatannya pun berdasarkan hukum Allah. Dengan demikian, persoalan rutilahu bisa diminimalisir.
Negara tidak akan berorientasi pada materi dan keuntungan dalam mengurus rakyat, tetapi pada ketaatan terhadap Allah Swt. Oleh karena itu, hanya sistem Islam yang mampu menjamin ketersediaan perumahan bagi rakyat yang tidak mampu. Dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Islamiah, rakyat akan merasakan kesejahteraan yang sesungguhnya. Wallahualam bisshawab.
Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media