Manfaat Klaster Pertanian untuk Siapa? - Tinta Media

Minggu, 26 Mei 2024

Manfaat Klaster Pertanian untuk Siapa?

Tinta Media - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengemukakan bahwa Kementerian Pertanian (Kementan) berencana membangun klaster pertanian modern seperti pertanian di negara maju. Klaster pertanian itu berupa sawah seluas 5 sampai 10 hektare yang dikelola secara modern dengan mekanisasi. Pemberian pupuk akan menggunakan drone, pengolahan tanah, penanaman bibit sampai pemanenan padi memakai mesin-mesin (detikjabar.com, 7/5/24 ).

Pak menteri mengatakan bahwa program klaster pertanian ini hanya membutuhkan Rp12 juta  per klaster untuk membeli mesin-mesin, tetapi hasilnya dapat menghemat anggaran negara sampai Rp20 Triliun. Pemerintah daerah hanya menyiapkan lahannya saja. Pemerintah pusat yang akan menyiapkan mesin-mesin dan pompa untuk seluruh Indonesia.

Klaster pertanian adalah pengelompokan 5 sampai 10  hektar sawah yang dikelola secara modern menggunakan mekanisasi berupa mesin-mesin modern seperti drone untuk menebar pupuk, mesin tanam, dan mesin panen.  

Namun, mekanisasi pertanian ini mensyaratkan bahwa orang yang mengoperasikannya harus paham teknologi, yaitu para petani milenial. Petani milenial adalah petani dari generasi yang melek teknologi.  

Jadi, dalam klaster pertanian ini ada beberapa hal penting yang harus kita perhatikan, yaitu lahan pertanian yang luas, pemakaian mesin-mesin pertanian, dan petani milenial.

Lahan pertanian yang luas saat ini semakin sulit didapat karena alih fungsi lahan. Banyak sawah diuruk menjadi perumahan  atau menjadi infrastruktur jalan.  Persawahan di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, berada di tanah yang berbukit. Jadi, petakannya kecil-kecil dengan posisi di punggung gunung. 

Ini tidak seperti di negara maju yang petakannya luas terhampar di tanah datar. Mekanisasi pertanian akan mudah dijalankan di lahan yang terhampar luas dan datar. Sebaliknya, pemakaian mekanisasi akan agak sulit di daerah gunung, terutama saat perpindahan mesin seperti traktor dan alat panen.

Pemakaian mesin pertanian patut diperhatikan, mesinnya dari mana dan siapa yang memproduksinya?  Jangan sampai program klaster pertanian ini hanya proyek jual beli peralatan pertanian dari perusahaan besar kepada petani Indonesia. Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator dengan aturan yang dipaksakan. Jika demikian, pemerintah berbisnis dengan rakyat.

Program klaster pertanian tidak menyentuh para petani atau para buruh tani yang selama ini bekerja di bidang pertanian dengan peralatan tradisional.  Bila petani milenial yang didorong untuk mengerjakan program ini, lalu bagaimana nasib para petani tradisional?  Mereka adalah tulang punggung keluarganya. Jangan sampai mereka terkena PHK  seperti para buruh pabrik.  

Inilah pertanian dalam sistem kapitalisme yang hanya berpikir tentang keuntungan. Dalam program negara, terjadi bisnis atau usaha mencari keuntungan.  Harus diingat, pertanian bagi sebagian besar masyarakat Indonesia adalah kehidupan utama, makanya Indonesia dikenal sebagai negara agraris. 

Mungkin bagus pemakaian mesin-mesin modern sebagai upaya mengurangi biaya produksi, tetapi tanpa disadari, program mekanisasi pertanian menutup mata pencaharian para petani. Maka, dibutuhkan sikap hati-hati dan bijaksana, kapan mekanisasi pertanian diterapkan, jangan asal meniru negara lain.

Pertanian dalam sistem Islam di negara Khilafah mendapat perhatian serius dari khalifah. Hal ini terjadi karena prinsip Islam menekankan bahwa pemerintah wajib memberikan kemudahan dan memenuhi kebutuhan rakyat.  

Sejarah mencatat bahwa di daerah-daerah pertanian, khalifah membangun sistem irigasi yang canggih untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Di daerah yang kering seperti Andalusia, khalifah membangun sistem saluran air yang rumit agar tanah pertanian terjamin pengairannya sepanjang musim. Sistem irigasi dan saluran air masa Kekhilafahan Umayyah ini  menjadi salah satu teknik rekayasa air yang terkenal di dunia saat itu (Media Umat, 28/3/24).

Dalam sistem Islam, kemaslahatan rakyat diutamakan, bukan keuntungan materi bagi pengusaha atau pemerintah. Khalifah tidak akan menggunakan mekanisasi modern yang bisa mematikan mata pencaharian rakyat.  Khalifah adalah pengurus, pelayan  (raa'in), dan pelindung (junnah) rakyatnya, bukan berbisnis dengan rakyat. Wallahu alam bisshawab.

Oleh: Wiwin, Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :