Tinta Media - Saat ini kejahatan sudah menjadi hal biasa dan dianggap normal-normal saja untuk dilakukan. Sehingga, jumlah kejahatan semakin meningkat dan meresahkan masyarakat. Apakah hukum di negeri ini tak ada? Tentu saja ada. Hanya saja, hukum saat ini justru membuat pelaku tidak merasa terjerakan. Dengan sanksi tersebut, pelaku malah makin menjadi-jadi setelah terbebas pidana.
Inilah yang terjadi di negeri yang katanya negara hukum. Namun, hukum yang mereka junjung malah digunakan sebagai alat untuk memoles sesuatu yang harusnya tampak untuk menutupi seberapa besar borok yang disimpan negara dalam mengatur masyarakat dengan dalih kesejahteraan rakyat.
Salah satu contoh adalah adanya remisi pada momen tertentu. Ini menunjukkan bahwa sistem sanksi yang digunakan tidak mampu menjerakan. Ini malah berujung pada bertambahnya kejahatan dengan bentuk yang makin beragam, menjadi bukti tidak adanya efek jera. Hal ini akan berakibat pada hilangnya rasa takut sehingga pelaku bisa melakukan kejahatan yang lebih besar.
Selain itu, sistem pidana yang dijadikan rujukan di negara ini tidak baku, mudah berubah. Aturan manusia ini mudah disalahgunakan. Ini menunjukkan adanya sistem pidana yang tidak berkeadilan akibat dari adanya pengaruh manusia yang mampu memanipulasi hukum sesuai kepentingannya.
Inilah lemahnya aturan yang dibuat manusia. Karenanya, pengaturan hidup kadang saling tumpang tindih, juga saling terobos dan tabrak aturan.
Maka, jayalah mereka yang dekat dengan kursi kekuasaan. Mereka tidak mudah terjerat sanksi.
Aturan kadang dihadirkan hanya sebagai pencitraan bahwa aturan itu ada.
Namun, di sisi lain, kadang aturan akan terpental jika merujuk kepada pihak-pihak yang berpengaruh, sehingga ketegasan hukum di negeri ini perlu dipertanyakan, mengapa sanksi lebih tajam ke bawah, terapi tumpul ke atas?
Kritik masyarakat pun menjadi boomerang karena terbentur UU ITE. Maka, dengan cara apalagi negara ini bisa diingatkan kalau kritik masyarakat dianggap sebagai ancaman?
Katanya negara ini demokrasi, tetapi penduduk muslim yang banyak pun bisa didiskriminasi dalam beragama. Maka, di manakah bentuk setaranya?
Beginilah kehidupan yang diatur oleh sistem kapitalisme sekuler. Sesuatu yang akan mendatangkan manfaatlah yang akan dimudahkan dan didukung, sekalipun manfaat yang didapat bukan suatu kebenaran.
Berbeda halnya ketika kita memandang pengaturan dari sisi Islam. Kesejahteraan Masyarakat dalam naungan Khilafah dijamin oleh negara, baik jaminan langsung maupun tidak langsung. Ini akan mengurangi faktor risiko terjadinya tindak kejahatan.
Hal ini ditopang pula dengan sistem pendidikan Islam yang mampu mencetak individu beriman sehingga jauh dari kemaksiatan. Ini karena di dalam pendidikan tersebut mereka akan dikuatkan dari segi akidah, juga fikrah dan thoriqah Islam, sehingga setiap individu mengetahui bagaimana menyikapi kehidupan dengan pandangan Islam.
Uniknya, Islam memiliki sistem sanksi yang khas, tegas, dan menjerakan. Sanksi ini berfungsi sebagai jawabir (penebus) dan zawajir (menjerakan). Jika sistem ini diterapkan, maka tidak akan ada keberpihakan baik kepada yang berkuasa atau tidak. Karenanya ia lahir dari Sang Pencipta, maka manusia tak memiliki hak untuk mengotak-atik aturan yang datang dari-Nya. Karena itu, orang yang sudah diberi sanksi tidak akan pernah melakukan tindakan serupa atau bahkan melakukan kejahatan yang lebih besar dari sebelumnya seperti yang terjadi pada hari ini. Wallahua'lam.
Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd., Aktivis Muslimah