Tinta Media - Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah pinjaman di aplikasi pinjol terus meningkat. Terdapat sekitar 17 juta entitas yang menerima pinjol di seluruh Indonesia. Dalam data tersebut, guru yang paling banyak terjerat pinjol dengan persentase hingga 42 persen. Hal ini disebabkan karena penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup. Karena itu, mereka mencari alternatif lain yang lebih mudah, yakni dengan cara pinjaman online.
Kebanyakan guru yang terjerat pinjol berusia 19 hingga 34 tahun (generasi milenial). Mereka mengerti yang namanya teknologi digital, aplikasi, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Alhasil, mereka yang paham dengan teknologi ini bisa mengaksesnya dengan sangat mudah.
Dudung Abdul Qadir selaku Wakil Sekretaris Jenderal (wasekjen) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengatakan bahwa hal ini dikarenakan penghasilan guru yang masih sangat rendah sehingga rentan terjebak pinjol.
Tren pinjol makin meningkat, sejatinya hal ini disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah kesempitan hidup yang menimpa sebagian masyarakat negeri ini. Pinjol pun menjadi jalan termudah yang dipilih untuk bisa memenuhi kebutuhan pangannya.
Kesempitan hidup masyarakat tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini lebih melegalkan liberalisasi ekonomi. Alhasil, segala komoditas dikapitalisasi atau dibisniskan. Rakyat pun kesulitan mengakses kebutuhan-kebutuhan asasiahnya karena harganya mahal.
Selain itu, cara pandang sekuler-kapitalis yang diadopsi masyarakat telah menjerat mereka pada pinjol tak berkesudahan. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah mewarnai kehidupan masyarakat dengan gaya hidup hedonis dan materialis. Masyarakat kini memandang sumber kebahagiaan ada pada materi dan kesenangan jasadiah semata. Padahal, mengejar kesenangan materi juga membutuhkan cuan yang tidak sedikit.
Gaya hidup materialis masyarakat juga diperkuat lagi dengan gempuran media yang secara terus-menerus mempersuasif masyarakat untuk hidup hedon. Masyarakat yang jauh dari pemahaman Islam tidak lagi mempedulikan apakah harta yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan asasiah dan gaya hidup mereka diperoleh melalui jalan halal ataukah bertentangan dengan aturan Allah, sebagaimana pinjol yang disertai riba.
Negara cenderung abai terhadap persoalan ketakwaan rakyat, termasuk kesejahteraannya. Celakanya, negara juga melegalkan praktik pinjol dengan perizinan lembaga pinjol.
Mewujudkan masyarakat bersih dari riba membutuhkan peran sentral negara dalam menjauhi riba dengan segala bentuknya. Sistem Islam sebagai sistem pemerintahan berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunah tidak akan membenarkan praktik riba berlangsung.
Penerapan syariat Islam secara kaffah sejatinya akan menghapuskan praktik riba. Untuk mencegah fenomena pinjam-meminjam, sistem Islam akan berupaya memenuhi kebutuhan asasiah setiap individu rakyat melalui penerapan sistem ekonomi Islam dengan mekanisme langsung maupun tidak langsung.
Dalam mekanisme tidak langsung, kepala keluarga yang menjadi pihak pencari nafkah akan dipermudah dan difasilitasi untuk bekerja. Lapangan kerja dalam sistem Islam akan terbuka lebar sebab seluruh kepemilikan rakyat hanya boleh dikelola oleh negara.
Pengelolaan SDA dalam jumlah besar akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar pula. Jika kepala keluarga tidak mampu memenuhi, yang wajib membantu adalah kerabatnya.
Pendapatan yang baik disertai aparat pemerintah yang amanah meniscayakan adanya data kekerabatan yang menunjang mekanisme ini. Jika seluruh kerabat tidak mampu memenuhi kebutuhannya, kewajiban memberi nafkah jatuh kepada kas negara (Baitul Maal). Anggaran yang digunakan negara untuk membantu individu yang tidak mampu akan diambil dari pos zakat.
Adapun mekanisme langsung akan dilakukan negara pada pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dalam hal itu, negara menggratiskan pelayanan-pelayanan tersebut kepada masyarakat, sehingga harta yang dimiliki masyarakat benar-benar fokus dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, ditambah kebutuhan sekunder ataupun tersiernya.
Bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan keuangan, maka negara melalui lembaga Baitul Maal akan memberikan pinjaman tanpa riba, sebab Islam mengharamkan riba secara mutlak.
Negara akan melarang pendirian lembaga pinjol dengan riba atau aktivitas sejenis. Di sisi lain, sistem pendidikan Islam mencetak masyarakat yang memiliki akidah Islam yang kuat dan berorientasi akhirat, sehingga amal-amalnya tidak berputar pada bagaimana memenuhi kesenangan duniawi, tetapi justru dihiasi dengan amal shalih.
Demikianlah sistem Islam mewujudkan masyarakat tanpa riba sehingga kehidupan menjadi berkah karena diliputi rida Allah. Inilah indahnya hidup di bawah sistem Islam. Wallahu'alam bishshawab.
Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media