Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra, M.M. menyampaikan bahwa pendidikan itu penting, sangat strategis,
investasi masa depan bangsa.
"Kalau kita coba baca filsafat pendidikan baik di dalam
Islam maupun di Barat itu secara ontologis sama, bahwa pendidikan itu penting,
pendidikan itu sangat strategis bahkan menjadi investasi masa depan
bangsa," tuturnya dalam live FGD FORDOK #43. UKT dan Kapitalisme
Pendidikan: Membedah Akar Masalah Pendidikan Nasional di kanal YouTube Forum
Dokter Muslim Peduli Bangsa, Sabtu (25/5/2024).
Ia berasumsi bahwa dalam sebuah kepengurusan negara itu
harus ada pergantian generasi. Tidak mungkin seseorang itu akan hidup terus,
tidak mungkin pemimpin itu akan selamanya hidup. Pasti akan ada regenerasi,
akan ada pergantian generasi. Karena itu, generasi yang disebut bangsa atau
anak bangsa itu kemudian disiapkan. Adapun kekayaan sumber daya alam, kalau
tidak dikelola oleh SDM yang berkualitas itu juga sama saja. "Karena itu,
bicara soal pendidikan sebenarnya bukan hanya tentang memanusiakan manusia
tetapi juga lebih dari itu adalah menentukan masa depan bangsa," jelasnya.
"Nah, kalau kita melihat dari sisi aksiologi atau
manfaat atau nilai di dalam filsafat pendidikan maka kita bisa membayangkan
bahwa bagaimana kemudian relasi antara negara atau pemerintah dengan
rakyat," ucapnya.
Filosofis UKT
Ia menggambarkan UKT secara filosofis kaitannya dengan
relasi dengan gambaran sederhana yakni kalau rumah tangga itu ada orang tua,
ada anak, orang tua itu bahkan rela berhutang untuk menyekolahkan anak-anaknya
karena orang tua itu punya harapan bahwa anak itu akan menggantikan dirinya di
masa depan. Berkaitan dengan kesejahteraan, mungkin orang tua sedang
membayangkan bahwa bolehlah orang tua tidak sekolah, tapi anak harus sekolah,
harus meningkatkan kemuliaan dan martabat keluarga, kemudian rela berhutang.
"Coba kita bayangkan, sebuah negara Indonesia yang
sering kita bangga-banggakan sebagai negara yang besar, sumber dayanya sangat
melimpah, mungkin terkaya di dunia, kemudian kita lihat kisruh UKT, tadi ketika
sudah ditekankan tentang pandangan bahwa pendidikan itu tersier, dalam arti
pendidikan secara umum itu adalah kesalahan. Maka kita bisa katakan jangan
sampai pemerintah itu gagal paham pendidikan," tekannya.
Gagal Paham Pendidikan
"Karena kalau gagal paham pendidikan, memang efeknya
akan sangat beragam. Efek dominonya akan luar biasa. Padahal kalau dilihat dari
amanah undang-undang, sudah sangat jelas di situ, semua juga baca itu,"
ungkapnya.
Ia mempertanyakan bahwa aparat pemangku negara, apakah
membaca, apakah benar menafsirkannya, menginterpretasikannya, bagaimana
mensosialisasikannya, bagaimana kemudian membuat kebijakan-kebijakan yang lebih
mikro dan seterusnya. Ketika pemerintah kemudian anggaplah gagal paham dengan
salah satu statement tentang sebutan tersier itu, maka ini berarti pemerintah
sedang mendudukkan relasi dengan rakyat tidak sebagaimana orang tua kepada
anaknya. "Coba kita bayangkan misalnya orang tua itu ketika anaknya makan
di rumah kemudian disuruh bayar, atau orang tua mengatakan kamu harus sekolah,
harus bayar sendiri padahal masih TK, masih SD misalnya. Ini kan sebenarnya
secara filosofis mudah sekali ditangkap," tukasnya.
Pengelolaan Potensi Negara
Sementara, lanjutnya, negara sebesar Indonesia ini, kenapa
kemudian mendudukkan relasi tidak tepat bagaimana sudut pandang relasi antara
negara kepada rakyat. Walaupun di lapangan ada hitung-hitungan tetapi
sebenarnya berkaitan dengan bagaimana mengelola potensi negara yang luar biasa
ini.
Ada Masalah Keuangan Negara
Ia pun mengajak untuk membayangkan bahwa ternyata yang
dikorupsi saja sudah berapa triliun, berapa sumber daya alam yang dikelola oleh
orang lain, bagaimana tanah-tanah di negeri ini yang harusnya wakaf ternyata
jutaan hektar dikelola oleh orang lain. "Nah ini kan memang sebuah sistem.
Artinya negara kita sebenarnya sedang ada masalah keuangan secara umum, terkait
pengelolaan sistem, pengelolaan negara ini. Berarti ada masalah sehingga
akhirnya memberikan dampak kepada pendidikan," ujarnya.
"Jadi pemerintah kemudian menempatkan diri hubungannya
dengan rakyat itu mungkin jadi pedagang kemudian bisnis kemudian meletakkan
pendidikan sebagai kebutuhan private sehingga ketika kampus diberi satu
keleluasaan karena minimnya anggaran, akhirnya kampus juga kebingungan
sendiri," tukasnya.
Ia mengungkapkan bahwa memang ada kampus-kampus yang
kemudian membuat usaha-usaha ekonomi, tetapi kampus itu tidak seperti itu.
Memang sebagai dosen, diminta untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menyiapkan
mahasiswa bukan untuk berdagang, bukan untuk mencari uang. Dalam arti membuka
usaha-usaha karena memang ini bagian dari kebutuhan negara sebagai pendidikan.
"Nah ini memang ada kompleksitas di sini," terangnya.
Filosofi Adanya Negara
Ia membeberkan bahwa filosofi adanya negara secara sederhana
yakni negara ada untuk mengurus rakyat. Sebagaimana dijelaskan dalam
undang-undang bahwa adanya negara untuk mengurus rakyat baik kesejahteraannya,
keadilannya. Penjagaan dan penjaminan negara terhadap keimanan, ketakwaan,
akhlak bangsa, adab. "Cukup miris melihat ketika pendidikan atau hasilnya
ternyata nir adab, nir akhlak, hatinya tidak disentuh," mirisnya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah mestinya dalam konteks
pendidikan itu, bagaimana mewujudkan bangsa yang beriman, bertakwa, beradab.
Karena tiga hal ini akan menumbuhkan bangsa yang beradab, yang tidak korupsi,
tidak terjebak judi online. Negara juga tidak menerapkan riba misalnya. Ini kan
ada relasi seorang hamba, dengan Tuhannya, Allah Subhanahu Wa Taa'la yang
memiliki hukum-hukum terkait kehidupan.
Nah tentang kesehatan, lanjutnya, kesehatan berarti
hubungannya dengan makanan, minuman, kebutuhan primer individu. Artinya
pemerintah harus betul-betul menyiapkan kebutuhan makanan, minuman yang baik,
yang memberikan kesehatan, berdampak kepada kesehatan rakyatnya. "Yah
beriman kalau tidak sehat, ini kan hubungannya nanti produktivitas sebuah
bangsa untuk negaranya," tuturnya.
"Nah bagaimana dengan hari ini, juga luar biasa terkait
makanan, minuman ini bahkan menjadi satu keprihatinan. Padahal mestinya menjadi
tugas negara dengan para pemimpinnya untuk menjamin bahwa rakyatnya itu harus
sehat," bebernya.
'Itulah kenapa di dalam Islam itu kesehatan, keamanan,
pendidikan betul-betul menjadi kebutuhan publik yang harus diurus oleh negara
sebaik mungkin," imbuhnya.
Kemudian lanjutnya, tentang akal, tentang intelektualitas
yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Berarti bicara soal lembaga pendidikan.
Jadi jika hatinya sudah baik, akhlaknya sudah baik, baru bicara soal
kecerdasan, dalam arti akalnya. Akal ini yang kemudian akan melahirkan
peradaban, di sana ada sains dan teknologi meskipun sudah diklarifikasi bahwa
tidak semua harus jadi dokter. "Tetapi kalau dilihat kebutuhan yang
namanya kesehatan itu memang wajib hukumnya dijamin oleh negara dan tentu
kebutuhan dokter itu mestinya mungkin setiap desa harus ada dokter yang
melayani," tambahnya.
Ia melanjutkan bahwa bicara tentang rezeki itu tidak bicara
tentang bertambahnya rezeki, yang bertambah itu ilmu, akalnya bertambah cerdas,
mencerdaskan kehidupan bangsa. Bicara tentang keberkahan, berarti tentang
bagaimana halalnya rezeki, berarti negara harus menjamin yang namanya ekonomi
itu harus halal jadi nanti menjadi berkah bukan bertambah. Kenapa, karena
rezeki itu sudah dikasih emas, air, ikan di laut, minyak ada di Indonesia,
sudah melimpah, hutan yang luar biasa jutaan hektar, tidak perlu meminta lagi
sudah kaya negeri ini. "Hanya, bagaimana mengelola supaya rezeki, anugerah
dari Allah Subhanahu Wa Taa'la di Indonesia ini menjadi berkah. Nah keberkahan
ini sudah disampaikan, bagaimana kemudian Islam itu mestinya menjadi dasar kita
berpikir, dasar berparadigma tentang bagaimana mengelola negara ini,"
tegasnya.
"Lagian juga, kita juga mayoritas muslim dan Allah
Subhanahu Wa Taa'la tahu betul tentang bagaimana mengelola bumi yang
diciptakannya, mengelola manusia yang diciptakannya," paparnya.
"Catatan dari saya bahwa negara jangan sampai salah
paham tentang pendidikan baik secara konstitusi maupun secara filosofis.
Apalagi menempatkan relasi bangsa ini dengan Tuhannya, kalau dalam Pancasila
itu kan disebut ketuhanan yang maha esa. Dimana letak Tuhan di dalam mengelola
negara ini," pungkasnya.[] Ajira
Kamis, 06 Juni 2024
Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.