Tinta Media - Populasi dunia diprediksi dari tahun ke tahun akan semakin menurun. Dalam publikasi interaktif Eurostat disebutkan bahwa pertumbuhan populasi Uni Eropa (UE) terhenti pada tahun 2020. Jumlah penduduk berusia 80+ tahun meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 2002 dan 2022. Sedangkan jumlah generasi muda di bawah 20 tahun menurun.
Di Asia, penurunan drastis demografi bisa dilihat di negara Jepang dan Korea. Berdasarkan data statistik resmi pemerintah Jepang, pada Oktober 2023 Jepang memiliki sekitar 124,34 juta orang penduduk. Kategori usia lanjut (65-100 tahun) mencapai 36,2 juta orang (29,1 persen). Jika digabung dengan usia kerja (15-64 tahun) mencapai 59,5 persen.
Menurut tim World Economic Forum (WEF) dalam laporannya (28/9/2023), dinyatakan bahwa tingkat kelahiran di tahun 2022 mencapai titik terendah. Dikatakan bahwa ini merupakan bom waktu bagi sistem jaminan sosial Jepang yang berjuang memenuhi biaya pensiunan dengan lebih sedikit pekerja yang membayar pajak. Kondisi Jepang yang didominasi penduduk tua ini berpotensi membebani perekonomian negara mereka.
Berpindah ke negara Korea Selatan (Korsel), Presiden Korsel Yoon Suk Yeol pada Rabu (19/06/2024) dalam pertemuan komite kepresidenan menyatakan bahwa Korsel berada dalam darurat nasional demografis akibat penurunan populasi. Tingkat kesuburan total Korea Selatan atau jumlah rata-rata anak yang dilahirkan seorang wanita sepanjang hidupnya turun ke titik terendah baru, yaitu 0,72 pada 2023. Angka ini jauh di bawah tingkat penggantian sebesar 2,1 yang diperlukan untuk mempertahankan populasi negara tersebut pada angka 51 juta.
Sejumlah faktor ditengarai menjadi sebab penurunan populasi, di antaranya harga rumah yang mahal, biaya pendidikan, dan jam kerja yang panjang membuat kaum muda enggan untuk membentuk keluarga dan memiliki bayi.
Upah yang didapat tidak sebanding alias tidak mencukupi biaya hidup yang semakin tinggi. Belum lagi repotnya memiliki anak tidak akan bisa tertangani ketika kedua orang tuanya bekerja. Jika salah satu pasangan memilih mundur dari pekerjaan, konsekuensinya adalah berkurangnya pendapatan. Sungguh buah simalakama.
Lalu bagaimana Indonesia? Menurunnya populasi dunia ternyata menjalar ke Indonesia. Hal ini dimulai dari tren penurunan angka kesuburan yang diprediksi terus berlanjut. Tahun 2035, Indonesia diprediksi akan didominasi penduduk usia tua.
Kondisi demografis Indonesia memang belum seekstrem Jepang atau Korea Selatan. Total fertility rates (TFR) alias angka kesuburan Indonesia masih berada di angka ideal, yakni 2,14. Namun, angkanya diprediksi akan terus turun menjadi 1,9 pada 2035. Saat ini, sudah ada beberapa daerah dengan TFR di bawah yang mencapai angka ekstrem tersebut. Di antaranya, Jakarta dengan 1,75; Daerah Istimewa Yogyakarta (1,89); dan Jawa Timur (1,98).
Penurunan angka kesuburan dilanjut penurunan angka pernikahan ini diikuti dengan meningkatnya median usia menikah perempuan. Saat ini, rata-rata perempuan baru menikah pada usia 22 tahun. Dulu median usia perempuan menikah masih di bawah 18 tahun.
Prediksi bonus demografi yang akan didapatkan Indonesia di tahun 2020 – 2030 malah menjadi dilematis tersendiri. Mengapa dilematis? Di satu sisi bisa menjadi keuntungan, tetapi di sisi lain justru menjadi bencana.
Bonus demografi adalah fenomena di saat struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedang proporsi usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut belum banyak.
Jika pemerintah Indonesia bisa mengelola dengan baik bonus demografi yang didapat, maka tentu akan menjadi keuntungan. Pengelolaan bisa dimulai dengan memanfaatkan potensi akal dan kekuatan fisik usia muda untuk dioptimalkan dalam pembangunan bangsa. Tenaga dan pikiran mereka diarahkan untuk menghasilkan karya demi kemajuan dan kejayaan bangsa sehingga akan menjadi negara yang mandiri dan berdikari.
Sebaliknya, jika tidak mampu mengelola dengan baik, bonus demografi akan menjadi bencana. Usia produktif yang tidak terkelola dengan baik akan memunculkan permasalahan kelompok anak usia sekolah dan remaja yang sangat beragam, antara lain seputar gizi, kebersihan perorangan, penyakit menular, dan juga penyakit tidak menular seperti hipertensi dan diabetes mellitus yang sekarang ini tidak hanya menjadi penyakit orang dewasa saja, tetapi mulai menjangkiti remaja dan anak-anak.
Pengelolaan Demografi untuk Kemajuan Bangsa dan Umat
Suatu negara dalam membangun peradabannya sangat bergantung bagaimana kualitas generasi mudanya. Munculnya generasi yang mampu berperan dalam pembangunan tidak datang tiba-tiba.
Keluarga sebagai tempat sosial pertama mempunyai fungsi sebagai tempat perlindungan bagi anggota keluarga. Keluarga diharapkan memberikan rasa aman, tenang, dan tenteram bagi seluruh anggotanya.
Setiap anggota keluarga juga mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Ayah giat bekerja untuk mencari nafkah, ibu mengasuh anak-anak dengan nyaman dengan bekal ilmu yang cukup. Anak-anak pun mendapatkan hak tumbuh kembang dengan baik.
Dalam hal ini, negara sebagai pengurus rakyat harus mampu memberikan fasilitas dan segala hal yang menunjang dalam jaminan hidup, pendidikan, dan keamanan dengan baik bagi warga negaranya. Negara juga harus mampu mengarahkan dan mendukung generasi muda dalam mengembangkan serta mengoptimalkan kemampuan dan kreativitas dalam menghasilkan karya. Hasil karyanya pun akan bermanfaat bagi peradaban dunia, khususnya peradaban Islam.
Patut kiranya kita melihat bagaimana Rasulullah saw. membina para generasi muda hingga menjadi generasi pembangun peradaban Islam yang menjadi mercusuar dunia. Rasulullah membina mereka dengan pembinaan akidah Islam yang kuat dan produktif. Ilmu dan wawasan kekinian pun akan diberikan agar generasi muda mampu menghadapi kemajuan zaman.
Tak lupa pemberian kemampuan dasar kemiliteran akan diberikan ketika anak memasuki usia baligh. Selain itu, penerapan sistem pendidikan Islam yang komprehensif dan terintegral dengan sistem lainnya akan mampu melahirkan generasi-generasi hebat. Lihat saja kejayaan Islam dalam rentang waktu 14 abad mampu menguasai dunia dengan kebaikan dan keberkahan. Pemuda-pemudinya produktif dan aktif berperan sepanjang hidupnya. Masalah demografis pun akan teratasi dengan tepat dan menyeluruh.
Oleh: Erlina YD
Tim Editor Tinta Media