Tinta Media - Tujuh bulan telah berlalu di tahun 2024 ini. Namun angka kemiskinan tak kian berlalu. Pada bulan Juli ini, beredar kabar bahwa angka kemiskinan Indonesia menurun, hoax atau fakta?
Dilansir dari CNBCIndonesia.com, jumlah orang miskin di Indonesia mengalami penurunan. Demi mencapai mimpi menjadi negara maju, angka kemiskinan merupakan salah satu indikator yang menjadi fokus pemerintah. Namun sayangnya selama 10 tahun pemerintahan presiden Joko Widodo penurunan angka kemiskinan memang berkurang, tapi tidak signifikan(07/07/2024).
Penurunan angka kemiskinan pada bulan Maret 2024 ditopang oleh solidnya aktivitas ekonomi domestik dan berbagai program bantuan sosial (bansos) pemerintah, khususnya dalam menanggapi kenaikan inflasi pangan pada awal tahun 2024, dilansir dari Menpan.go.id (05/07/2024).
Secara spasial, tingkat kemiskinan di Indonesia memang terlihat menurun baik di perkotaan maupun di perdesaan. Namun hal ini terjadi di tengah rendahnya standar kemiskinan yang berlaku di Indonesia. Maka data tersebut tidak meniadakan bahwa masih terdapat banyak orang-orang miskin yang sejatinya tak terdata.
Pemerintah memang telah mengeklaim bahwa kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia menurun. Namun sudah menjadi rahasia umum bahwa maraknya PHK ada di mana-mana, barang-barang mahal, daya beli menurun dan lain-lain. Bagaimana bisa di saat seperti ini angka kemiskinan menurun. Justru seharusnya malah meningkat.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa sejatinya pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam menyeleksi dan mengeliminasi kemiskinan dengan kebijakan nyata. Pemerintah terlihat hanya sedang bermain dengan angka. Pemerintah sungguh tak serius dalam mengurus perkara penting rakyatnya.
Kemiskinan merupakan perkara kompleks, karena tak hanya berkaitan dengan rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi, namun juga berkaitan dengan rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan, serta berbagai persoalan yang berkaitan dengan pembangunan manusia. Maka dari itu, sesuai dengan fakta tersebut artinya pemerintah sangat tidak bertanggung jawab atas amanah dan rakyatnya sendiri.
Biang kerok dari semua ketetapan pemerintah ini tiada lain ialah sistem pemerintahannya itu sendiri, yaitu Kapitalisme Sekulerisme. Sistem yang berorientasi keuntungan segelintir oknum yang berkepentingan ini jelas meniscayakan tingginya angka kemiskinan. Karena asas yang diberlakukan oleh pemerintah adalah asas manfaat, walau terhadap rakyat yang merupakan tanggung jawabnya dan amanahnya.
Apalagi peran pemerintah dalam sistem ini hanya menjadi regulator yang menjadikan rakyat diabaikan sementara penguasa dan pengusaha dianak emaskan. Ini dikarenakan tidak adanya edukasi keagamaan yang benar sehingga tidak dapat mengantarkan ke kejujuran, rasa tanggung jawab, serta sikap profesional. Lagi-lagi ini disebabkan oleh sistem yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan manusia.
Berbeda dengan sistem Kapitalisme sekularisme, sistem Islam sungguh dapat meniadakan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan pada individu per individu rakyat. Islam menetapkan pemerintah negara sebagai pelayan rakyat yang wajib memenuhi kebutuhan serta menyejahterakan individu per individu rakyat dengan kebijakannya yang sempurna.
Sistem Islam tak menjadikan keuntungan sebagai orientasinya. Melainkan hukum syara' yang telah turun dari Pencipta yang agung. Semua perkara termasuk politik dan ekonomi telah diatur di dalamnya, termasuk juga perkara tentang kemiskinan serta solusinya yang solutif. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah negara sekalipun tidak berhak mengubah aturan tersebut. Maka tak ada celah bagi mereka untuk mengambil keuntungan darinya.
Sempurnalah Islam bersama dengan hukum di dalamnya. Jadi, pilih yang mana, Kapitalisme Sekulerisme, atau Islam?
Oleh: Nabila Andifa, Aktivis Ideologi