Aksi Bela Palestina, Bukan Aksi Biasa - Tinta Media

Minggu, 16 Juni 2024

Aksi Bela Palestina, Bukan Aksi Biasa


Satu butir kurma dimakan

Dibelah lagi menjadi tujuh

Bagai kekasih menanti pujaan

Entah di mana hendak berlabuh


Tinta Media - Pantun di atas menunjukkan betapa merindunya saudara kita di Palestina kepada siapa pun yang  menolongnya. Di saat pembunuhan massal masif terjadi, tiada yang mampu menghentikan. Hingga menimbulkan reaksi berupa aksi di beberapa wilayah, baik di mancanegara maupun di dalam negeri. Berjalan menyusuri satu tempat yang dibombardir menuju tempat lain yang juga menjadi target zionis selanjutnya. Tak ada tujuan, hanya berharap dan berpasrah pertolongan dari Allah.

Gelombang aksi terus terjadi di beberapa wilayah di Indonesia yang menolak genosida di Gaza dan Rafah. Sejak  Oktober 2023 hingga hari ini massa menuntut keadilan atas nama kemanusiaan. Di Palembang, Jogja, Jakarta dan beberapa wilayah di dalam negeri termasuk Medan ikut turun ke jalan. Terpantau ribuan massa melakukan long march, memadati kawasan seputaran Mesjid Raya Al-Mashun, Jl. Sisingamangaraja, tanggal 09 Juni kemarin. Salah satu tuntutan massa adalah mendesak agar penguasa di negeri-negeri kaum muslimin mengirimkan tentaranya dan menerapkan syariah Islam sebagai wadahnya. Viva.co.id,10-06-2024

Namun aksi menyerukan dalam hal membela Palestina ini bukanlah sekedar perkumpulan manusia yang disebabkan manfaat semata namun lebih dari pada itu.

 *Kaum Muslim Adalah Satu Tubuh*

Sangat masyhur di telinga bunyi hadis berikut : "Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, saling menyayangi dan bahu membahu, bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain ikut merasakan sakit juga dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Muslim)

Saat anggota tubuh yang lain sakit, sepatutnya kita ikut merasakan kepedihan. Anggaplah mereka bagian dari anggota keluarga kita, orang tua kita, kakak, adik, anak kita. Yang dengan ridha-Nya melepaskan kepergian saudaranya kepada Rabb sebagai seorang yang syahid dengan pahala yang luar biasa balasannya dari Allah.

Tentu itu tidak mudah kita tanamkan selama di tubuh kaum muslimin masih tersekat nasionalisme. Yaitu ide yang berasal dari sistem sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Artinya urusan agama tidak boleh masuk ke dalam ranah pergaulan, ekonomi, sosial budaya apalagi politik. Karena akan mencederai kepentingan penguasa yang menginginkan kebebasan. Yang notabene meminggirkan aturan agama, padahal agama itu adalah aturan yang datang dari Allah, Maha Memiliki, Maha Pengatur.

Sejalan dengan ide nasionalisme, wajar adanya kekuatan aqidah kaum muslimin makin keropos. Ketika mesin pembunuh zionis tak mampu dihentikan, disisi lain tidak sedikit pula orang-orang yang menganggap isu Palestina ini akan hilang dengan sendirinya, sedang ia menyibukkan diri dengan dunianya sendiri seperti tanpa sedikit pun merasa ada kewajiban kita yang harus ditunaikan yaitu menentukan di mana posisi kita saat melihat saudaranya diperangi tanpa ampun. Ada saatnya Allah akan bertanya. Kita berhujjah.

Dari kekuatan militer yang dimiliki zionis tidak sebanding dengan apa yang dimiliki oleh negeri-negeri kaum muslimin jika bersatu. Dan persatuan ini adalah atas dasar aqidah yaitu ikatan ukhuwah islamiah bukan ikatan nasionalisme umpama tembok yang dibuat di perbatasan Mesir dan Rafah.

Mudah saja bagi Allah menghancurkan apa yang telah diciptakan oleh hamba-Nya. Karena Allah Maha Pencipta. Tembok semisal perbatasan Mesir dan Rafah akan musnah dengan persatuan negeri-negeri kaum muslimin. Dengan penguasanya yang ikut memerintahkan agar menurunkan militernya melawan militer zionis.

Saatnya menghadirkan yang dibutuhkan saudara kita di Palestina. Bukan sekedar kata-kata kecaman, kutukan, boikot. Tapi aksi nyata melawan pasukan kera di bawah ketiak negara adidaya. Yang sebenarnya juga sangat mudah Allah hancurkan. Hanya saja Allah ingin melihat kita sebagai penonton atau pejuang di saat keperihan yang syahid dipertontonkan dalam genggaman. Sebagaimana kisah burung pipit dan cicak ketika Nabi Ibrahim dibakar oleh raja Namrud. Kisah tersebut menceritakan burung pipit yang berulang kali bolak balik ke tepi danau mengambil air dengan paruhnya yang kecil, kemudian menuangkannya ke api yang hendak membakar tubuh nabi Ibrahim. Berbeda halnya dengan cicak yang meniupkan untuk memperbesar api yang membakar Ibrahim. Maka jika diibaratkan, tentukanlah posisi kita sebagai burung pipit meskipun tampak sedikit yang dilakukan ia menjadi pembela kebenaran daripada cicak yang melegalkan kezaliman.

Wallahua'lam bis showab

Oleh: Lisa Herlina, Sahabat Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :