Anak Durhaka pada Orang Tua, Buah Sistem Sekuler - Tinta Media

Kamis, 11 Juli 2024

Anak Durhaka pada Orang Tua, Buah Sistem Sekuler

Tinta Media - Viral kasus pembunuhan seorang pedagang di kawasan Duren Sawit Jakarta Timur. Ternyata pelakunya dua orang putri kandungnya berumur 17 tahun dan 16 tahun. Pelaku tidak terima karena dimarahi ayahnya setelah ketahuan mencuri uang ayahnya (www.liputan6.com, 23/6/2024). Di Pesisir Barat Lampung, seorang remaja 19 tahun tega memukuli ayahnya yang minta diantarkan ke kamar mandi, sedangkan ayahnya  menderita stroke. Nahas, sang ayah akhirnya meninggal setelah dilarikan  ke rumah sakit (enamplus.liputan6.com, 23/6/2024).

Kasus anak membunuh orang tua ini bukan kali pertama. Di bulan Mei 2024, ada anak yang membunuh ibu kandungnya di Morowali (kompas.com, 21/5/2024), kejadian yang sama juga terjadi di Sukabumi (kompas.com, 15/5/2024). Sebelumnya, sepanjang tahun 2023 saja  tidak kurang ada tujuh kasus (iNews.ID, 25/12/2023). Tindak kriminalitas serupa bisa terus terjadi pada sistem sekuler kapitalisme.

 Kebebasan Berperilaku

Miris, anak durhaka bukan sekedar kurang tata krama dan sopan santun terhadap orang tua, bahkan sudah tega menghabisi nyawanya. Kasus anak membunuh orang tuanya menggambarkan rapuhnya keluarga dan rusaknya generasi muslim.

Sistem sekuler kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan melahirkan generasi yang miskin iman, rapuh dan kosongnya jiwanya, tidak mampu mengontrol emosi. Generasi yang tidak memahami konsep hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia, termasuk birrul walidain (berbuat baik pada orang tua).

Hal ini terjadi karena sistem pendidikan sekuler hanya berorientasi pada materi, menyiapkan anak didik siap kerja, alpa membangun kepribadiannya. Sistem sekuler juga gagal memanusiakan manusia dan menjauhkan manusia dari fitrahnya. Generasi yang tidak paham hakikat penciptaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi yang akan menebarkan rahmat ke seluruh alam.

Sistem sekuler yang memandang Islam hanya sebagai ibadah ritual gagal membangun jati diri generasi. Lahir individu yang tidak paham bahwa setiap perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Negara hadir sebatas regulator dan fasilitator, tidak ada tanggung jawab membentuk kepribadian generasi yang takwa dan taat pada syariat. Hal tersebut tidak lepas cara pandang sekuler dalam memandang kehidupan. Kehidupan dipandang berdasarkan asas manfaat semata bukan halal dan haram. Orang tua, ketika dianggap memberi manfaat akan disayang. Sebaliknya, jika tidak ada manfaat akan ditendang dan dibuang. Maka selama siatem sekuler kapitalis yang diterapkan kasus serupa akan terus berulang.

 Islam Melahirkan Generasi Berkepribadian

Islam merupakan sistem kehidupan sebagai pemecah problematika kehidupan manusia. Negara dalam sistem Islam bertanggungjawab membina generasi sehingga paham jati dirinya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Generasi yang paham akan kewajiban sebagai anak berbuat baik pada orang tua. Generasi yang menjadikan halal dan haram sebagai standar perilaku, dan berpegang pada syariat Islam.

Islam melarang durhaka pada kedua orang tua. Dari Abu Bakar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Maukah kalian aku beritahu tentang dosa yang paling besar? Yakni syirik kepada Allah SWT dan durhaka kepada kedua orang tua."

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Isra' ayat 23, yang artinya,

"..dan hendaklah kalian berbuat baik kepada ibu bapak kalian dengan sebaik-baiknya. Bila salah seorang diantara keduanya atau dua-duanya berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kalian mengatakan pada keduanya perkataan 'ah', dan janganlah  membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."

Apabila berkata "ah" dan membentak dilarang, apalagi membunuh orang tua, hukumnya haram.

Negara dalam sistem Islam akan sungguh-sungguh mendidik generasi, menyelenggarakan sistem pendidikan Islam yang berorientasi membentuk kepribadian Islam. Yakni generasi yang memiliki pola pikir dan kecenderungan Islam yang menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatan. Generasi yang meyakini bahwa setiap perbuatannya akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

Kesadaran ini akan melahirkan individu yang mampu mengontrol emosi, dan memandang keberadaan orang tua bukan karena manfaat, justru ladang amal yang bisa menghantarkan pada keridhaan dan surga Allah. Nabi SAW bersabda yang artinya,

"Orang tua adalah pintu surga paling pertengahan, bila engkau mampu maka tetapilah atau jagalah pintu tersebut". (HR. Ahmad, Ibnu Majah Tirmidzi, dan Ibnu Hibban).

Negara juga akan mengedukasi keluarga sehingga  paham hak dan kewajiban terhadap anak-anaknya. Didukung adanya masyarakat Islam yang mencintai amar makruf nahi munkar. Masyarakat yang selalu menjaga ketaatan kepada Allah, termasuk birrul walidain, dan membenci tindak kemaksiatan, seperti durhaka pada kedua orang tua.

Dengan penjagaan tersebut, jika masih ada anak yang melakukan pembunuhan, maka negara akan memberi sanksi yang tegas yang memberi efek jera pada pelaku dan mencegah orang lain berbuat kejahatan serupa. Maka kasus anak durhaka pada orang tua bisa ditekan bahkan dihilangkan. Hal tersebut terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah.

Wallahu a'lam

Oleh: Ida Nurchayati, Kontributor Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :