Kasus Bullying, Apa Solusinya? - Tinta Media

Sabtu, 08 Juni 2024

Kasus Bullying, Apa Solusinya?


Tinta Media - Kasus bullying, sepertinya tidak pernah berhenti dari pemberitaan di media sosial. Banyak kasus yang terjadi secara berulang, yang bisa mengakibatkan jatuhnya mental anak, luka-luka bahkan sampai menghilangkan nyawa korban. Kondisi yang terus berulang seperti ini membuat  orang tua khawatir melepaskan anak mereka ke sekolah. Karena anggapan mereka, sekolah yang seharusnya menjadi tempat mengemban ilmu dan mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya. Namun, tidak sedikit sekolah yang didapati marak terjadi kasus bullying.

Seperti dikutip pada media tvOnenews – Seorang siswi SD di Padang Pariaman disiram bensin oleh temannya hingga terbakar saat sedang lakukan gotong royong di sekolah. Seorang siswi tersebut Bernama Adelia yang menjadi korban bully oleh temannya yang menyiram bensin ke tubuhnya hingga tewas terbakar. Adelia masih berusia 11 tahun, ia sempat dirawat di rumah sakit selama kurang lebih satu bulan untuk mengobati luka bakarnya, namun nyawanya tak tertolong. Adelia mengalami luka bakar 80 persen gara-gara perbuatan temannya itu.

Kalau dilacak dalam sejarah, perilaku bullying sebenarnya sudah ada sejak manusia mulai hidup berkelompok. Saat manusia berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Kenapa? Karena manusia menurut Imam Al-Gazali memiliki daya jiwa kebinatangan (bahimiyah), yang tercakup unsur ghadzab (marah) dan syahwat (birahi). Sejak zaman Nabi Adam, sifat itu sudah ada. Kisah Qabil dan Habil menjadi bukti akan hal ini. Mungkin lebih dekat disebut konflik daripada bullying. Pada era pra Islam begitu banyak perilaku bullying. Suku yang kuat bisa membully suku yang lemah. Demikian juga di lingkup sekolah, anak yang merasa dirinya kuat dan berkuasa akan membully anak yang lemah, apalagi adik kelasnya sendiri.

Tindakan bullying terhadap seseorang menunjukkan rusaknya moral yang terjadi di kalangan pelajar. Meski tak semua pelajar melakukan tindakan tersebut, fakta tentang bullying tampaknya juga banyak terjadi di berbagai wilayah negeri. Krisis moral yang terjadi di kalangan pelajar merupakan buah dari sistem pendidikan yang berasaskan sekularisme. Agama tidak menjadi landasan prioritas kurikulum pendidikan. Bahkan, posisi pendidikan agama dalam kurikulum pendidikan sangat sedikit yang diberikan kepada pelajar. Diperparah oleh hilangnya peran keluarga khususnya ibu sebagai pendidik generasi.

Selain itu, masyarakat sekuler yang terbentuk saat ini turut memperparah krisis moral yang terjadi di kalangan pelajar. Akibatnya, tidak ada kontrol masyarakat yang dapat membendung kelakuan buruk para pelajar. Apalagi sistem sosial di dalam pemerintahan saat ini juga menggunakan adanya kebebasan dalam bertingkah laku. Kasus bullying yang marak terjadi saat ini faktanya tidak terjadi dalam pendidikan Islam. Yaitu sistem pendidikan yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan berpikir dan kurikulumnya. Oleh karena itu, perilaku ini tidak muncul dengan sendirinya, namun karena konsekuensi logis dari penerapan sistem yang salah.

Sistem pendidikan Islam yang dimaksud merupakan sistem pendidikan yang lahir dari sistem pemerintahan yang berbasis Islam pula. Hal ini harus ada sinkronisasi antara kurikulum dengan kebijakan di dalam sistem pemerintahan. Islam memandang bahwa adab merupakan hal yang utama dan pertama yang harus diajarkan kepada para pelajar. Bahkan adab sudah jauh lebih dulu diajarkan sejak anak lahir.

Islam mencela seseorang yang memiliki adab buruk. Jika akhlak buruk tersebut berkaitan dengan warga negara, maka negara Islam tidak segan-segan menurunkan pasukan jihad untuk membela kehormatannya. Hal ini yang pernah dilakukan oleh Khalifah Mu’tashim Billah. Pernah suatu ketika seorang Muslimah mengalami perundungan saat ia berada di pasar. Saai itu penutup kepalanya diikat dan dikaitkan ke paku hingga tersingkaplah auratnya saat ia berdiri. Ketika mengalami bullying yang dilakukan  oleh salah satu dari orang Yahudi, sang Muslimah langsung berteriak memanggil nama Khalifah Mu’tashim Billah. Singkat cerita, lalu sang Khalifah mendengar kabar itu dan menugaskan pasukannya untuk memerangi kota tersebut. Lalu takluklan yang disebut sebagai kota Ammuriah.

Islam diturunkan justru untuk memberantas perilaku bullying dalam lini kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan. Seperti diuraikan di atas bagaimana budaya bullying marak terjadi pada masyarakat Arab pra Islam, bahkan sejarah manusia kuno. Kemunculan perbudakan dalam sejarah dunia akibat peperangan, penculikan dan kemiskinan. Sistem perbudakan adalah sejatinya bentuk bullying yang paling nyata karena adanya ketidakseimbangan dan Islam datang untuk memberantasnya.

Karenanya, Islam datang dengan misi yang sangat luhur. Sistem ajarannya mengarahkan pada penghapusan perbudakan secara gradual dan tidak frontal.  Karena dalam (QS. Al-Hujuraat : 11). Ayat tersebut jelas melarang kita mengolok-olok, menghina, apalagi menyakiti secara fisik kepada sesama, karena bisa jadi orang yang diolok-olok atau dihina lebih mulia dari yang mengolok-olok. Dalam tinjauan apa pun, penghinaan adalah perbuatan tercela karena menyakiti hati orang lain. Jadi, hukum bullying adalah haram, karena termasuk sikap dan perilaku menyakiti orang lain yang dapat merusak nama baik (citra) atau harkat martabat kemanusiaan. Dengan alasan apa pun, bullying tetap dilarang oleh Islam.

Negara Islam juga nyatanya mampu melahirkan para pelajar dengan akhlak mulia sebagaimana yang terjadi di masa lalu. Perhatian umat Islam terhadap pentingnya mempunyai akhlak mulia juga dapat dibuktikan dengan banyaknya kitab yang dikarang oleh para ulama terdahulu terkait akhlak atau adab. Seperti kitab Adabul Alim Wa Muta’alim.

Islam memberikan perhatian besar kepada generasi sebagai pembangun peradaban gemilang. Menghentikan kasus bullying harusnya dilakukan dengan dua langkah, yaitu preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan). Upaya preventif dilakukan dengan mengembalikan peran keluarga, masyarakat dan negara. Sedangkan upaya kuratif dilakukan untuk mengobati mereka yang memiliki kecanduan melakukan bullying dengan pendekatan yang mempengaruhi pola pikir remaja saat menghadapi fakta kehidupan. Sehingga mereka akan menghilangkan perilaku tersebut dengan penuh kesadaran. Islam menempatkan keluarga sebagai pembentuk karakter yang terpenting bagi seorang remaja, menjadi teladan bagi anak-anak mereka. Sebab, tidak sedikit pelaku bullying  yang berasal dari keluarga yang rusak akibat pola komunikasi yang buruk dari orang tua.

Islam juga memandang bahwa menjaga generasi bukan hanya tugas orang tua, akan tetapi butuh peran dari masyarakat dan negara. Anggota masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk menasihati, mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan yang tercela. Sedangkan negara memiliki peran sentral dalam menyaring segala tontonan di media yang berpengaruh besar dalam membentuk karakter generasi.

Namun, sinergitas antara orang tua, masyarakat dan negara dalam memutus rantai bullying akan sulit diwujudkan jika tata kehidupan yang diterapkan adalah sekuler liberal. Hanya tata kehidupan yang sesuai aturan Sang Pencipta yakni syariat Islam yang mampu membangun suasana ketakwaan  masyarakat. Hingga menjauhkan mereka dari kemaksiatan, sistem kehidupan Islam ini akan terwujud dalam institusi Islam Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishowab.

Oleh : Rahma Al-Tafunnisa, Aktivis Dakwah

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :