Tinta Media - Kondisi rupiah kian melemah. Menjelang masa pemerintahan Presiden Jokowi, rupiah menukik turun hingga Rp 16.450,00 (cnnindonesia.com, 20/6/2024). Berbagai alasan mengemuka. Mulai dari alasan ketidakstabilan global dan berbagai kondisi kebijakan pemerintah yang terus berdampak buruk.
Sistem Ekonomi ala Imperialisme
Kondisi serupa pernah terjadi juga pada masa pandemi saat pertengahan tahun 2020, nilai rupiah yang memburuk hingga level Rp 16.575,00 per dolar AS. Diketahui nilai rupiah pernah membaik sekitar Rp 12.000,00 pada awal pemerintahan Jokowi. Namun sayang, kondisi ini tidak mampu bertahan lama. Bak roller coaster, belakangan ini nilai tukar rupiah terus memburuk dan terus menurun dari waktu ke waktu.
Menyoal fenomena tersebut, pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong mengungkapkan tidak menutup kemungkinan jika rupiah akan semakin anjlok hingga level Rp 17.000,00 per dolar AS. Lukman melanjutkan, kondisi tersebut dipengaruhi banyak hal. Salah satunya ketidakpastian ekonomi global yang terus mengancam dunia. Ketidakpastian ini pun terjadi karena ada perubahan arah kebijakan suku bunga acuan. Pasar pun dihimbau agar waspada dalam mengambil keputusan. Aset bermata uang rupiah menjadi ancaman berisiko untuk para investor. Sehingga mesti secepatnya dialihkan ke wadah aset yang aman.
Penurunan rupiah pun membuat para investor asing ramai-ramai menjual aset rupiah. Alasannya nilainya dikhawatirkan semakin turun pada masa pemerintahan baru. Hal ini pun semakin dipicu karena masih kaburnya rencana kebijakan fiskal yang resmi ditetapkan presiden mendatang.
Beragam dampak pasti akan datang saat nilai rupiah terus melantai. Diantaranya, naiknya harga barang konsumsi, barang modal, hingga bahan bakar. Semua dampak ini akan semakin memperburuk keadaan ekonomi dalam negeri hingga berujung pada parahnya inflasi. Keadaan ekonomi makin hancur dan sulit terkendali.
Menguatnya pelemahan rupiah menjadi fenomena yang selalu dihadapi sistem ekonomi saat ini. Setiap solusi yang ditawarkan, tidak mampu menjadi pereda krisis. Banyak faktor mempengaruhi terciptanya krisis rupiah. Salah satunya, penggunaan uang kertas yang bersandar pada kondisi dollar AS. Semua kebijakannya disetir Amerika. Sistem ekonomi dalam negeri akhirnya berujung tumpul dan tidak mandiri.
Faktor lain, pelemahan rupiah juga karena adanya ketergantungan ekonomi dalam negeri terhadap negara asing. Walhasil, setiap kebijakan yang ada ditetapkan untuk mengikuti nafsu ekonomi negara adidaya. Tidak salah lagi, inilah konsep imperialisme yang disiapkan negara asing untuk menganeksasi negeri-negeri kaya sumber daya yang lemah dalam pengurusannya, seperti Indonesia.
Jauhnya sistem ekonomi dalam negeri dari konsep mandiri berdampak buruk pada setiap sektor kehidupan. Tentu saja, fenomena ini pun bahkan semakin menyulitkan kehidupan masyarakat kala biaya kehidupan semakin tidak bersahabat.
Buruknya dampak konsep pengaturan di bawah setir ekonomi kapitalisme liberalistik. Sistem ini hanya memprioritaskan keuntungan materi dan kepentingan oligarki. Sementara kepentingan rakyat selalu diposisikan sebagai beban yang semakin dieliminasi.
Ekonomi global yang diterapkan hanya menyisakan sistem ekonomi yang cacat. Setiap negara berkembang diposisikan sebagai sasaran empuk negara adidaya. Disedot kekayaannya, hingga dibangkrutkan ekonominya melalui kebijakan ala imperialis, utang dan ketergantungan impor yang menyandarkan segalanya pada negara kapitalis. Wajar saja, keadaan ekonomi semakin terpuruk, kehidupan rakyat pun kian kalang kabut.
Tangguhnya Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam yang berbasis syariat Islam menetapkan konsep pengaturan ekonomi pada mata uang emas. Mata uang emas dalam sistem Islam adalah posisi ideal yang adil dan anti krisis. Sejak masa Rasulullah SAW., mata uang emas dan perak telah diterapkan sebagai ala tukar sah yang menjaga kestabilan ekonomi secara global.
Sepanjang sejarah penggunaannya, kedua mata uang tersebut merupakan mata uang tangguh dalam sistem ekonomi Islam. Penetapan mata uang emas dan perak merupakan mekanisme yang menstabilkan ekonomi secara kontinu. Mata uang inilah yang ditetapkan sistem Islam dan penggunaannya senantiasa dijaga dalam tatanan sistem yang amanah, yakni khilafah. Satu-satunya institusi yang menerapkan hukum syara’ secara sempurna.
Dalam institusi khilafah, sistem ekonomi yang dijadikan kebijakan bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi seluruh masyarakat. Setiap ketetapan khalifah, pemimpin khilafah akan menciptakan ekonomi yang aman bagi seluruh rakyat. Sehingga lonjakan harga dan krisis ekonomi bisa seoptimal mungkin terhindarkan dengan berbagai strategi jitu ala khilafah.
Sebagaimana Rasulullah SAW. Bersabda,
“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).
Tidak hanya itu, sistem ekonomi Islam dalam naungan khilafah juga dikenal sebagai mekanisme anti inflasi dan anti krisis. Kemandirian ekonomi dalam negeri menjadi strategi inti demi menjaga kekuatan dan ketahanan ekonomi. Diantaranya, tidak menjadikan impor dan utang sebagai pembangun struktur ekonomi dalam negeri. Karena khilafah mengetahui bahwa impor dan utang hanya akan menjadi lubang perangkap yang merusak sendi ekonomi.
Demikianlah Islam menetapkan mekanisme yang amanah dalam memenuhi seluruh kebutuhan umat. Umat sejahtera dalam naungan Islam yang menjaga dan menyejahterakan.
Wallahu’alam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor