Tinta Media - TR seorang suami yang tega memutilasi istrinya sendiri YN di Dusun Sindangjaya, Kecamatan Ciamis, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersebut berdasarkan pada hasil pemeriksaan saksi dan olah tempat kejadian perkara. Kapolres Ciamis AKBP Akmal memaparkan bahwa pihaknya masih menunggu hasil dari pemeriksaan kejiwaan pelaku. AKBP Akmal menambahkan, penyidik belum dapat menyimpulkan motif pelaku dikarenakan pemeriksaan yang dilakukan belum menyeluruh.
Kendati demikian, berdasarkan hasil pemeriksaan saksi kunci aksi sadis yang dilakukan pelaku diduga kuat karena latar belakang ekonomi. Hal itu didukung dengan informasi dan keterangan beberapa saksi yang menyebut bahwa usaha pelaku tengah mengalami penurunan.
Menanggapi rekaman video pelaku yang terlihat seperti sedang berhalusinasi, AKBP Akmal menuturkan banyak spekulasi yang berkembang di masyarakat. Namun, pihak kepolisian akan menunggu hasil pendalaman dari para ahli kejiwaan. (Republika.co.id Ahad 05 Mei 2024)
Lagi dan lagi, kasus pembunuhan terus berulang. Seorang suami tega melakukan pembunuhan dengan mutilasi. Nudzubillah, semua itu terjadi karena faktor ekonomi. Sejatinya seorang suami adalah pemimpin dalam keluarga. Ia bertugas memberi perlindungan bagi anggota keluarganya termasuk untuk Istrinya yang notabene adalah pendamping hidupnya. Namun nahas, dalam kehidupan abnormal seperti hari ini, tidak sedikit suami yang justru melakukan tindakan keji. Lalu mengapa semua ini bisa terjadi?
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak kriminal hari ini. Bahkan angka kejadiannya kian hari kian meningkat. Sering kita mendengar kian maraknya kasus penghilangan nyawa bahkan yang dibarengi tindak mutilasi seperti kasus di Ciamis ini. Kehidupan saat ini yang berada dalam naungan sistem kapitalis sekuler menjadikan manusia memisahkan agama dari kehidupannya. Dalam sistem ini acuan kebahagiaan seseorang diukur dari seberapa banyak materi dan kepuasan jasmani yang didapat. Materi dan kepuasan jasmani ini menjadi prioritas utama dalam masyarakat sekuler. Maka masyarakat dalam sistem ini akan mengupayakan mendapatkan kebahagiaan itu bagaimanapun caranya. Hal ini juga mempengaruhi dalam pengendalian emosi seseorang ketika memenuhi keinginannya.
Faktor pendidikan juga memberi andil besar dalam situasi salah yang terjadi saat ini, kurangnya peran keluarga dalam memberikan pengajaran mengenai akidah pada anak menjadikan seseorang tidak memiliki ketakwaan kepada Allah. Sehingga ia luput dari iman kepada Allah dan tidak mempunyai standar bahkan tidak mengetahui mana halal dan haram. Pada akhirnya ketika permasalahan menerpa, ia tidak mampu mengatasi masalah dan mengambil jalan pintas sekalipun harus melanggar ketentuan agama dan melakukan tindak kejahatan. Parahnya lagi, sistem persanksian yang diterapkan oleh negara pun tidak menjerakan. Hal ini tentu memicu tindak kejahatan semakin merajalela bahkan justru turut memberi contoh pada yang lain .
Dalam Islam, tujuan hidup manusia adalah untuk taat kepada Allah dan senantiasa terikat dengan aturan-Nya. Negara dalam Islam wajib menyediakan pendidikan yang dapat mencetak masyarakatnya menjadi pribadi yang memiliki aqliyah dan syakhsiyah Islam, ia beriman kepada Allah dan senantiasa menjaga diri dari tindak kemaksiatan dan kejahatan. Tentunya satu- satunya sistem pendidikan yang meniscayakan itu semua hanyalah pendidikan berbasis pada akidah Islam. Negara dalam sistem Islam juga memiliki sistem persanksian yang tegas dan menjerakan sehingga bisa membuat pelaku jera dan menjadi contoh bagi yang lain agar tidak melakukan hal yang sama. Maka hanya dengan menerapkan sistem Islam secara keseluruhan, semua permasalahan umat saat ini dapat terselesaikan. Masyarakat Islam yang aman tenteram dan sejahtera pun bisa terwujud nyata. Wallahu’alam bishawab.
Oleh : Iskeu (Sahabat Tinta Media)