Tapera Menambah Daftar Beban Rakyat - Tinta Media

Sabtu, 15 Juni 2024

Tapera Menambah Daftar Beban Rakyat


Tinta Media - Peraturan Pemerintah (PP) 21 tahun 2024 tentang penyelenggaraan tabungan perumahan rakyat masih ramai diperbincangkan. Pasalnya, pemotongan gaji 3% yang bersifat wajib bagi pekerja seperti PNS, karyawan swasta, dan pekerja lepas yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, berusia 20 tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar sangat tidak masuk akal.

Faisal Basri, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance mengatakan bahwa program iuran Tapera sangat aneh karena sifatnya wajib bagi semua pekerja. Pekerja yg sudah memiliki rumah tidak mendapatkan manfaat dari program itu. 

Demo buruh menolak Tapera (6/6/2024) dilakukan  di depan istana negara oleh massa Konfederasi  Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan partai Buruh. Presiden KSPI, Said Iqbal menilai bahwa program Tapera menjadikan pemerintah lepas tanggung jawab dalam menyediakan rumah bagi rakyat Indonesia.  

Kewajiban iuran Tapera dari negara semakin menambah beban hidup rakyat. Sebelum program Tapera ini diundangkan, rakyat sudah dibebani dengan iuran-iuran wajib lainnya, seperti iuran BPJS Kesehatan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Pajak penghasilan, dan ditambah dengan beban iuran Tapera.

Tambahan pemotongan gaji semakin memberatkan rakyat di tengah kebutuhan harga bahan pokok yang selalu naik. Rakyat harus memeras pikiran untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Belum lagi biaya transportasi, pendidikan, dan cicilan lainnya. Tidak hanya itu, peserta yang sudah memiliki rumah juga harus membayar iuran program ini.

Memang, dalam sistem kapitalis sekuler, semua dinilai dari kacamata untung dan rugi, bukan halal dan haram. Hasil penerapan sistem kapitalisme menjadikan negara pelayan korporasi, bukan pelayan rakyat. Akibatnya, rakyat terpaksa bergotong-royong memenuhi kebutuhan hunian di tengah impitan ekonomi yang sulit, sehingga negara menjadi abai terhadap pemenuhan kebutuhan papan rakyat. 

Ini berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara menjadi pelayan rakyat. Negara memastikan kehidupan dan kesejahteraan rakyat dari sisi sandang, pangan, dan papan yang mudah didapatkan dan tidak membebani rakyat. Negara memudahkan akses kesehatan, pendidikan, serta hunian. 

Dalam sistem Islam, negara juga mengatur kepemilikan dan pengelolaan lahan. Individu yang memiliki lahan harus memanfaatkan lahannya, baik yang berjumlah sedikit ataupun banyak. 

Jika didapati individu lalai dalam mengelola lahan kepemilikannya, seperti tidak digunakan atau tidak untuk aktivitas produktif selama 3 tahun, maka negara berhak mencabut kepemilikan tersebut. Aturan syariat atas kepemilikan lahan meminimalkan terjadi aktivitas dominasi lahan oleh segelintir orang yang dapat berdampak pada monopoli lahan yang sering terjadi dalam sistem kapitalis.

Rasulullah saw. bersabda, 

"Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya." (HR Bukhari)


Oleh: Rinta Rizkya
Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :