Tinta Media - Kasus penistaan agama menjadi sebuah kasus yang terus terjadi berulang kali di Indonesia. Dan sering kali kita ketahui, kasus tersebut kebanyakan tertuju kepada agama mayoritas di negeri ini, yakni Islam. Aksi tak terpuji itu dilakukan berbagai kalangan mulai dari politikus, pengusaha, agamawan, publik figur, bahkan oleh beberapa konten kreator di sebuah jejaring sosial.
Kasus terbaru di bulan Mei ini adalah penistaan agama yang dilakukan oleh seorang pejabat pemerintahan, yakni eks Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah X Merauke. Ia dilaporkan oleh istrinya sendiri yang menyaksikan langsung ketika suaminya itu melakukan tindakan penistaan agama dengan bersumpah sambil menginjak Al-Qur’an.
Al-Qur’an yang merupakan kitab suci, harusnya dijadikan sebuah pedoman hidup untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Bukan dianggap hanya sebuah benda mati yang seperti tidak bernilai sama sekali. Maka, di manakah letak keimanan seseorang jika firman Tuhannya tidak lagi ia hormati. Tindakan yang sangat membuat geram umat Islam tersebut kini masih diselidiki oleh Polda Metro Jaya.
Kasus di atas hanyalah salah satu dari banyak kasus yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun. Sangat miris sekali, seharusnya ada sanksi yang bisa membuat rakyat Indonesia ini merasa takut untuk berbuat demikian. Namun apalah daya, hukuman terberat bagi penista agama di Indonesia hanyalah kurungan maksimal 5 tahun penjara.
Padahal dalam Islam, menista (memperolok/menghina) agama Islam merupakan dosa yang sangat besar. Dalam Fatwa al Azhar, ulama’ sepakat bahwa siapa saja yang menghina agama Islam, hukumnya murtad dan kafir. Artinya: “Barang siapa yang melaknat agama Islam, maka hukumnya kafir dan murtad dari agama Islam tanpa ada perbedaan pendapat”. Dan para ulama fikih pun bersepakat, bahwa orang yang menginjak mushaf Al-Qur’an dengan sengaja, maka ia dinyatakan kafir.
Saat ini, masyarakat memang sedang hidup dalam sistem sekuler, yang mana sistem ini memang menumbuhsuburkan sekularisme dan meniscayakan hal itu terjadi. Pantaslah Masyarakat Indonesia kini tak memiliki aturan hidup sesuai agama. Hidup mereka di atur bukan oleh hukum yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya, tapi berdasarkan aturan hidup buatan manusia yang lemah. Sanksi yang diberikan tidak bisa menjerakan, akibatnya kasus penistaan agama ini terus berulang bahkan semakin disepelekan.
Hal ini bisa terjadi karena umat Islam kini tak punya pemimpin yang bisa menjaga kemuliaan Islam dan melindungi Islam dari segala penistaan. Umat Islam butuh pemimpin yang bisa menerapkan hukum Islam, sehingga masyarakat bisa merasakan bahwa hukum Islam adalah solusi dari segala masalah dalam kehidupan. Dengan begitu, masyarakat bisa tahu bagaimana bersikap sesuai dengan syariat Islam dan akhirnya Islam itu bisa dirasakan keberkahannya oleh seluruh masyarakat Indonesia, bahkan seluruh dunia.
Oleh : Ani Prihatini, Sahabat Tinta Media