Tinta Media - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenkraf RI) berhasil menggelar Diskusi Pemberdayaan Perempuan bertajuk “The 2nd UN Tourism Conference on Women Empowerment in Tourism in Asia and the Pacific” di Bali International Convention Center Bali, Kamis (2/5). Forum ini dihadiri para pakar dari berbagai negara yang meramaikan rangkaian panel diskusi. Beberapa di antaranya para profesor perempuan. Topik utama yang dibahas dalam pertemuan ini seputar pemberdayaan perempuan di sektor pariwisata. (kemenparekraf.go.id 3/5)
Sektor pariwisata dirasa menjadi sektor yang paling ramai pemeran wanita dibandingkan sektor lainnya. Sehingga amat strategis membicarakan peningkatan promosi pariwisata dengan melibatkan para wanita dan bagaimana menciptakan ruang aman bagi para pekerja perempuan. Profesor dari Faculty of Tourism Wakayama University Jepang, Kumo Kato menyampaikan bahwa pendidikan bagi perempuan menjadi gerbang penting untuk mencapai kesetaraan gender dan masa depan yang cerah.
Dalam forum tersebut Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Angela Tanoesoedibjo mengenalkan Ibu Kartini sebagai tokoh kesetaraan gender pada perwakilan dunia. Ia menuturkan bahwa pentingnya melibatkan wanita dalam sektor pariwisata. (suara.com 5/5)
Tatanan dunia kapitalisme dengan materi sebagai tolak ukurnya menciptakan standar kesuksesan wanita dilihat dari keuntungan ekonomis. Tak heran jika pelibatan wanita dalam berbagai sektor ekonomi menjadi asas utama dalam pemberdayaan perempuan. Tanpa mengindahkan potensi dan fitrah yang telah Allah tetapkan seiring dengan penciptaan laki-laki dan perempuan.
Tak Sesuai Kodrat
Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan gerbang utama meningkatkan derajat wanita di mata masyarakat. Dengan akses pendidikan, perempuan bisa menjadi pribadi yang terdidik dan membuka peluang masa depan lebih bersinar. Namun. Masa depan yang cerah itu tidak diartikan dengan perempuan menjadi pion pemain dan penyumbang pendapatan bagi negara tanpa mengindahkan kodratnya sebagai ummu wa robbatul bayt. Perempuan yang seharusnya terlindungi, malah tereksploitasi jiwa raganya demi meraup cuan-cuan duniawi.
Melibatkan perempuan dalam sektor pariwisata tentu membahayakan wanita. Sebab wanita dituntut untuk terlibat dalam proses industri pariwisata dengan berbagai macam jenis profesi yang umumnya mengumbar aurat dan menguras tenaga secara berlebihan. Seperti hari ini yang kita saksikan para pramugari, pramusaji, tour guide, hingga para pekerja hotel diberlakukan seragam yang mengumbar aurat. Sekalipun beberapa tempat memberi izin untuk muslimah berkerudung, tetap seragam yang ditentukan tidak mampu menutup aurat secara syar’i.
Selain itu, bagi pekerja perempuan yang masuk dalam industri produk penyokong pariwisata (seperti oleh-oleh makanan, alat musik, baju daerah, dan berbagai produk khas lokal lainnya) biasa dituntut untuk bekerja penuh waktu dengan bayaran yang belum tentu layak. Dengan dalih efisiensi modal produksi untuk menekan harga. Atau bagi para influencer yang berspesialisasi dalam promosi pariwisata, mereka akan bekerja di tempat-tempat wisata dan tinggal beberapa hari di luar rumah tanpa jaminan keamanan yang pasti.
Dengan tuntutan pekerjaan, mengurangi waktu para ibu di rumah untuk mendidik anak-anak dan berkumpul bersama keluarganya. Tak hanya itu, pelecehan seksual mengancam para pekerja wanita tanpa perlindungan pasti baik dari instansi ataupun undang-undang negara. Perempuan dieksploitasi habis-habisan, mengikis marwah dan merusak secara perlahan karena tak sesuai dengan kodrat wanita.
Sementara sektor pariwisata menjadi salah satu tumpuan ekonomi negara. Sehingga digenjot habis-habisan untuk mendulang devisa negara. Padahal, ada banyak sektor lain yang lebih strategis namun tidak dimanfaatkan dan dioptimalisasi dengan baik. Seperti sektor pertanian dengan kekayaan agraris Indonesia, sektor kelautan dengan luas teritorial laut dan kekayaan flora fauna Indonesia, dan SDA yang amat melimpah. Sektor-sektor tersebut justru diprivatisasi dan dikomersialkan pada masyarakat sendiri dengan harga tinggi, sementara keuntungannya masuk pada kantong segelintir rakyat.
Perempuan dalam Islam
Dalam fitrahnya, perempuan dan laki-laki diciptakan berbeda. Jika laki-laki diciptakan sebagai tulang punggung, maka wanita diciptakan menjadi tulang rusuk. Hormon oksitosin yang ada dalam wanita lebih banyak menjadikan wanita lebih peka terhadap rangsangan. Selain itu, komposisi tubuh wanita lebih dominan lemak daripada otot yang berguna untuk menghasilkan keturunan yang berkualitas. Dengan potensi-potensi tersebut, wanita fitrahnya menjadi pemelihara. Maka tidak adil jika menyamaratakan standar kesuksesan wanita dan pria hanya dilihat dari materi.
Islam telah menjadikan standar kesuksesan bagi laki-laki dan perempuan adalah meriah rida Allah. Yang mana rida Allah dapat diraih dengan tuntunan masing-masing. Laki-laki dengan berbagai potensinya diciptakan menjadi pengayom, pemimpin serta pencari nafkah. Adapun perempuan fitrahnya terlindungi dan menjadi pemelihara bagi anak-anak dan keluarganya. Tentu goals yang dihasilkan berbeda. Namun, perbedaan tersebut tidak menjadi perbandingan. Justru diciptakan untuk saling melengkapi. Berjalan beriringan mengejar rida Allah semata.
Maka kita dapati, di masa Rasulullah para sahabiyah terjanjikan surga dengan peran mereka mendidik generasi, menjadi garda pemasok logistik ketika jihad, dan menjadi istri yang salihah. Rasulullah tidak menuntut mereka setara dengan berjihad di medan perang ataupun menjadi tumpuan nafkah bagi keluarganya layaknya laki-laki. Dengan jalan tersebut wanita meraih kesuksesannya. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Surah Ali-Imran: 95 yang artinya:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain…”
Negara sebagai institusi tertinggi bertanggung jawab melindungi kehormatan dan kesejahteraan masyarakatnya terutama perempuan. Dalam penyediaan lapangan pekerjaan dan penggerakan ekonomi nasional tidak hanya meninjau aspek keuntungan, namun melihat aspek syariat juga. Tidak mengeksploitasi para wanita, menyediakan pekerjaan yang halal, serta tidak melindungi tenaga kerja dari berbagai kejahatan dan kecelakaan.
Dalam sistem ekonomi negara Islam, pemasukan tidak hanya bertumpu pada sektor tertentu. Namun semua sektor yang halal dalam penguasaan negara akan dioptimalisasi untuk menghasilkan keuntungan. Keuntungan ini nantinya dimasukkan ke kas negara untuk membiayai kepentingan jihad dan kesejahteraan kehidupan sosial. Dengan aturan yang paripurna dan sumber pendapatan yang halal, mengundang keberkahan dan ketenteraman bagi seluruh wilayah yang terliputi.
Oleh: Qathratun
Member @geosantri.id