FDMPB: Pendidikan Itu Penting, Sangat Strategis, Investasi Masa Depan Bangsa - Tinta Media

Kamis, 06 Juni 2024

FDMPB: Pendidikan Itu Penting, Sangat Strategis, Investasi Masa Depan Bangsa

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra, M.M. menyampaikan bahwa pendidikan itu penting, sangat strategis, investasi masa depan bangsa.

"Kalau kita coba baca filsafat pendidikan baik di dalam Islam maupun di Barat itu secara ontologis sama, bahwa pendidikan itu penting, pendidikan itu sangat strategis bahkan menjadi investasi masa depan bangsa," tuturnya dalam live FGD FORDOK #43. UKT dan Kapitalisme Pendidikan: Membedah Akar Masalah Pendidikan Nasional di kanal YouTube Forum Dokter Muslim Peduli Bangsa, Sabtu (25/5/2024).

Ia berasumsi bahwa dalam sebuah kepengurusan negara itu harus ada pergantian generasi. Tidak mungkin seseorang itu akan hidup terus, tidak mungkin pemimpin itu akan selamanya hidup. Pasti akan ada regenerasi, akan ada pergantian generasi. Karena itu, generasi yang disebut bangsa atau anak bangsa itu kemudian disiapkan. Adapun kekayaan sumber daya alam, kalau tidak dikelola oleh SDM yang berkualitas itu juga sama saja. "Karena itu, bicara soal pendidikan sebenarnya bukan hanya tentang memanusiakan manusia tetapi juga lebih dari itu adalah menentukan masa depan bangsa," jelasnya.

"Nah, kalau kita melihat dari sisi aksiologi atau manfaat atau nilai di dalam filsafat pendidikan maka kita bisa membayangkan bahwa bagaimana kemudian relasi antara negara atau pemerintah dengan rakyat," ucapnya.

Filosofis UKT

Ia menggambarkan UKT secara filosofis kaitannya dengan relasi dengan gambaran sederhana yakni kalau rumah tangga itu ada orang tua, ada anak, orang tua itu bahkan rela berhutang untuk menyekolahkan anak-anaknya karena orang tua itu punya harapan bahwa anak itu akan menggantikan dirinya di masa depan. Berkaitan dengan kesejahteraan, mungkin orang tua sedang membayangkan bahwa bolehlah orang tua tidak sekolah, tapi anak harus sekolah, harus meningkatkan kemuliaan dan martabat keluarga, kemudian rela berhutang.

"Coba kita bayangkan, sebuah negara Indonesia yang sering kita bangga-banggakan sebagai negara yang besar, sumber dayanya sangat melimpah, mungkin terkaya di dunia, kemudian kita lihat kisruh UKT, tadi ketika sudah ditekankan tentang pandangan bahwa pendidikan itu tersier, dalam arti pendidikan secara umum itu adalah kesalahan. Maka kita bisa katakan jangan sampai pemerintah itu gagal paham pendidikan," tekannya.

Gagal Paham Pendidikan

"Karena kalau gagal paham pendidikan, memang efeknya akan sangat beragam. Efek dominonya akan luar biasa. Padahal kalau dilihat dari amanah undang-undang, sudah sangat jelas di situ, semua juga baca itu," ungkapnya.

Ia mempertanyakan bahwa aparat pemangku negara, apakah membaca, apakah benar menafsirkannya, menginterpretasikannya, bagaimana mensosialisasikannya, bagaimana kemudian membuat kebijakan-kebijakan yang lebih mikro dan seterusnya. Ketika pemerintah kemudian anggaplah gagal paham dengan salah satu statement tentang sebutan tersier itu, maka ini berarti pemerintah sedang mendudukkan relasi dengan rakyat tidak sebagaimana orang tua kepada anaknya. "Coba kita bayangkan misalnya orang tua itu ketika anaknya makan di rumah kemudian disuruh bayar, atau orang tua mengatakan kamu harus sekolah, harus bayar sendiri padahal masih TK, masih SD misalnya. Ini kan sebenarnya secara filosofis mudah sekali ditangkap," tukasnya.

Pengelolaan Potensi Negara

Sementara, lanjutnya, negara sebesar Indonesia ini, kenapa kemudian mendudukkan relasi tidak tepat bagaimana sudut pandang relasi antara negara kepada rakyat. Walaupun di lapangan ada hitung-hitungan tetapi sebenarnya berkaitan dengan bagaimana mengelola potensi negara yang luar biasa ini.

Ada Masalah Keuangan Negara

Ia pun mengajak untuk membayangkan bahwa ternyata yang dikorupsi saja sudah berapa triliun, berapa sumber daya alam yang dikelola oleh orang lain, bagaimana tanah-tanah di negeri ini yang harusnya wakaf ternyata jutaan hektar dikelola oleh orang lain. "Nah ini kan memang sebuah sistem. Artinya negara kita sebenarnya sedang ada masalah keuangan secara umum, terkait pengelolaan sistem, pengelolaan negara ini. Berarti ada masalah sehingga akhirnya memberikan dampak kepada pendidikan," ujarnya.

"Jadi pemerintah kemudian menempatkan diri hubungannya dengan rakyat itu mungkin jadi pedagang kemudian bisnis kemudian meletakkan pendidikan sebagai kebutuhan private sehingga ketika kampus diberi satu keleluasaan karena minimnya anggaran, akhirnya kampus juga kebingungan sendiri," tukasnya.

Ia mengungkapkan bahwa memang ada kampus-kampus yang kemudian membuat usaha-usaha ekonomi, tetapi kampus itu tidak seperti itu. Memang sebagai dosen, diminta untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menyiapkan mahasiswa bukan untuk berdagang, bukan untuk mencari uang. Dalam arti membuka usaha-usaha karena memang ini bagian dari kebutuhan negara sebagai pendidikan. "Nah ini memang ada kompleksitas di sini," terangnya.

Filosofi Adanya Negara

Ia membeberkan bahwa filosofi adanya negara secara sederhana yakni negara ada untuk mengurus rakyat. Sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang bahwa adanya negara untuk mengurus rakyat baik kesejahteraannya, keadilannya. Penjagaan dan penjaminan negara terhadap keimanan, ketakwaan, akhlak bangsa, adab. "Cukup miris melihat ketika pendidikan atau hasilnya ternyata nir adab, nir akhlak, hatinya tidak disentuh," mirisnya.

Ia mengatakan bahwa pemerintah mestinya dalam konteks pendidikan itu, bagaimana mewujudkan bangsa yang beriman, bertakwa, beradab. Karena tiga hal ini akan menumbuhkan bangsa yang beradab, yang tidak korupsi, tidak terjebak judi online. Negara juga tidak menerapkan riba misalnya. Ini kan ada relasi seorang hamba, dengan Tuhannya, Allah Subhanahu Wa Taa'la yang memiliki hukum-hukum terkait kehidupan.

Nah tentang kesehatan, lanjutnya, kesehatan berarti hubungannya dengan makanan, minuman, kebutuhan primer individu. Artinya pemerintah harus betul-betul menyiapkan kebutuhan makanan, minuman yang baik, yang memberikan kesehatan, berdampak kepada kesehatan rakyatnya. "Yah beriman kalau tidak sehat, ini kan hubungannya nanti produktivitas sebuah bangsa untuk negaranya," tuturnya.

"Nah bagaimana dengan hari ini, juga luar biasa terkait makanan, minuman ini bahkan menjadi satu keprihatinan. Padahal mestinya menjadi tugas negara dengan para pemimpinnya untuk menjamin bahwa rakyatnya itu harus sehat," bebernya.

'Itulah kenapa di dalam Islam itu kesehatan, keamanan, pendidikan betul-betul menjadi kebutuhan publik yang harus diurus oleh negara sebaik mungkin," imbuhnya.

Kemudian lanjutnya, tentang akal, tentang intelektualitas yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Berarti bicara soal lembaga pendidikan. Jadi jika hatinya sudah baik, akhlaknya sudah baik, baru bicara soal kecerdasan, dalam arti akalnya. Akal ini yang kemudian akan melahirkan peradaban, di sana ada sains dan teknologi meskipun sudah diklarifikasi bahwa tidak semua harus jadi dokter. "Tetapi kalau dilihat kebutuhan yang namanya kesehatan itu memang wajib hukumnya dijamin oleh negara dan tentu kebutuhan dokter itu mestinya mungkin setiap desa harus ada dokter yang melayani," tambahnya.

Ia melanjutkan bahwa bicara tentang rezeki itu tidak bicara tentang bertambahnya rezeki, yang bertambah itu ilmu, akalnya bertambah cerdas, mencerdaskan kehidupan bangsa. Bicara tentang keberkahan, berarti tentang bagaimana halalnya rezeki, berarti negara harus menjamin yang namanya ekonomi itu harus halal jadi nanti menjadi berkah bukan bertambah. Kenapa, karena rezeki itu sudah dikasih emas, air, ikan di laut, minyak ada di Indonesia, sudah melimpah, hutan yang luar biasa jutaan hektar, tidak perlu meminta lagi sudah kaya negeri ini. "Hanya, bagaimana mengelola supaya rezeki, anugerah dari Allah Subhanahu Wa Taa'la di Indonesia ini menjadi berkah. Nah keberkahan ini sudah disampaikan, bagaimana kemudian Islam itu mestinya menjadi dasar kita berpikir, dasar berparadigma tentang bagaimana mengelola negara ini," tegasnya.

"Lagian juga, kita juga mayoritas muslim dan Allah Subhanahu Wa Taa'la tahu betul tentang bagaimana mengelola bumi yang diciptakannya, mengelola manusia yang diciptakannya," paparnya.

"Catatan dari saya bahwa negara jangan sampai salah paham tentang pendidikan baik secara konstitusi maupun secara filosofis. Apalagi menempatkan relasi bangsa ini dengan Tuhannya, kalau dalam Pancasila itu kan disebut ketuhanan yang maha esa. Dimana letak Tuhan di dalam mengelola negara ini," pungkasnya.[] Ajira

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :