Tinta Media - Viral, seorang oknum polisi berinisial A dengan pangkat Aipda ditangkap BNNP Sumatera Barat (Sumbar) karena kedapatan membawa ganja sebanyak 141 paket. Berat satu paket sekitar satu kilogram. Menurut keterangan dari tersangka, ganja tersebut diambil dari Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. (kumparan.com 30/04/2024)
Sejak 1971, negeri tercinta ini dinyatakan dalam kondisi darurat narkoba. Ya, ini benar. Negara kita memang berada pada tingkat kerawanan tinggi. Sampai hari ini, pemerintah masih terus berjibaku dalam melawan laju peredaran narkoba.
Mirisnya, saat ini narkoba tidak lagi menjangkiti kalangan menengah ke atas, tetapi sudah beredar di kalangan menengah ke bawah. Bahkan yang lebih miris, peredaran barang haram tersebut sudah menyasar hampir semua kalangan, tak terkecuali para pelajar yang notabene merupakan generasi emas penerus peradaban.
Sulitnya memberantas narkoba disebabkan karena banyaknya oknum aparat yang justru ikut terlibat dalam perdagangan barang haram tersebut. Mereka seolah menjadi tameng bagi para pengedar, sehingga sampai hari ini, narkoba menjadi semakin sulit untuk diberantas.
Apalagi, hukum yang ada di negeri ini cenderung lemah dan tidak menimbulkan efek jera. Parahnya lagi, hukum di Indonesia bahkan bisa dibeli. Sehingga, para tersangka yang seharusnya dihukum dengan berat, justru hanya dijatuhi hukuman ringan, bahkan tak jarang bisa melenggang bebas. Sungguh, ini adalah sebuah kenyataan yang menyedihkan.
Kondisi tersebut makin diperparah dengan lemahnya akidah pada setiap individu. Agama seolah hanya sekadar simbol di atas kertas. Padahal, semakin jauh seseorang dari agamanya (Islam), maka tak ada lagi alarm pengingat untuknya dalam menjalani hidup.
Sejatinya, inilah awal mula kehancuran yang akan terjadi, baik terhadap individu, masyarakat, dan negara.
Keberadaan sistem kufur kapitalisme di tengah-tengah masyarakat saat ini memiliki andil cukup besar terhadap kerusakan yang terjadi terus-menerus. Kapitalisme yang notabene merupakan sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan telah banyak membuat kehancuran, baik terhadap diri seseorang karena menjadikannya lebih individualis, ataupun terhadap perkembangan sebuah negara.
Kebijakan negara-negara yang mengadopsi sistem kapitalisme, semuanya nyaris dikangkangi oleh segelintir orang yang memiliki kepentingan.
Mereka itulah yang biasa disebut para kapitalis atau pemilik modal. Pada kondisi ini, negara hanya sebagai regulator tanpa memiliki kuasa mengendalikan keadaan. Semuanya harus berjalan sesuai keinginan sang empunya modal. Maka tak heran, jika sampai detik ini Indonesia bukannya semakin maju, tetapi justru semakin terbelakang dan tertinggal. Kemiskinan merajalela, ketimpangan sosial nyata menganga.
Narkoba Musuh Besar Umat
Obat-obatan terlarang seperti narkoba adalah salah satu musuh besar bagi umat manusia, khususnya umat Islam. Ini karena akal, jiwa, dan tubuh manusia bisa dirusak oleh benda terkutuk yang bernama narkoba. Padahal, sejatinya tubuh kita adalah amanah dari Allah Swt. yang mesti dijaga dengan sebaik-baiknya.
Apalagi, narkoba jelas bisa menimbulkan berbagai dampak negatif baik bagi individu, masyarakat, ataupun negara. Seperti yang banyak terjadi saat ini, yaitu meningkatnya kriminalitas, korupsi, terorisme, penyakit menular, hingga kehancuran moral dan agama.
Dalam kehidupan Islam, Khilafah—institusi yang akan menerapkan aturan Islam—akan mengutamakan peran agama dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menjadikan masyarakat memiliki pegangan spiritual, serta moral yang kuat guna menjauhi hal-hal yang buruk, termasuk narkoba.
Dengan aturan tersebut, mereka pun akan memiliki kesadaran dan tanggung jawab untuk menjaga diri dan lingkungannya dari bahaya narkoba, dan sebisa mungkin meminimalisir peredarannya. Akidah yang kuat yang ditanamkan langsung oleh negara melalui sistem pendidikan, mampu mencetak aparat yang memiliki integritas tinggi dalam menunaikan amanah pekerjaannya sehingga membuat ia semakin menyadari akan tanggung jawabnya. Hal ini karena tolok ukur hidup mereka akan disandarkan kepada hukum syara'. Hal ininjuga semakin membuat mereka sadar bahwa apa pun yang dilakukan kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Lebih lanjut, di dalam Islam, sistem sanksi pun memiliki dua fungsi, yaitu sebagai zawajir dan jawabir. Zawajir artinya, sanksi tersebut benar-benar membuat jera para pelaku serta mencegah orang lain untuk melakukan kejahatan yang sama. Sedangkan jawabir bersifat sebagai penebus dosa, sehingga akan menghindarkannya dari azab Allah Swt. kelak di akhirat.
Rasa keadilan antara si kaya dan si miskin pun akan tercipta. Masyarakat akan merasakan kehidupan yang adil, sejahtera, dan penuh harapan. Mereka tidak perlu mencari jalan keluar yang praktis dengan mengonsumsi atau mengedarkan narkoba sebagai cara mendapatkan uang ataupun melarikan diri dari kenyataan. Alhasil, mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan cara halal dan bermanfaat.
Dengan begitu, akan terbentuk pula sikap kolektivisme yang tinggi di kalangan masyarakat. Mereka akan jauh lebih peduli terhadap kepentingan bersama, norma sosial, dan nilai-nilai moral. Mereka tidak akan bersikap egois dengan hanya mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok, tetapi juga kepentingan umat dan negara. Mereka pun akan menjauhi segala bentuk eksploitasi terhadap orang lain demi keuntungan materi, termasuk barang haram seperti narkoba ini.
Pada akhirnya, episode panjang narkoba yang belum jua menemukan titik solusi yang solutif dan komprehensif hanya bisa dihentikan apabila negara ini menerapkan Islam secara kafah sebagai aturan bernegara. Wallahuallam.kumparan.com
Oleh: Rina Herlina, Sahabat Tinta Media