Tinta Media - Dadang Supriatna selaku Bupati Jawa Barat mengklaim bahwa pengangguran di Jawa Barat menurun 6,52 persen pada tahun ini. Hal ini karena kondisi ekonomi yang terus membaik. Selain itu, penurunan tersebut juga disebabkan karena adanya peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang mencapai Rp153 triliun dari sebelumnya Rp115 triliun.
Angka pengangguran yang terus mengecil ini diakui jadi pertanda bahwa ekonomi Kabupaten Bandung tidak hanya pulih dari aspek low budget saja, tetapi juga berhasil menyerap lapangan kerja.
Dadang memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada para pengusaha, termasuk PT. Feng Tay yang sudah membuka lapangan kerja untuk masyarakat. Beliau mengharapkan adanya kerja sama yang baik antara buruh dengan perusahaan sehingga tidak terjadi PHK yang akan berdampak pada ekonomi keluarga.
Pengangguran bukanlah masalah tunggal yang terjadi dengan sendirinya di negeri ini. Masalah ini tidak terlepas dari sistem yang diterapkan. Karena itu, harus ada evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan yang lahir di sistem ekonomi kapitalis saat ini.
Jika sistem yang berjalan ini on the track, tentu masalah pengangguran akan berkurang tidak akan terus terjadi, bahkan tidak akan menjadi sebuah masalah yang menimpa lebih banyak lagi orang.
Sistem ekonomi kapitalis, yaitu sistem ekonomi neo-liberal telah membuat lapangan kerja justru makin sempit bagi rakyat. Pengangguran yang terjadi salah satunya disebabkan karena lapangan kerja yang sangat sulit diraih.
Sistem kapitalisme menyebabkan ketidakadilan karena yang kuatlah yang memegang kendali. Artinya, yang paling banyak modal, dia yang akan meraih kesempatan lebih besar.
Begitu juga dalam dunia kerja. Pemilik perusahaan yang memiliki modal adalah yang memegang kendali. Ia mencari orang-orang yang profesional, tetapi murah untuk menjalankan bisnisnya. Sementara, rakyat yang memiliki pendidikan rendah hanya mendapat kesempatan kerja terbatas sehingga mereka pun tersisih. Inilah kelemahan sistem kapitalisme yang menciptakan jurang yang dalam antara si kaya dan si miskin. Kondisi seperti ini tentu saja tidak boleh terjadi.
Islam memiliki solusi tuntas untuk menyelesaikan masalah pengangguran. Masalah pengangguran tidak akan dibiarkan sampai menggunung dan menimpa lebih banyak orang. Dalam hal ini, negara akan memosisikan diri sebagai pelaku utama yang menjadi raa'in (pengurus) dan menjadi mas'ul (penanggung jawab) terhadap urusan rakyat, termasuk untuk lapangan kerja.
Negara tidak akan memberikan kesempatan kepada pihak swasta, apalagi pihak asing untuk memegang kendali masalah ini. Maka, masalah pengangguran ini akan ditangani oleh subjek yang tepat, yaitu negara yang memiliki otoritas politis, berupa kebijakan UU yang akan menyelamatkan rakyat dari kemiskinan.
Sistem Islam sebagai institusi yang menerapkan syariat kaffah akan menerapkan dua pendekatan, yaitu pendekatan individu dan pendekatan sosial ekonomi.
Di pendekatan individu, Islam akan menerapkan sistem pendidikan, dengan memberikan edukasi baik secara formal atau nonformal untuk memberikan pemahaman kepada individu tentang wajibnya bekerja bagi laki-laki. Negara akan memahamkan, bagaimana mulianya orang yang bekerja ini di hadapan Allah Swt. Negara akan memberikan modal yang memadai bagi orang-orang yang akan bekerja ini untuk mengembangkan bisnisnya.
Di pendekatan sosial ekonomi politik, Islam tidak akan mendatangkan investasi-investasi yang akan mempertaruhkan nasib negara dan rakyat, apalagi sampai menjerat negara dan rakyat pada kubangan utang luar negeri yang besar.
Sistem Islam juga akan memberikan skema-skema investasi, sebuah akad yang dibenarkan di dalam Islam. Tentu saja skema yang halal dan tetap memosisikan pemimpin negara Islam sebagai aktor utama.
Negara akan memberikan modal cukup yang akan merangsang iklim usaha dengan birokrasi yang sederhana, tidak akan ada pajak yang besar, karena dalam Islam pajak atau doriba bukan menjadi pendapatan utama negara.
Inilah sistem ekonomi Islam yang sangat kita harapkan yang bisa menyelesaikan permasalahan ekonomi. Wallahua'am bishawab.
Oleh: Rukmini, Sahabat Tinta Media