Tapera Tak Ubahnya Pemalakan pada Rakyat - Tinta Media

Rabu, 12 Juni 2024

Tapera Tak Ubahnya Pemalakan pada Rakyat


Tinta Media - Saya setuju dengan pernyataan Ono Surono, Ketua DPD Jabar yang mengatakan bahwa Tapera menambah beban  para pekerja, padahal mereka sudah mempunyai kewajiban lain, termasuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Dalam pernyataannya, Ono Surono juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang mewajibkan setiap pekerja membayar iuran Tapera sebesar 2.5% dari gaji yang diterima.  Ia meminta pemerintah untuk tidak memaksakan kebijakan tersebut karena gaji para pekerja yang sedikit akan makin berkurang. Lalu, iuran Tapera sebesar 0.5% yang dibebankan pada pengusaha juga bisa berdampak pada penurunan insentif bagi para pekerja (detikjabar, 30/5/2024 ).

Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) adalah program pemerintah untuk mengadakan kepemilikan rumah bagi pekerja dengan harga murah dan terjangkau, serta bunga yang rendah. Tabungan  akan dikembalikan setelah kepesertaan berakhir.  

Tapera pertama kali digulirkan tahun 2020 berdasarkan Peraturan Pemerintah no 25 tahun 2020. Pada tahun 2024, Presiden Jokowi mengubah PP 25 /2020 menjadi PP no 21/2024 yang mewajibkan seluruh karyawan ikut penyelenggaraan Tapera (AYOBANDUNG.com, 30/5/2024).

Kriteria pekerja yang harus ikut Tapera adalah usia minimum 20 tahun, sudah menikah, dan memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum daerahnya. 

Golongan pekerja yang otomatis ikut Tapera adalah Pegawai Negeri Sipil, anggota Polri dan TNI, Karyawan BUMN, Karyawan BUMD dan BUMDES, pegawai mandiri, pekerja di sektor informal, dan WNA yang memegang VISA kerja di Indonesia. Dengan demikian, setiap pekerja yang menerima upah, wajib ikut Tapera.

Tapera tidak ubahnya pemalakan oleh pemerintah kepada rakyat karena adanya kewajiban pada setiap pekerja untuk menyetor uang 2.5% gaji. Rakyat tidak diberi pilihan, padahal selama ini sudah ada pemotongan gaji setiap bulannya, seperti BPJS Kesehatan 1%, BPJS ketenagakerjaan JHT  2%, BPJS Jaminan Pensiun 1%, BPJS Jaminan Kematian 0.3% dan BPJS ketenagakerjaan JKK  1.74%. Sekarang akan  ditambah lagi pemotongan untuk Tapera 2.5%. 

Gaji pekerja di Kab. Bandung sesuai UMR saat ini  Rp3.527.967. bila dipotong serentetan iuran itu, maka uang yang diterima pekerja tinggal Rp3.253.261.  Di tengah kondisi serba mahal seperti saat ini, beban para pekerja semakin berat.  Belum lagi biaya untuk makan sehari-hari, biaya pendidikan anak, transportasi, kesehatan, dan lainnya. Maka, pantas bila Tapera mengundang banyak kritikan dari berbagai kalangan. Para pekerja pun menolaknya.

Mirah Sumirat, Ketua Asosiasi Serikat Pekerja menyampaikan kritiknya, bahwa  seharusnya pemerintah yang bertanggung jawab dan wajib menyediakan perumahan untuk rakyat, bukan main potong gaji pekerja. Tindakan itu sama saja dengan memiskinkan rakyat secara perlahan. 

Muslimah news.net (1/6/2024) menyoroti dana Tapera yang terkumpul dari seluruh pekerja di Indonesia pasti akan besar sekali jumlahnya, bahkan mencapai milyaran rupiah. Hal ini berpotensi menjadi lahan baru korupsi karena masa tabungan akan lama.  Rasanya kecurigaan itu beralasan karena faktanya, pada tahun 2021 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 124.960 pensiunan belum menerima pengembalian dana Tapera yang nilai totalnya mencapai Rp567.5 Miliar  (detikProperti, 3/6/24 ). Ke mana larinya uang nasabah?

Kegaduhan yang ditimbulkan Tapera menunjukkan kepedulian dan kepekaan penguasa sangat minim.  Penguasa telah berbuat zalim kepada rakyat. Angka 2.5% memang terlihat kecil, tetapi bagi pekerja yang gajinya di bawah UMK, gaji utuh saja tidak mencukupi, apalagi kalau dipotong 2.5%.  Seharusnya iuran yang sifatnya menabung tidak dipaksa untuk membayar, apalagi dengan memotong gaji pekerja tanpa izin. Sedangkan negara sendiri belum optimal memberikan pelayanan kepada rakyat. 

Pemaksaan ikut Tapera ini menunjukkan bahwa pemerintah dengan sistem kapitalisme hanya ingin mengumpulkan uang rakyat, sedang peruntukan dan pengelolaannya tidak jelas, kapan dapat rumahnya, di mana lokasinya, berapa jarak dari tempat kerja, dsb. 

Negara hanya sekadar regulator, tidak peduli dengan sulitnya hidup rakyat. Tapera adalah bentuk lepas tangan negara dalam membantu rakyat untuk memiliki tempat tinggal. Rakyat dipaksa saling menanggung beban, seperti BPJS. Rakyat yang tidak sakit membiayai yang sakit. Pemerintah hanya mengatur jalurnya saja.

Berlainan dengan Sistem Islam, pemimpin (khilafah ) akan hadir memberi layanan sebaik mungkin karena tugasnya adalah mengurus urusan rakyat (raa'in), bukan mengeruk keuntungan dari rakyat. Rasulullah saw. bersabda,

"Imam  adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR Bukhari).

Dalam Islam, rumah adalah salah satu kebutuhan dasar bagi rakyat. Maka, sudah seharusnya pengadaan perumahan rakyat menjadi tanggung jawab pemerintah (khilafah), tanpa adanya iuran wajib. Semua ditanggung negara. Khilafah bukan bertindak sebagai pengumpul dana rakyat, melainkan bertugas memenuhi kebutuhan rakyat.

Islam mewajibkan khilafah membantu rakyat untuk memiliki tempat tinggal dengan cara:

Pertama, menciptakan iklim ekonomi yang sehat sehingga setiap kepala keluarga mempunyai pekerjaan atau penghasilan.

Kedua, khilafah melarang praktik ribawi dalam kepemilikan rumah dan menghilangkan kepemilikan lahan yang luas oleh swasta/ korporasi, karena khilafah akan mengutamakan kepemilikan lahan untuk rakyat yang mampu mengelolanya. 

Ketiga, baitul maal akan membantu rakyat dengan subsidi bagi kepemilikan rumah.

Sungguh, hanya dengan sistem Islam hidup rakyat terjamin. Rakyat memiliki rumah tanpa memberatkan rakyat yang lain. Khilafah berperan sebagai raa'in yang adil dengan tujuan meraih rida Allah Swt. Wallahu alam bisshawab.


Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :