Tinta Media - Universitas Muhammadiyah Pontianak kembali mendapatkan hibah Erasmus Plus untuk program pertukaran staf ke Eropa, yang berlangsung dari 15-19 April 2024 di Granada dan 22-26 April di Huelva, Spanyol. Hibah Erasmus KA171 ini diberikan kepada dosen atau karyawan, dan Ufi Ruhama’, dosen serta Kepala Kantor Urusan Internasional, menjadi penerima hibah fully funded tersebut di Universidad de Granada dan Universidad de Huelva. Universidad de Granada, sebagai kampus terbesar di Kota Granada, mengadakan Staff Training Week (STW) yang diikuti oleh 62 peserta dari 30 negara, di mana Ufi merupakan satu-satunya peserta dari Indonesia. Selama lima hari, STW menghadirkan workshop, pengenalan budaya, internasionalisasi, pengenalan bahasa Spanyol, dan tur studi, serta beberapa peserta mempresentasikan kampus dan budaya negara mereka. Dalam pertemuan dengan berbagai fakultas dan Kantor Urusan Internasional di Granada, Ufi berusaha membuka dan mencari peluang kerja sama yang bermanfaat bagi kedua pihak (tribunnews.com).
Kerja sama antara perguruan tinggi di Indonesia dengan lembaga pendidikan internasional telah menjadi tren, terutama dalam hal pertukaran mahasiswa atau staf akademik. Meskipun terlihat menguntungkan, namun pada kenyataannya, kebijakan ini menimbulkan ancaman yang patut diperhatikan. Perguruan tinggi luar negeri memiliki kurikulum yang tentunya mencerminkan visi dan misi pendidikan yang didasarkan pada prinsip sekularisme kapitalisme, sebuah konsep yang berseberangan dengan nilai-nilai Islam. Hal ini memberikan masalah tersendiri bagi negara Muslim yang mengedepankan pendidikan berlandaskan ajaran Islam.
Masalah semakin rumit ketika pemikiran Barat dengan mudahnya masuk ke dalam sistem pendidikan di Indonesia, bahkan keberadaannya telah merasuk secara masif di perguruan tinggi dalam negeri. Kehadiran kampus-kampus asing semakin menegaskan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia semakin terkapitalisasi, di mana pendidikan lebih cenderung diarahkan pada pencapaian materi atau aspek ekonomi daripada kepentingan ilmu itu sendiri. Tujuan pendidikan pun terlihat lebih mementingkan reputasi dan jumlah lulusan yang siap terjun ke dunia kerja, daripada membangun SDM yang unggul secara intelektual dan karakter yang sesuai dengan ajaran Islam.
Seharusnya, pembangunan pendidikan sejalan dengan konsep penting dari fungsi pendidikan itu sendiri, yaitu sebagai alat untuk menghasilkan SDM yang unggul dalam segala aspek. SDM tersebut tidak hanya berkualifikasi dalam bidang keilmuan, tetapi juga memiliki karakter Islami yang kuat serta kemampuan untuk menjadi pemimpin yang mampu memecahkan berbagai masalah di masyarakat. Namun, pendidikan tinggi yang didominasi oleh nilai-nilai kapitalisme akan menghasilkan lulusan yang lebih cenderung mengikuti ideologi kapitalis, yang pada akhirnya akan memperkuat sistem kapitalisme itu sendiri.
Jadi, secara implisit, kebijakan ini seolah membajak potensi generasi muda untuk kepentingan kapitalisme. Kampus-kampus asing yang berbasis kapitalisme bukanlah tempat yang sesuai untuk mengembangkan karakter dan moralitas yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang sejati. Oleh karena itu, diperlukan reformasi mendalam dalam tata kelola pendidikan, dimulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, dengan landasan nilai-nilai ajaran Islam yang murni. Perguruan tinggi negeri haruslah dikelola secara langsung oleh negara dengan kurikulum yang mencerminkan nilai-nilai Islam, untuk menghasilkan lulusan yang memiliki karakter Islami dan dedikasi tinggi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, bukan semata berorientasi pada aspek ekonomi dalam kerangka sistem kapitalisme. Dengan demikian, pendidikan Islam menjadi jaminan bagi pembangunan SDM yang akan membawa negara ini menuju kemajuan sejati, sesuai dengan ridha Allah. Itulah mengapa pentingnya penerapan sistem Khilafah Islam yang akan menegakkan sistem pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang autentik.
Oleh : Syifa, Sahabat Tinta Media