Tinta Media - Seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah yang saat ini menembus level Rp16.200 per dollar AS dan potensi kenaikan biaya produksi, maka harga berbagai jenis barang berpotensi akan meningkat. Harga barang impor pun akan meningkat jika pelemahan nilai tukar rupiah terjadi dalam kurun waktu yang lama. Ini disampaikan oleh Yusuf Rendy Manilet, Ekonom Center of Reform on Economic (Core). Sementara kita tahu bahwa kebutuhan industri tanah air itu sangat bergantung pada bahan baku impor. (JAKARTA, KOMPAS.com)
Sambungannya lagi, jika bahan baku mahal, dipastikan akan berpengaruh pada perubahan harga pokok produksi suatu produk dari produksi tersebut.
Menurut Yusuf, ada dua opsi yang dimiliki oleh pelaku usaha, yaitu dengan konsekuensi penurunan margin keuntungan, pelaku usaha tidak menaikkan barang. Namun, tidak semua industri dan lapangan usaha bisa melakukannya.
Yang kedua adalah dengan menaikkan harga untuk menyesuaikan dengan biaya produksi. Imbas dari kenaikan harga barang di pasaran adalah kenaikan laju inflasi dan berpengaruh pula pada pola konsumsi masyarakat.
Pelemahan rupiah makin menguat bukanlah tanpa sebab. Pertama, Bank sentral yang mempertahankan suku bunga yang tinggi akan berpengaruh pada investor global. Mereka lebih memilih untuk menyimpan uangnya di pasar Amerika Serikat.
Yang kedua adalah adanya konflik yang semakin memanas antara Israel-Iran di Timur Tengah dengan gempuran lebih dari 300 rudal dan drone Iran kepada Israel beberapa hari yang lalu tepatnya Sabtu (13-4-2024) yang merupakan balasan dari serangan Israel ke konsultan Iran di Damaskus.
Imbasnya adalah terganggunya pasokan minyak global jika terjadi blokade di jalur pengiriman minyak terpenting dunia di selat Hormuz.
Melemahnya rupiah adalah buah dari dominasi mata uang dollar terhadap dunia. Negara masih bergantung dan dikendalikan oleh para elite global sehingga tampak jelas bahwa kondisi negara secara keseluruhan saat ini berada dalam genggaman imperialisme Amerika Serikat.
Yang paling utama adalah ketergantungan pada dollar sebagai mata uang dunia karena Amerika Serikat sebagai pengendali mata uang dunia.
Sejatinya, hal ini merupakan kekuatan semu karena berdasarkan perjanjian. Perjanjian ini berdasarkan kesepakatan yang pada dasarnya akan menguntungkan negara adidaya.
Dengan begitu, dampak pelemahan rupiah akan dirasakan berbagai pihak dan makin menyulitkan kondisi ekonomi rakyat dalam berbagai aspek. Ini mengingat bahwa Indonesia adalah negara pengimpor bahan baku industri yang harus mengeluarkan dana lebih besar tentunya. Dengan begitu, biaya produksi menjadi lebih besar dan sampai ke konsumen pasti akan mengalami kenaikan harga pula.
Selanjutnya, ketika harga minyak dunia naik, bisa dipastikan akan berimbas juga pada kenaikan harga BBM, LPG, dan ujung-ujungnya semua harga-harga lainnya juga akan mengalami kenaikan.
Selanjutnya adalah merosotnya daya beli masyarakat akibat inflasi yang cukup besar.
Barang menjadi mahal dan masyarakat harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jika sudah begitu, rakyat kecil juga yang akan merasakan kesusahan.
Biasanya, solusi yang ditawarkan pemerintah adalah dengan memberikan subsidi dan juga Bansos. Namun pada faktanya, bantuan bansos juga banyak menimbulkan masalah baru di tengah masyarakat. Adanya ketidakmerataan dan salah sasaran justru menimbulkan kecemburuan sosial hingga timbul percekcokan. Semua adalah buah dari sistem yang salah yang bukan diambil dari Islam.
Oleh karena itu, jika ekonomi ingin stabil, Islam punya solusinya, yaitu dengan sistem mata uang emas. Sistem ini dijamin akan adil dan stabil sehingga secara ekonomi akan aman dari krisis. Ini adalah sistem yang sudah dicontohkan pada masa Rasulullah saw. dan terbukti mampu menjalankan ekonomi dengan stabil, tahan inflasi, dan krisis.
Dengan sistem mata uang emas, maka harga tidak akan berubah nilai walaupun dengan jangka waktu yang lama. Begitulah kekuatan dari mata uang berbasis emas dan perak, tidak seperti mata uang kertas sebagaimana saat ini yang sangat lemah, mudah diombang-ambing, apalagi bagi negara pengekor di bawah cengkeraman negara adidaya seperti Amerika Serikat.
Namun, mata uang berbasis emas dan perak hanya bisa diterapkan dengan adanya institusi negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan, bukan sistem demokrasi kapitalisme seperti sekarang ini yang berbasis ribawi dan fiat money.
Yuk, sudah saatnya umat Islam sadar bahwa hanya dengan penerapan Islam secara kaffahlah negara ini akan menjadi negara yang disegani dan kuat. Ekonomi stabil, masyarakat makmur dan sejahtera hanya saat dalam naungan khilafah Islam. Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media