Tinta Media - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah seiring meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran di Timur Tengah. Bila konflik berlarut-larut, sejumlah pakar khawatir akan muncul dampak berantai yang dapat mengguncang ekonomi Indonesia, seperti melonjaknya harga barang-barang impor, termasuk bahan baku industri, serta memicu inflasi yang akhirnya melemahkan daya beli masyarakat. (BBCNewsIndonesia 21/4/2024)
Kurs rupiah terbaru per dolar AS berkisar di atas Rp16.000 sejak Selasa, 16 April 2024 pada pekan ketiga April ini terakhir kali terjadi selama empat tahun silam, di awal merebaknya pandemi Covid-19.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan nilai rupiah semakin melemah, di antaranya;
Pertama, The Fed atau Bank Sentral Amerika Serikat diperkirakan akan lebih lama mempertahankan suku bunga acuannya di level tinggi untuk meredam laju inflasi Amerika Serikat. Hal ini disampaikan oleh Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata. Selama suku bunga The Fed masih tinggi, investor global akan lebih tertarik menaruh uangnya di pasar Amerika Serikat, sehingga memicu arus keluar modal asing dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Imbasnya, investor bermain aman dengan memindahkan modalnya ke aset-aset "safe haven" seperti surat utang dan dolar Amerika Serikat, serta emas yang sifatnya relatif stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global, dibanding berinvestasi di Indonesia yang lebih berisiko karena statusnya sebagai negara pengimpor minyak.
Pelemahan rupiah memang dipengaruhi oleh banyak faktor. Akan tetapi, kondisi ini terjadi karena dunia secara keseluruhan berada di bawah imperialisme Amerika Serikat. Ini menjadikan semua negara bergantung pada dolar Amerika Serikat.
Ini berawal dari perjanjian Bretton Woods tahun 1944 yang mengubah berbagai hal, termasuk transaksi ekonomi. Sebelum tahun itu, semua transaksi menggunakan mata uang emas.
Perang dunia satu ternyata memberikan efek yang cukup besar dalam bidang ekonomi, yaitu beralihnya negara-negara dalam menggunakan mata uang emas menjadi mata uang kertas untuk membayar berbagai perlengkapan militer yang digaungi oleh Amerika Serikat.
Amerika Serikat yang memiliki cadangan emas terbanyak berhak untuk menetapkan perbandingan emas dengan nilai dolar pada saat itu. Karena itu, setelah perjanjian Bretton Woods ini, dolar diberlakukan sebagai mata uang asing pengganti emas dalam perdagangan internasional hingga saat ini.
Tentu yang sangat diuntungkan adalah Amerika Serikat. Dengan adanya hal ini, Amerika Serikat dapat mengatur kondisi ekonomi dan menguasai negara-negara yang ada di dunia untuk bergantung pada Amerika Serikat itu sendiri. Sejatinya, hal inilah yang melatarbelakangi kekuatan semu yang hari ini mencengkeram semua negara-negara di dunia.
Dampak pelemahan rupiah akan dirasakan berbagai pihak dan semakin menyulitkan kondisi ekonomi rakyat dalam berbagai aspek kehidupan hari ini. Bila nilai tukar rupiah melemah, otomatis harga barang-barang impor akan melonjak dikarenakan sekitar 90% impor Indonesia terdiri dari bahan baku untuk aktivitas produksi dalam negeri.
Melemahnya kurs rupiah membuat biaya produksi dan ongkos logistik para pengusaha makanan dan minuman akan melonjak sehingga harga barang-barang akan meningkat. Inflasi cukup besar akan mendorong terjadinya penurunan daya beli masyarakat, yang selanjutnya membuat pertumbuhan ekonomi melambat dan perputaran ekonomi bakal tersendat.
Bagaimana solusinya agar masyarakat tidak lagi khawatir?
Seorang analis Emerging Market CLSA, Christopher Wood menyatakan bahwa emas adalah satu-satunya jaminan nyata terhadap ekses-ekses keuangan masif yang masih dirasakan dunia Barat. Ketika nilai tukar dolar anjlok, harga emas akan terus naik.
Seiring perjalanannya, emas memang selalu mendapatkan apresiasi yang luar biasa. Misalnya saja pada tahun 1800 harga emas per satu troy ons setara dengan 19,39 dolar Amerika Serikat, sedang pada tahun 2004, satu troy ons emas senilai 455,757 dolar Amerika Serikat.
Islam juga telah menetapkan bahwa sistem mata uang untuk menjalankan segala transaksi hanya berbasis emas dan perak atau yang sering disebut dinar dan dirham. Mencontoh dari Rasulullah saw. sebagai kepala negara ketika hijrah ke Madinah, dinar dan dirham dijadikan mata uang resmi negara. Nilai satu dinar setara dengan 4,25 gram emas dan satu dirham setara dengan 2,975 gram perak. Sistem ini lebih stabil dan adil sehingga secara ekonomi akan aman dan membawa ketenangan bagi rakyat.
Ketika ingin mencetak uang, maka suatu negara harus mempunyai emas dan perak. Jika tidak memilikinya, maka negara tidak bisa mencetak uang. Dengan adanya mata uang emas dan perak ini, maka tidak akan terjadi inflasi.
Indonesia diberkahi sumber daya alam berupa emas dan perak di berbagai wilayah yang bisa mencukupi para penduduknya.
Kestabilan emas dan perak telah terbukti sepanjang sejarah. Hanya saja, penerapannya tidak bisa dilakukan hanya dengan individu atau kelompok tertentu agar bisa dirasakan masyarakat. Karena itu, diperlukan negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam beserta syariat Islam lainnya secara menyeluruh agar tercipta kesejahteraan yang ideal. Wallahualam bisawab.
Oleh: Wilda Nusva Lilasari S. M. (Sahabat Tinta Media)