Tinta Media - Penistaan kembali terjadi di Indonesia dan mirisnya, lagi-lagi Agama Islam menjadi sasaran lezat dalam menu penistaan agama. Mengapa bisa demikian? Padahal jelas kita ketahui bahwa Islam adalah agama rahmatan lil’alamiin, yakni agama yang mampu memberikan kesejahteraan, keselamatan bahkan kedamaian bagi seluruh alam. Tetapi faktanya, justru diolah sebagai Agama yang memecah belah umat dengan berbagai ajaran yang jauh bahkan di luar konteks syariat Islam itu sendiri.
Pernyataan ngawur dan menyesatkan telah disampaikan oleh Mama Ghufron Al-Bantani alias Iyus Sugiman, terkait potongan-potongan video yang beredar di sosmed bahwa ia mengaku telah menulis ratusan kitab berbahasa Arab hingga bahasa Suryani, ia juga mengaku pernah belajar dengan guru dari Nusantara hingga guru-guru yang berasal dari Makkah, Madinah, Mesir, Baghdad dan Tiongkok, lebih parahnya lagi dia mengaku mampu berkomunikasi dengan semut, mengubah air biasa menjadi air zam zam dan membuktikan diri mampu berbicara bahasa Arab. Tetapi realitasnya, dia justru berbicara menggunakan kata-kata campuran antara potongan bahasa Arab dan sebagian lagi adalah kata-kata yang tidak bisa dimengerti maknanya, sebagaimana telah dijelaskan dalam harian Republika (Republika.com, 05-06-2024).
Penistaan demi penistaan terhadap Agama Islam terus terjadi, dikarenakan adanya sebab yang mendasarinya. Pada prinsipnya, Islam mengajarkan bahwa Alquran dan Sunnah sebagai pedoman utama kehidupan umat Islam, sebagai petunjuk dan memuat berbagai solusi yang solutif untuk segala macam masalah hidup. Tetapi, kebenaran ini kerap dipelintir dan dihubungkan pada hal-hal yang bersifat budaya, sehingga mempersubur bentuk penistaan Agama di Indonesia.
Dengan demikian, sebab dasar terjadinya penistaan Agama dalam kehidupan karena penerapan sistem demokrasi liberal, yaitu kebebasan dalam berpikir, bertindak dan bersikap. Hal ini menjadi semakin segar karena dilindungi oleh HAM (Hak Asasi Manusia). Sehingga, pola pikir, sikap dan pendapat yang disuguhkan tidak berdasarkan pada Alquran dan Sunnah, melainkan karena rasa yang berasal dari hawa nafsu tiap manusia tanpa di dasari pemikiran yang mendalam.
Sebab lain yaitu lemahnya sanksi yang diberikan pada penista Agama. Negara dengan sistem kufurnya, tidak mampu membuat jera manusia penindak penistaan Agama sehingga tidak ada yang membuat mereka mampu berpikir ulang apabila melakukan perbuatan menista maka mereka telah murtad dan itu adalah dosa yang akan diminta pertanggungjawabannya kelak.
Dalam Islam, semua itu tidak akan pernah terjadi. Karena negara menerapkan sanksi yang tegas serta menimbulkan efek jera pada pelaku penistaan. Ketegasan tersebut pernah dilakukan oleh sikap Khalifah Abdul Hamid saat merespons pelecehan kepada Rasulullah Saw, di mana Khalifah memanggil duta besar Prancis untuk meminta menjelaskan atas niat mereka yang menggelar teater yang melecehkan Nabi saw. Selain itu, dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah, maka segala pola pikir, perbuatan hingga tindakan manusia akan selalu dikaitkan pada keimanan dan ketakwaan pada Allah swt. Sehingga, timbul rasa takut atas azab Allah Swt, apabila hendak melakukan perbuatan dosa. Sistem Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu mewujudkan kehidupan manusia yang lebih baik, sejahtera dan damai. Hal ini telah terbukti dalam sejarah kekhalifahan.
Allahua’lam.
Oleh: Suyatminingsih, S.Sos.i., Sahabat Tinta Media