Tinta Media - Di tengah impitan ekonomi yang mendera, sulitnya rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidup, pinjaman online (pinjol) kerap dipilih sebagai solusi. Pinjol adalah penyedia jasa keuangan secara daring yang saat ini banyak dimanfaatkan masyarakat. Beraneka ragam iklan jejaring pinjol bertebaran di media sosial. Hanya dengan isi data berikut selfie memegang Kartu Tanda Penduduk (KTP), permasalahan ekonomi bisa teratasi.
Namun, faktanya pinjol hanyalah solusi pragmatis yang justru menuai segudang masalah. Pasalnya, jeratan bunga dan denda dalam pinjol mampu mencekik nasabahnya. Sudah menjadi rahasia umum, akibat gagal bayar pinjol, seseorang kerap mengalami depresi, berbuat kriminalitas, hingga bunuh diri.
Ini sebagaimana terjadi pada kasus perampokan toko sembako yang berada di Jalan Pangeran Ayin, Kelurahan Kenten Laut, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Mengutip berita dari Kompas.com (3/6), enam orang pelaku perampokan telah berhasil ditangkap Kepolisian Daerah Sumatera Selatan. Salah satu pelaku mengaku nekat merampok karena terlilit utang pinjol.
Millenial dan Gen Z pun saat ini menjadi pelaku pinjol. Diwartakan kumparanbisnis.com (21/6), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan penyaluran dana pinjaman online atau pinjol dari fintech lending pada April 2024 mencapai Rp21,67 triliun. Kredit macetnya mencapai Rp1,75 triliun. Penyaluran pinjol ini adalah untuk sektor produktif, perdagangan besar atau eceran, reparasi kendaraan, dll.
Di media sosial, sudah tak asing lagi iklan pinjol bertebaran dan dianggap sebagai solusi keuangan masyarakat. Permasalahan ekonomi beragam, mulai dari pemenuhan kebutuhan hidup, hingga pembiayaan gaya hidup. Dengan syarat yang mudah, keuangan dapat cair dalam waktu yang singkat.
Solusi Pragmatis
Bagi para kapitalis, keberadaan pinjol adalah sumber keuntungan. Dengan fakta, terjadi perputaran uang pinjol triliunan rupiah di tengah-tengah masyarakat. Sayang, kehadiran pinjol membawa jerat buruk yang merugikan.
Pemerintah menilai, jerat buruk pinjol ini akibat masyarakat mengambil pinjol ilegal. Oleh karenanya, pemerintah memberikan solusi kehadiran pinjol yang sudah dilegalisasi negara. Dilansir dari kontan.co.id, per Mei 2024 ada 100 pinjol resmi yang sudah berizin OJK.
Sayang seribu kali sayang, baik pinjol legal maupun ilegal keduanya sama-sama mengandung praktik ribawi, yakni berbunga, denda, dan potongan administrasi.
Beleid tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Di dalamnya tertuang batas bunga pinjol legal. Untuk pendanaan produktif, bunga dan denda sebesar 0,1%, pendanaan konsumtif denda dan bunga sebesar 0,3%.
Keberadaan pinjol legal merupakan solusi pragmatis yang justru menambah masalah baru. Hukum riba adalah haram. Telah banyak dali Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menyebutkan keharaman riba. Sebagaimana firman Allah Swt.
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)
Segala sesuatu yang haram tentu akan menimbulkan beragam kerusakan. Praktik pinjol, baik legal maupun ilegal sama-sama haram yang justru menimbulkan beragam masalah baru. Kehidupan ekonomi justru makin sempit.
Islam Solusi
Sementara di dalam Islam, mengatasi problem pinjol yang mencekik ini butuh solusi sistemik. Solusi ini tegak atas dasar tiga pilar, yaitu individu, masyarakat, dan negara. Tiga pilar ini saling menguatkan agar tercipta kehidupan yang aman, nyaman, sejahtera, dan berkah.
Individu misalnya, di dalam Islam wajib memiliki akidah (keimanan) yang kokoh. Iman ini penting dimiliki setiap individu, sehingga setiap perbuatan akan bersumber pada hukum syari'at. Halal dan haram menjadi pijakan individu dalam berbuat. Kalaupun berada di kondisi ekonomi yang sulit, tidak menjadikan pinjol ribawi sebagai jalan keluar.
Dengan individu yang senantiasa menjadikan akidah Islam sebagai pondasi kehidupan, akan terbentuk suasana islami di tengah-tengah masyarakat yang senantiasa menjalani kehidupan beramar makruf nahi mungkar. Tak ada lagi celah bagi pelaku kemaksiatan dalam masyarakat Islam. Gaya hidup hedonisme tidak akan menjadi tujuan sebagaimana dalam sistem kapitalisme liberal hari ini.
Pilar selanjutnya adalah negara sebagai penanggung jawab kehidupan rakyat. Negara dalam sistem Islam haruslah menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai landasan bernegara. Dengan landasan ini, negara tidak akan salah langkah dalam menyelesaikan persoalan.
Dalam menyelesaikan persoalan ekonomi, negara Islam memiliki mekanisme penyelesaian, yakni memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Mulai dari sandang, pangan, dan papan. Begitu pula dengan pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang gratis dan terbaik untuk kehidupan rakyat.
Dananya dari mana? Diana didapat dari pemasukan negara, misalnya dari pemasukan sumber daya alam, sektor kepemilikan negara, ghanimah, dll.
Negara Islam tidak akan menghadirkan pinjol berbasiskan legal atau ilegal yang ribawi karena hal itu merupakan dosa besar. Rasulullah saw. melaknat para pelaku riba dalam sabdanya.
"Rasulullah saw. melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris), dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba. Beliau saw. berkata, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR Muslim, no. 1598)
Sungguh, jerat pinjol yang kian mencekik ini butuh solusi sistemik. Solusi ini harus mengakar, bukan solusi yang justru menjadikan masalah bertambah lebar. Saat kapitalisme sekuler menjadi tumpuan kehidupan, di sanalah banyak timbul kerusakan. Oleh karenanya, sudah selayaknya kita mengganti sistem kehidupan rusak ini dengan Islam yang berkahnya dapat dirasakan hingga seluruh alam. Wallahua'lam bisshawab.
Oleh: Ismawati, Sahabat Tinta Media