Tinta Media - Organisasi Pangan Dunia atau FAO yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan bahwa 59 negara atau wilayah masih banyak yang mengalami kelaparan akut. Jumlah penduduk dunia yang menghadapi kerawanan pangan akut terus melonjak menjadi sekitar 282 juta orang pada 2023. Angka ini menunjukkan peningkatan 24 juta orang dari tahun lalu. (Antara, 25/4/2024)
Penyebab terjadinya krisis kelaparan yang melanda dunia tidak lain dikarenakan penerapan sistem kapitalisme global. Sebab, penerapan sistem saat ini mengakibatkan sebagian besar kekayaan alam atau sumber daya alam yang ada di setiap negara hanya dikuasai oleh segelintir orang saja tanpa memikirkan manusia yang lain. Padahal, sumber daya alam merupakan kepemilikan umum atau publik yang hasil dari pengelolaannya dapat dinikmati secara umum, tidak hanya untuk individu saja atau pemilik modal.
Konsep dari sistem tersebut mengakibatkan masyarakat sulit mengakses kebutuhan pokok berupa pangan. Kalaupun diberi akses, masyarakat harus membayar dengan harga mahal, sebab pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh pihak swasta atau pemilik modal yang meniscayakan kapitalisasi berorientasi pada untung atau bisnis.
Namun, faktanya pemerintah terus melibatkan korporasi dalam produksi dan distribusi pangan. Korporasi memiliki peran besar dalam mengendalikan pangan, mulai dari produksi hingga distribusi yang sering kali melakukan penimbunan bahan pokok dan lain-lain.
Karenanya, kedaulatan pangan adalah hal yang mustahil direalisasikan jika masih mempertahankan sistem kapitalisme. Ini diperparah dengan keberadaan negara yang hanya berposisi sebagai regulator saja. Negara dalam sistem kapitalisme berlepas tangan atas tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat, termasuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan.
Dengan demikian, selama sistem kapitalisme masih diterapkan di negeri ini, maka tidak akan ada kesejahteraan yang dialami oleh rakyat. Padahal, PBB pada tahun 2015 menargetkan bahwa kelaparan dunia berakhir pada 2030.
Awalnya, target tersebut tampak sangat mungkin untuk dicapai. Namun, sekarang laporan terbaru ter-indeks ke laporan global yang dikeluarkan Weld Hanger Life and Concern World Wide. Ini mengindikasikan bahwa perang melawan kelaparan sudah sangat keluar jalur. Hal ini berdasarkan data jumlah orang yang tidak mendapatkan nutrisi layak di dunia pada 2020 yang mencapai 2,4 miliar orang atau hampir sepertiga populasi dunia.
Sistem ekonomi kapitalisme yang hanya berpihak pada segelintir orang telah menjadikan sebagian besar penduduk dunia jatuh dalam jurang kemiskinan. Pasalnya, sistem ini telah melibatkan pihak swasta dalam mengelola kebutuhan strategis rakyat, baik kebutuhan pangan, layanan pendidikan, hingga kesehatan. Semuanya legal dijadikan sebagai objek komersialisasi oleh para pemilik modal. Maka, tak heran jika hanya untuk mendapatkan dan mengakses kebutuhan tersebut, rakyat harus membayar mahal atas dasar hitung-hitungan bisnis para kapitalis.
Mirisnya, sistem ekonomi kapitalisme juga telah menjadikan distribusi pangan berada di bawah kendali para kapitalis. Alhasil, proses distribusi pangan menemui beragam kendala, seperti tidak sampainya bahan makanan ke tempat-tempat yang sudah dijangkau. Kalaupun sampai, pasti dengan harga yang mahal akibat rantai distribusi yang panjang.
Selain itu, banyak tengkulak nakal yang sengaja menimbun bahan pangan agar untung besar. Bahan tersebut akan dikeluarkan ketika harga pangan meningkat.
Sejatinya, permasalahan kelaparan ini tak akan pernah usai selama sistem kapitalisme masih diterapkan di negeri ini. Umat membutuhkan sistem yang mampu menyelesaikan permasalahan yang ada di dunia ini, khususnya masalah kelaparan, yakni dengan menerapkan aturan Islam. Sebab, Islam memberi solusi tuntas pencegahan serta penanganan krisis pangan dan kelaparan. Sabda Rasulullah saw.
“Imam atau khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” Hadits Riwayat Muslim dan Ahmad
Di dalam negeri, politik pangan Islam adalah mekanisme pengurusan hajat pangan seluruh individu rakyat. Negara akan memenuhi kebutuhan pokok tiap individu rakyat, baik berupa pangan, pakaian, ataupun papan.
Mekanismenya adalah dengan memerintahkan para laki-laki untuk bekerja dan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi mereka.
Untuk mereka yang tidak mampu bekerja karena sakit, cacat, ataupun yang lainnya, maka Islam telah menetapkan bahwa nafkah mereka dijamin kerabatnya. Akan tetapi, jika kerabatnya juga tidak mampu, maka negara Khilafah yang akan menanggungnya.
Dalam sistem ekonomi Islam, masalah produksi, baik primer atau pengolahan, distribusi, dan konsumen akan terselesaikan. Dalam hal distribusi pangan, negara akan memutus rantai panjang distribusi sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Yang nakal akan dikenai sanksi. Sarana distribusi yang murah akan disediakan.
Dengan demikian, hasil pertanian akan merata ke seluruh lapisan masyarakat. Negara mampu memenuhi semua jaminan kebutuhan pokok rakyat tanpa kekurangan sedikit pun. Hal tersebut bisa terjadi karena di dalam Islam sumber daya alam termasuk dalam harta kepemilikan umum yang pengelolaannya dilakukan oleh negara. Hasilnya dikembalikan sepenuhnya kepada seluruh rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan publik sehingga semua fasilitas dan layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan bisa didapatkan oleh seluruh rakyat secara gratis.
Inilah mekanisme Islam untuk mencegah terjadinya krisis pangan ataupun kelaparan dalam negeri. Semua mekanisme ini hanya bisa diterapkan ketika sistem Islam telah diterapkan di negeri ini, yakni di bawah institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Dengan demikian, kesejahteraan akan dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Wallahu a’lam bis shawwab.
Oleh: Umu Khabibah (Generasi Peduli Umat)