Investasi Panas Bumi, Strategi Jitu Percepat Pembangunan, Tepatkah? - Tinta Media

Kamis, 16 Mei 2024

Investasi Panas Bumi, Strategi Jitu Percepat Pembangunan, Tepatkah?

Tinta Media - Baru-baru ini, dalam sebuah pertemuan lanjutan di Kantor Camat Bonjol, Sabar AS yang merupakan Bupati Pasaman mengungkapkan rasa terima kasih kepada PT Medco Geothermal Sumatera (MGSu) atas dedikasi dan komitmennya terkait eksplorasi potensi panas bumi di Bonjol, Kabupaten Pasaman. 

Sabar juga sangat mengapresiasi upaya PT MGSu yang sudah melakukan pekerjaan pendahuluan dan eksplorasi serta membangun akses jalan menuju lokasi tersebut. Dia berharap bahwa rencana eksplorasi tambang panas bumi di Bonjol pada tahun ini berjalan lancar, karena hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk menarik investasi ke Pasaman. Menurutnya, ini bisa menjadi salah satu strategi untuk mempercepat pembangunan di berbagai sektor. (harian.haluan.com 05/05/2024)

Pemkot Pasaman saat ini sedang berbenah dan berusaha menarik investasi sebanyak-banyaknya ke wilayah Pasaman. Mereka menilai bahwa investasi merupakan salah satu upaya untuk mempercepat gerak pembangunan Pasaman di semua sektor. Dengan banyaknya investasi yang masuk ke Pasaman, diharapkan akan lapangan kerja dan kesempatan berusaha akan terbuka secara luas bagi masyarakat. 

Namun, benarkah investasi dapat mempercepat pembangunan suatu daerah?

Pemerintah pusat maupun daerah terkesan selalu bergerak cepat jika terdapat proyek baru yang dinilai bisa menjadi sumber pundi-pundi cuan. Atas nama investasi guna percepatan pembangunan, segala cara diupayakan. Berdalih untuk kesejahteraan masyarakat, investasi dilakukan dengan mengeksploitasi berbagai wilayah yang nyata terdapat sumber penghasil cuan.

Urusan administrasi seperti surat perizinan akan mudah didapatkan bagi perusahaan-perusahaan yang berminat menjadi investor. Seolah tak ada hambatan, para pemilik modal tersebut bisa dengan mudah melenggang masuk ke berbagai wilayah yang notabene di dalamnya terdapat SDA yang bisa dengan mudah dieksploitasi demi kepentingan pribadi. 

Kondisi tersebut sungguh menjadi sebuah ironi jika melihat fakta banyaknya warga pribumi yang terusir dari wilayahnya sendiri atas nama investasi ataupun Proyek Strategis Nasional.

Padahal, SDA yang ada jika terus-menerus dieksploitasi akan berdampak buruk terhadap lingkungan, bahkan masyarakat sekitar. Sejatinya, masyarakat tidak pernah mendapatkan keuntungan selain hanya menyaksikan kekayaan-kekayaan alam mereka dikuasai para oligarki. Kesejahteraan yang dijanjikan pemerintah, nyatanya hanya sebuah ilusi tak bertepi. Masyarakat tetap miskin, bahkan yang lebih parah, mereka kelaparan di sebuah negeri berjuluk lumbung padi.

Negara abai dengan kondisi rakyat. Padahal melindungi, mengayomi, dan menyejahterakan rakyat adalah tugas dan wajib sebuah negara. Mirisnya lagi, keadilan di negeri ini tak pernah berpihak terhadap rakyat kecil. Jangankan mendapat keadilan, sekadar ingin mempertahankan yang menjadi haknya saja merupakan sesuatu yang sulit. 

Para penguasa di negara yang mengadopsi sistem kapitalisme seperti Indonesia cenderung tidak memiliki kedaulatan. Sebab, kedaulatan di dalam kapitalisme adalah milik para kapitalis. Siapa yang punya uang, dialah penguasanya. Negara hanya sebagai regulator. Setiap kebijakan yang diambil otomatis tidak akan berpihak pada kepentingan rakyat, melainkan kepada para pemilik modal. 

Inilah realitas yang tidak banyak diketahui masyarakat. Mereka cenderung puas hanya dengan bantuan-bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah. Bantuan ini hanya sementara dan bersifat tidak menyeluruh.

Kesejahteraan dalam Pandangan Islam 

Masyarakat yang sejahtera dalam pandangan Islam bukan hanya dilihat dari seberapa masif suatu negara melakukan proyek pembangunan. Ukuran kesejahteraan harus dilihat dari terpenuhinya kebutuhan pokok masing-masing individu secara layak, yaitu terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan dengan baik dan layak. 

Maka dari itu, negara memastikan para penanggung nafkah—ayah dan suami—mampu mengakses lapangan pekerjaan serta benar-benar memenuhi tanggung jawab mereka untuk menafkahi keluarganya.

Negara juga wajib membangun sarana prasarana untuk memudahkan fasilitas kehidupan masyarakat. Contoh, membangun jalan raya dengan kualitas baik yang dapat menghubungkan ke semua wilayah secara gratis, bukan berbayar seperti jalan tol. Negara pun akan membangun pasar dan fasilitas umum dengan berbagai kualitas lainnya.

Negara dalam sistem Islam juga akan membangun dan menyediakan fasilitas pendidikan terbaik secara murah, bahkan cuma-cuma bagi masyarakat agar kepribadian mereka terbentuk menjadi berkepribadian Islam yang tangguh dan kuat. Dengan begitu, mereka akan memahami agamanya dengan baik berikut tata aturan di dalamnya, juga memiliki kemampuan yang diperlukan untuk menjalani kehidupan.

Tak hanya cukup sampai di situ, bagi masyarakat yang lemah dan memiliki kebutuhan khusus seperti kaum papa dan difabel, negara mewajibkan keluarganya untuk menanggung nafkah mereka. Namun, jika kondisi keluarganya juga tidak mampu, otomatis tanggung jawab tersebut akan berpindah kepada negara dan seluruh kaum muslim.

Kemudian, dari mana negara mendapatkan dana untuk melaksanakan semua kewajiban tersebut? Jawabannya adalah dari APBN syariah (baitul mal) yang memiliki pendapatan pasti dan rutin, misal dari zakatnya orang-orang kaya, hasil pengelolaan kekayaan alam, jizyah dari warga nonmuslim, harta fai, dan masih banyak lagi.

Oleh sebab itu, dalam Islam, kaum perempuan tidak diwajibkan bekerja apalagi sampai ke luar rumah dengan tujuan yang tidak jelas, atau mengembangkan bisnis UMKM demi memenuhi kebutuhan keluarga seperti dalam sistem kapitalisme saat ini. Sejatinya, seluruh aset berharga negara di dalam sistem Islam—kekayaan alam dan proyek strategis lainnya— seluruh pengelolaannya diserahkan kepada negara untuk kemaslahatan bersama.

Pada dasarnya, konsep ekonomi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari sistem politiknya. Di saat penguasa hadir mengurusi urusan rakyat, termasuk bertanggung jawab terhadap kesejahteraan mereka, maka sistem politik dan sistem keuangan yang diberlakukan juga mesti berasal dari Islam. Semua itu hanya bisa terealisasi apabila negara menjadikan akidah Islam sebagai landasan pemikirannya dan menjadikan syariat Islam sebagai asas dari seluruh mekanisme yang berjalan dalam negara. Wallahualam.

Oleh: Rina Herlina
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :