Tinta Media - Kejadian seorang polwan yang membakar suaminya, yang juga anggota kepolisian, gegara judi online, bikin publik geleng kepala. Kini beredar kabar tentang kasus serupa yang melibatkan anggota TNI. Tak main-main, yang bersangkutan menggelapkan dana satuan sebesar Rp 876 juta (asumsi.co, 14/6/2024). Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Kristomei Sianturi mengungkapkan kasus tersebut masih dalam penyidikan.
Beragam kasus judi online semakin merebak. Akibat yang ditimbulkan pun tidak main-main. Mulai dari tindakan kekerasan, perselingkuhan, perceraian, hingga beragam kasus yang menghilangkan nyawa. Kasus yang terlaporkan ternyata hanya sebagian kecil yang tertangkap media. Faktanya, kasus di lapang jauh lebih marak dan mengerikan.
Paradigma Keliru ala Sekularisme
Menanggapi judi online yang kian menyedot perhatian publik, dan menilik beragam kerusakan serta kehancuran yang ditimbulkan, justru pemerintah menetapkan kebijakan tidak logis. Melalui kebijakan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, pemerintah akan memberikan bantuan bagi para korban judi online (cnnIndonesia.com, 14/6/2024). Pemerintah membuka kesempatan untuk para korban judi online dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dengan kata lain, para korban judi online akan terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos) dari negara. Alasannya, orang miskin yang terkategori baru miskin karena judol adalah tanggung jawab negara.
Kebijakan yang ditetapkan negara kali ini benar-benar di luar nalar. Solusi berupa dana bansos untuk para korban judol adalah solusi yang keliru. Solusi yang ditawarkan sama sekali tidak menyentuh akar persoalan. Justru dengan ditetapkannya bansos, secara tidak langsung akan membuat judol makin brutal. Masyarakat tidak takut kehilangan banyak harta akibat judol. Toh, kalau kalah judi akan mendapatkan pasokan bansos dari negara. Inilah solusi parsial yang ditetapkan negara sekuler. Konsep yang sama sekali tidak menempatkan aturan agama dalam menerapkan kebijakan pengaturan rakyat.
Alhasil, masyarakat makin rapuh karena tidak ada bekal iman dan takwa. Edukasi negara terkait norma agama, sama sekali tidak terwujud dalam sistem batil ini. Padahal secara nyata, judi baik online maupun offline, jelas merusak sendi kehidupan.
Akar masalah judi adalah kemiskinan sistemik. Setiap individu mencoba bertahan hidup dari segala bentuk kesulitan ekonomi. Inilah bentuk kegagalan negara dalam melayani kebutuhan setiap rakyatnya. Rakyat terus ditekan tanpa henti. Alhasil, masyarakat pun kian buta akan standar benar salah dan halal haram. Fakta ini pun diperparah dengan konsep hedonisme yang kian kental dan merusak pemahaman.
Buruknya potret pengaturan ala sistem batil. Segala aspek pengaturan diorientasikan pada kepentingan segelintir orang tanpa memandang akibat buruk yang menimpa masyarakat.
Di sisi lain, negara pun lalai dalam penerapan sistem sanksi. Sanksi yang kini diterapkan sama sekali tidak mampu melahirkan efek jera. Wajar saja, fenomena judi kian menjamur.
Judi dalam Pandangan Islam
Islam menetapkan bahwa judi dan segala jenis bentuknya hukumnya haram. Dan hanya institusi negara-lah yang mampu membekukan masalah ini secara tegas dan tuntas.
Judi adalah masalah sistemik yang membutuhkan solusi sistemik pula. Menyeluruh menyentuh seluruh akar masalahnya. Mulai dari ekonomi, kesejahteraan, ketegasan negara perihal sistem sanksi, hingga edukasi iman takwa yang dibutuhkan rakyat secara utuh.
Tidak ada pilihan lain, pemberantasan judi online hanya mampu ditetapkan dalam institusi Khilafah. Yaitu satu-satunya institusi yang menetapkan syariat Islam secara menyeluruh. Semua jalan judi akan dihentikan secara tegas oleh khalifah. Setiap kebijakan senantiasa ditujukan untuk melindungi akidah rakyat. Karena dalam Islam, negara adalah institusi pelindung yang wajib menjaga kemuliaan dan kesejahteraan umat.
Rasulullah SAW. bersabda,
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR. Al Bukhori).
Khilafah akan senantiasa menjaga iman seluruh umat melalui edukasi iman dan akidah secara berkesinambungan. Agar pemahaman umat terkait hukum Islam yang mampu terbentuk dan terjaga utuh. Dengan iman yang kuat, umat menyadari standar halal haram yang mampu menghantarkannya pada posisi mulia. Kesenangan materi atau jasmani tidak akan mampu menipunya. Akhirnya umat pun mampu terhindar dari berbagai perbuatan dosa, seperti judi atau perbuatan haram lainnya yang dilaramg syara'.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
(QS. Al-Ma'idah: 90)
Dalam institusi Khilafah, kontrol sosial pun mampu dioptimalkan fungsinya. Ikatan akidah Islam yang kuat akan menciptakan konsep amar maruf sehingga umat mampu saling menjaga.
Di sisi lain, sistem Islam pun memiliki mekanisme yang apik dalam memenuhi segala kebutuhan umatnya. Karena pelayanan negara terhadap rakyat adalah prioritas utama. Pelayanan optimal melalui mekanisme pengaturan Baitul Maal menjadikan kepentingan umat mampu tercukupi sempurna. Lapangan pekerjaan yang layak tersedia merata di setiap wilayah. Umat pun terjaga dari maksiat, apalagi melakukan perbuatan yang dilaknat, seperti judi. Kesejahteraan dan ketenangan niscaya terwujud bagi seluruh umat.
Negara pun mampu tegas memberikan sanksi dan menetapkan kebijakan yang bersifat zawajir dan jawabir. Kebijakan tersebut mampu menjaga umat dari perbuatan maksiat sekaligus menetapkan sanksi yang mampu berfungsi sebagai penebus dosa. Inilah cara sistem Islam memutus mata rantai kasus perjudian, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Islam-lah satu-satunya sistem yang menyajikan solusi yang sempurna. Umat mulia, kehidupan pun terjaga.
Wallahu a'lam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor