Tinta Media - Industri manufaktur dalam sektor padat karya seperti makanan
dan minuman, alas kaki, dan tekstil kembali diterjang badai. Ribuan pekerja di
industri pabrik tekstil di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah mengalami
PHK sejak awal 2024.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengungkapkan bahwa ada 200 pekerja yang diberhentikan. Sejak bulan Januari 2024, total pekerja yang diberhentikan sebanyak 5000 karyawan.
Para pekerja harus kehilangan pekerjaannya di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil. (kontan.co.id)
Penyebab PHK antara lain akibat turunnya permintaan pasar global sehingga permintaan pasar dunia menjadi turun. Selain itu, juga akibat perkembangan teknologi dengan adanya aplikasi Tiktok dan Tokopedia. Tentunya, PHK massal ini berimbas pada turunnya daya beli masyarakat karena kondisi ekonomi sulit.
Potensi krisis akan terjadi jika tidak dilakukan penanganan khusus.
Setiap manusia, khususnya laki-laki adalah pemimpin rumah tangga. Tentunya mereka harus mempunyai pekerjaan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya bagi yang sudah menikah. Namun sayang, beberapa hari belakangan ini, badai PHK menerjang beberapa perusahaan di berbagai wilayah.
Kondisi ini sungguh memprihatinkan. Pengangguran semakin banyak akibat banyaknya karyawan yang diberhentikan di tempat kerjanya.
Masyarakat di sekitar pabrik pun terkena imbas. Para pedagang di sekitar pabrik yang merupakan warga setempat juga mengalami perubahan drastis, menjadi sepi pembeli.
Fakta di atas menunjukkan bahwa terjadinya PHK massal adalah buah dari penerapan sistem ekonomi yang kapitalistik dan liberal. Janji manis berbuah pahit, itulah yang dirasakan masyarakat hingga saat ini.
Banyaknya lapangan pekerjaan yang dijanjikan oleh pemerintah ternyata tidak terealisasikan. Semua itu adalah bukti bahwa sistem kapitalisme telah gagal mengurus rakyat agar menjadi sejahtera dan tercukupi hidupnya.
Anehnya, negara terkesan lamban dalam menangani pengangguran dan badai PHK ini. Ini terbukti dengan arus impor yang terus dibuka oleh pemerintah secara ugal-ugalan. Akibatnya, produk dalam negeri kalah saing dengan produk impor yang harganya bisa jauh lebih murah. Dalam kondisi ekonomi sulit, sudah pasti rakyat akan membeli produk murah sesuai isi dompet.
Dalam kapitalisme, negara hanya sebagai regulator yang hadir untuk memberikan kemudahan bagi oligarki dengan membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan para investor, bukan rakyat. Justru, kapitalisme menjadikan rakyat sebagai lahan bisnis untuk mencari keuntungan para kapitalis.
Pekerja dirugikan dengan adanya sistem kerja kontrak yang bisa saja terjadi pemutusan kontrak secara tiba-tiba tanpa pesangon. Di situlah dilema para pekerja, mencari pekerjaan setengah mati, tetapi kesejahteraan tidak pernah dirasakan oleh rakyat.
Semakin jelas terlihat akal licik mereka agar pengeluaran produksi lebih sedikit sejak Outsourcing dilegalkan oleh pemerintah lewat UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Demo berjilid- jilid tidak membuat pemerintah bergeming sedikit pun.
Begitulah, selama sistem kapitalisme yang dipakai, maka kesejahteraan buruh tidak akan pernah didapatkan. PHK akan terus terjadi akibat inflasi.
Ini berbeda dengan Islam. Islam dengan sistem ekonominya mampu menyejahterakan rakyat tanpa ada PHK, tanpa inflasi sehingga perekonomian akan tetap stabil.
Islam mewajibkan seorang laki-laki dewasa mencari nafkah untuk keluarganya.
Oleh karena itu, seorang Khalifah akan memastikan warganya mempunyai pekerjaan. Maka, Khalifah akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya agar semua kepala rumah tangga bisa bekerja sesuai dengan keahlian masing-masing.
Sumber daya alam yang sangat banyak tentunya akan membutuhkan banyak sekali tenaga kerja, sehingga tidak perlu khawatir akan menganggur. Hasil sumber daya alam yang dikelola disalurkan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan kesehatan, keamanan, dan pendidikan gratis sehingga mengurangi beban para pencari nafkah (pekerja). Itu karena Islam adalah negara independen yang tidak bisa disetir oleh oligarki seperti dalam sistem demokrasi.
Dalam pandangan Islam, pekerja bukanlah alat bisnis, tetapi ada akad syar’i dan saling rida, sehingga tidak akan ada kezaliman.
Negara khilafah akan fokus memaksimalkan industri di dalam negeri sehingga mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri tanpa perlu impor. Jadi, dengan menerapkan sistem ekonomi Islam sajalah seorang pekerja akan hidup nyaman tanpa bayang-bayang terkena PHK. Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: Dartem, Sahabat Tinta Media