Tinta Media - Menteri PMK Muhadjir Effendy mengusulkan agar para keluarga pecandu judi online mendapatkan bansos dan pembinaan sehingga terlepas dari kecanduannya. Tentu saja usulan ini mendapat penolakan keras dari masyarakat karena bansos tidak akan menyelesaikan masalah kecanduan judi ini. Pembinaan yang diusulkan pun efektivitasnya juga belum teruji.
Pihak Kemenkominfo sendiri mengaku sudah memblokir hampir dua juta akun, tetapi judi online tetap bermunculan. Lantas, dengan cara apa lagi kita bisa memberantas perjudian yang sudah mengakar ini?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus melihat apa yang menyebabkan judi mengakar begitu kuat di masyarakat. Penyebab utamanya tentu karena sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Kapitalisme menganggap urusan agama hanya sekadar ibadah ritual antara hamba dengan penciptanya, sehingga menjadikan semua urusan di dunia disandarkan pada untung rugi, bukan halal haram.
Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, mereka melihat judi hanya dari sisi untung rugi, bukan halal haram. Mereka menganggap bahwa judi adalah jalan pintas untuk meraih kekayaan. Tidak perlu bekerja keras, dengan sedikit modal dan keberuntungan, mereka berharap bisa kaya-raya dalam waktu singkat.
Ini diperkuat dengan sikap permisif negara yang mengabaikan maraknya perjudian. Alih-alih berusaha memberantas dengan menutup segala bentuk perjudian dan menghukum berat pelaku yang terlibat, pemerintah justru terlihat tak berdaya dan akhirnya membiarkan begitu saja. Yang miris lagi, banyak aparat negara juga terseret dalam kasus perjudian ini.
Dengan demikian, harapan pemberantasan judi secara tuntas ada pada penerapan syariat Islam secara kafah. Ini karena individu-individu yang ada terdidik dengan syariat. Mereka paham bahwa judi, baik online atau offline hukumnya haram dan wajib ditinggalkan, meskipun ada keuntungan besar yang bisa diraih. Baik pecandu, bandar, maupun penegak hukum, akan memahami dan mengamalkan aturan ini.
Negara akan memblokir total semua situs judi dan tempat-tempat permainan yang ada unsur judi. Jika ada yang ngotot bermain judi secara sembunyi-sembunyi, hukuman keras akan menanti.
Demikian cara Islam menuntaskan perjudian. Berbeda dengan kapitalisme yang menganggap judi itu menguntungkan bagi mereka yang terlibat di dalamnya. Pemberantasannya tidak akan maksimal. Ada proses tebang pilih. Oleh karena itu, darurat judi online tidak akan selesai jika masih berharap pada sistem saat ini. Jadi, tunggu apa lagi, mari kita menerapkan Islam kafah agar hidup menjadi berkah.
Oleh: Anita
Sahabat Tinta Media