Kebersihan adalah Kewajiban, Bukan Budaya - Tinta Media

Minggu, 05 Mei 2024

Kebersihan adalah Kewajiban, Bukan Budaya

Tinta Media - Agama Islam telah mengajarkan umatnya untuk hidup bersih, baik untuk pribadi ataupun lingkungan. Manfaat menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan pun telah dirasakan oleh masyarakat Desa Rawabogo, Kecamatan Ciwidey. Terjaganya sumber mata air Kiara Hyang mencerminkan betapa masyarakat setempat konsisten menjaga kemurnian kondisi alam sekitar, dengan tidak mengeksploitasi sumber mata air secara berlebihan. 

Oleh sebab itu, Kemendikbud menetapkan lokasi itu sebagai Kawasan Edu Budaya Bersih. Menurut Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Sugianto, dengan adanya pengakuan dari pemerintah pusat, berarti hal ini mampu mendongkrak kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat setempat. Selain itu, menjaga kebersihan akan menjaga masyarakat dari potensi bencana.

Saat ini budaya bersih mulai terkikis di tengah masyarakat. Faktanya, Indonesia menempati urutan ketiga sedunia sebagai negara penghasil sampah terbanyak. Sebuah gelar yang memalukan, tetapi seperti tak dihiraukan. Tergerusnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya menjaga kebersihan lingkungan disebabkan karena penerapan sistem kehidupan yang salah. 

Padahal, manusia dan lingkungan tidak bisa dipisahkan. Adanya simbiosis mutualisme harus tetap terjaga. Jika lingkungan rusak, maka akan berpengaruh pada keberlangsungan seluruh makhluk hidup. Bisa-bisa makhluk hidup akan cepat punah seiring dengan kerusakan lingkungan atau alam.

Mirisnya lagi, dampak dari kerusakan lingkungan saat ini sudah banyak terjadi, seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, banjir bandang, penurunan permukaan tanah, banyaknya sumber air tercemar, dan lain sebagainya. Selain karena faktor alam, negara juga punya andil besar terhadap bencana yang kerap terjadi saat ini. 

Negara dengan proyek-proyek besarnya sering kali mengesampingkan kelestarian alam. Inilah watak asli sistem sekuler kapitalisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. 

Agama dalam sistem ini hanya mengatur masalah ruhiyah dan ritual saja, sedangkan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan diatur oleh hukum buatan manusia.

Selain itu, masyarakat yang lahir dari sistem ini menjadi masyarakat yang individualis, hanya mementingkan kehidupannya sendiri, termasuk kebersihan. Mereka tidak peduli dengan kebersihan lingkungan. Akhirnya, kelestarian lingkungan rusak karena tidak dijaga dan dirawat.

Di sisi lain, banyak kerusakan lingkungan yang terjadi karena kebijakan penguasa yang berpihak pada pemilik modal, seperti industrialisasi dan proyek pembangunan yang tidak disertai dengan pengolahan limbah yang tepat. Akhirnya, limbahnya dibuang langsung ke sumber air dan mencemari kebersihan dan kemurnian alam.

Namun, sepertinya negara tidak peduli akan dampak yang ditimbulkan. Atas nama materi dan keuntungan, negara memberi kebebasan kepada para pemilik modal untuk menggarap sumber daya alam semaunya sendiri dan menghalalkan segala cara. Alhasil, lingkungan pun rusak dan mengancam keselamatan masyarakat.

Negara harusnya hadir dalam upaya menjaga kebersihan demi kelestarian lingkungan, tidak cukup hanya memberikan arahan atau dukungan pada individu masyarakat di satu tempat dan menilai dari segi ekonominya saja. Akan tetapi, negara harus memberikan solusi yang mendasar, yakni menerapkan aturan yang mampu dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat dan pelaku usaha, bukan hanya di pedesaan, tapi juga di perkotaan.

Lain halnya dalam negara yang menerapkan sistem Islam (Khilafah). Islam memandang bahwa manusia, kehidupan, dan alam semesta adalah ciptaan Allah Ta'ala yang harus dijaga dan dipelihara. Tidak akan pernah terpisahkan, manusia butuh alam dan alam pun butuh manusia untuk tetap hidup.

Rasulullah saw. bersabda:

"Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat baik terhadap segala sesuatu. (HR. Muslim). 

Atas dasar itulah, khilafah akan membuat aturan secara rinci untuk menjaga kelestarian alam. Semua itu akan menjadi solusi tuntas ketika diterapkan dengan sempurna dalam kehidupan.

Khalifah sebagai pemimpin negara adalah raa'in (pemelihara dan pelindung) akan memaksimalkan perannya dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Khalifah akan mengelola sumber daya alam, seperti hutan, sungai, air dan danau yang menjadi sumber mata air bagi kehidupan. 

Khalifah tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada perorangan atau pihak asing (para pemilik modal) yang sering kali mengeksploitasi sumber mata air seperti dalam sistem kapitalisme.

Selain itu, penerapan syariah secara kaffah akan membentuk masyarakat dan pelaku usaha untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan. Bukan hanya budaya, tetapi menjadi sebuah kewajiban seluruh masyarakat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt. dan bukan demi sebuah pengakuan, apresiasi, dan nilai materi dari manusia.

Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi dari masyarakat, pelaku usaha, dan tentunya negara dalam menjaga kelestarian lingkungan dan tidak membuang sampah sembarang. Khalifah pun akan menyediakan fasilitas pengelolaan sampah secara maksimal. Edukasi pun akan dilakukan, baik kepada masyarakat ataupun pelaku usaha. Negara juga memberikan sanksi tegas bagi siapa saja yang mencemari lingkungan.

Jika hal ini dilakukan, maka kebersihan lingkungan akan selalu terjaga dan memberi kemaslahatan bagi makhluk hidup. Inilah sistem yang harus ditegakkan di muka bumi, yaitu sistem Islam yang sempurna mengatur kehidupan. Tidak ada yang dianggap sepele dalam Islam. Semua unsur kehidupan punya peran masing-masing. Manusia, kehidupan, dan alam harus dipelihara, karena semua yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Khalik, Sang Pencipta alam semesta. Wallahualam.

Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :